Bab 25
Gadis bergaun biru muda itu memaksakan diri untuk tersenyum kala para tamu mengucapkan selamat padanya. Sejujurnya ia merasa muak berada di tengah keramaian itu, menjadi salah satu pusat perhatian di antara ratusan orang yang mengisi gedung ini. Kakinya yang terbungkus sepatu high heels terasa pegal setelah berdiri cukup lama.
Sesekali ia celingukan, mencari-cari orang yang sedari tadi ia coba hubungi. Namun, sampai sekarang, orang yang ditunggu belum juga datang. Namun, saat ia nyaris memutuskan untuk melarikan diri dari acara itu, ekor matanya menangkap dua makhluk menyebalkan yang sedari tadi membuatnya jemu. Buru-buru ia melambaikan tangan, seraya berjalan di antara kerumunan.
"Sini!" teriak Leona sedikit tertahan. Matanya melihat ke sekitar, takut teriakannya mengundang perhatian. Beruntung, suara biduan di panggung membuat teriakannya sedikit tersamarkan. Cewek itu buru-buru menghampiri kedua temannya yang belum juga melihat dirinya di sana.
"Woi!" seru Leona saat ia berdiri dekat dengan kedua sahabatnya.
Salsa mnengenakan gaun selutut berwarna merah cerah dengan tas selempang senada dengan pakaiannya. Juga sepatu lepek yang membungkus kakinya, semua seakan diatur sedemikian rupa agar semua memiliki warna yang sama. Sementara Verina tampil lebih natural. Tidak banyak riasan di wajah, dengan jaket jins yang menutupi kaos lengan pendek, juga celana jins ketat semata kaki. Sama dengan Salsa, Verina juga mengenakan sepatu lepek. Hanya saja Verina tetap terlihat seperti biasa, cewek tomboi.
"Wow, lo cantik banget, Na," pekik Salsa. Matanya berbinar seperti bajak laut yang menemukan harta karun. "Serius, lo beda banget. Kalau lo bisa berpenampilan kayak gini terus, gue jamin, personil BTS bakalan rebutan sama lo."
Leona memutar bola mata, kemudian tertawa.
"Gila kali, lo. Mana mungkin personil BTS mau sama gue," ketus Leona. "Ngerjar cintanya most wanted sekolah aja gue gagal." Kemudian, kalimatnya dilanjutkan dengan tawa.
"Eh, betewe, Stevano mana?" tanya Verina. "Gue mau ngucapin selamat, nih, sama dia."
Leona mengedikkan bahu. Sejujurnya ia juga mencari keberadaan Stevano sejak tadi, tetapi tidak menemukannya. Apakah mungkin stevano tidak datang ke acara pertunangan kedua orang tuanya?
Mungkin saja Stevano masih belum bisa menerima kenyataan ini. Sama halnya dengan Leona. Cewek itu juga tadinya enggan untuk menghadiri pertunangan orang tuanya. Namun, karena bujukan Lavirgo dan kedua sahabatnya, akhirnya Leona memutuskan untuk datang. Ia juga mulai merasa muak jika harus menghindar setiap saat dari Bastian.
"Ona!"
Leona tersadar mendengar suara itu. Nyaris saja ia mengira itu Stevano. Namun, akhirnya ia teringat bahwa hanya satu orang yang memanggilnya Ona. Lavirgo. Leona mendongak, mencari sosok cowok yang memanggil namanya. Salsa dan Verina menatap heran, kemudian ikut melihat-lihat.
"Lihatin apa, sih?" tanya Salsa.
"Tadi ada yang manggil gue," jawab Leona tanpa mengalihkan pandangan. Sesaat kemudian, ia melihat cowok berkemeja kotak-kotak yang dipadukan dengan celana jins hitam. Di kepalanya bertengger topi hitam dengan tulisan LL.
Leona menyunggingkan senyum saat cowok di ujung sana tersenyum. Salsa dan Verina sontak ikut melihat, lalu tercengang melihat siapa yang membuat Leona bergitu bahagia.
"Ehm, siapa tuh?" sindir Verina.
"Kayaknya ada yang bakal punya pacar baru, nih?" ledek Salsa.
Leona mengalihkan pandangan dari Lavirgo. Senyumnya lenyap, berubah tatapan sinis. Ia berpura-pura memasang wajah jutek untuk menutupi kegugupannya. Namun, percuma, rona di wajahnya terlihat jelas saat kedua sahabatnya meledek.
Leona semakin tidak bisa mengontrol kegugupannya saaat Lavirgo menghampiri mereka bertiga. Rona di pipinya semakin kentara, membuat Salsa dan Verina tak kuasa menahan tawa. Lavirgo tersenyum pada kedua sahabat Leona. Cowok itu semakin terlihat keren karena keramahannya. Ia mengulurkan tangan, berkenalan dengan Salsa dan Verina seraya menyebutkan nama. Salsa dan Verina nyaris tak berkedip saat Lavirgo tersenyum saat menjabat tangan mereka.
Ini manusia atau apa, kok cakep bener, batin Salsa.
"Ona, aku mau ngomong sesuatu sama kamu," kata Lavirgo. Leona hanya mengernyit, kemudian mengangguk. "Kita duduk di meja itu aja."
Lavirgo bersama ketiga cewek itu berjalan menuju meja kosong tak jauh dari panggung. Kebetulan, satu meja disediakan empat kursi. Sangat pas untuk mereka berempat. Leona duduk di sebelah Lavirgo, membuat dirinya seakan membeku karena tatapan aneh kedua temannya.
"Ini Kakak gue, lo berdua nggak usah aneh-aneh, deh," ketus Leona, jenuh dengan kode kedua sahabatnya.
Kedua sahabatnya tertawa. Sementara Lavirgo hanya memaksakan senyum. Dalam hati ia mengulang kalimat Leona. Ini kakak gue. Ya, harusnya Lavirgo sadar akan hal itu. Selama ini hubungan mereka tidak pernah lebih dari kaka adik. Bahkan Lavirgo tidak pernah menyinggung perasaannya pada Leona.
"Kalau gitu boleh buat gue, dong?" ucap Salsa.
"Ambil aja," jawab Leona sekenanya. Namun, beberapa saat setelahnya, ia seakan menyesal mengatakan itu. Hatinya seakan perih membayangkan jika Lavirgo jatuh ke pelukan orang lain. Bagaimana ini? Apakah Leona benar-benar jatuh cinta pada Lavirgo?
"Ona, minggu depan gue mau balik ke Jakarta," kata Lavirgo seakan tak peduli perbincangan di sekitarnya.
Leona terdiam. Otaknya mendadak tak bisa berpikir. Minggu depan? Leona tidak lupa bahwa Lavirgo pernah mengatakan kalau ia akan kembali ke Jakarta dalam waktu dekat. Namun, ia tidak menyangka jika waktunya akan secepat ini, yang bahkan jauh dari yang ia duga.
"Tapi, bukannya Kakak bilang akhir tahun atau habis tahun baru?"
Lavirgo membuang napas. Salsa dan Verina memilih untuk sibuk dengan ponsel masing-masing.
"Ada perubahan jadwal kerja," jawab Lavirgo. Mimik wajahnya begitu serius, seakan-akan ia juga merasa tidak ingin kembali ke Jakarta. Leona memutar kembali kejadian beberapa saat lalu. Apakah Lavirgo sengaja pergi lebih cepat karena Leona mengatakan kalau Lavirgo hanya kakak baginya? Bagaimana jika Lavirgo pulang ke Medan hanya demi bertemu dirinya?
Leona menguk ludah membayangkan kesalahannya. Ia ingin meminta maaf jika sudah menyinggung perasaan Lavirgo. Namun, ia mengurungkan niat saat ia ingat ada dua orang yang tidak akan bisa tenang jika mendengar sesuatu yang "beda".
"Oh, ya, tiga hari lagi, aku ulang tahun," kata Lavirgo. "Kamu datang, ya. Kamu juga bisa ajak kedua teman kamu ini."
Salsa dan Verina sontak mendongak, kemudian tersenyum samar. Leona menatap tajam kedua temannya, kemudian mengangguk pada Lavirgo. Setelahnya, Lavirgo meninggalkan meja untuk memberi ucapan selamat pada Bastian dan Anaya.
***
"Tapi gue nggak mau kita putus!"
Suara Stevano terdengar mengerikan di telinga Leona. Cewek itu mengamati sekitar, melihat reaksi orang di dekat mejanya. Beruntung, teriakan Stevano tidak memancing tatapan aneh dari penghuni kantin. Salsa dan Verina membelalak mendengar Stevano yang tiba-tiba berubah tempramen.
Leona mendesah frustrasi. Ia sudah berulangkali menjelaskan pada Stevano, hal yang yang membuat mereka harus mengakhiri hubungan. Dan tidak seorang pun dari mereka yang bisa membantah itu.
"Van, lo nggak boleh egois gitu, dong," kata Leona kesal. Ia mulai jenuh menghadapi sikap kekanakan Stevano, yang perlahan muncul belakangan ini. Leona menyadari Stevano tidak sedewasa yang ia bayangkan. Atau mungkin, setiap orang akan menjadi egois jika merasa hidup tidak adil?
"Tapi gue nggak mau putus, Na," kata Stevano. Kali ini, suaranya lebih pelan. "Gue baru aja pacaran sama lo. Masa sekarang harus putus."
Leona membuang pandangan. Ini hal yang tak ia inginkan. Mata sendu Stevano, seakan merobek jiwanya. Ia merasa iba, saat kedua bola mata itu berubah bening. Salsa menarik napas. Kemudian menyeruput jus jeruk di gelasnya sebelum menengahi.
"Van, bener kata Leona," timpal Salsa. "Lo nggak boleh egois. Leona juga nggak mau kayak gini. Tapi, lo tahu sendiri, poisisi kalian itu sama. Nggak ada satu pun dari kalian yang bisa membantah keadaan ini."
"Ya, Van, lo harus bisa terima," tambah Verina.
Stevano berdecak.
"Gue udah berjuang mati-matian buat lo, Na," kata Stevano, tak memedulikan ucapan Salsa dan Verina. "Masa gue harus ngelepas lo gitu aja? Harusnya lo terima gue sedari dulu, Na, atau sekalian lo nggak usah terima."
Leona menoleh.
"Jadi lo nyesel udah pcaran sama gue?" tanya Leona. "Bagus kalau lo nyesel. Itu artinya, lo udah maju satu langkah. Sekarang lo bakal lebih mudah buat ngelupain gue."
ODOC BATCH 3 DAY 25
TERIMA KASIH SUDAH MAMPIR
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN, YA!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top