Bagian 28
Hai, halo! Apa kabar?
Aku kebablasan libur update-nya. 🤣
Kangen nggak? 😁
Coba komen dulu sama vote, ada berapa banyak yang kangen aku balik ke Wattpad lagi. 😅
Happy reading. Terima kasih sudah sabar menunggu. 🥰🤗
=====🌻🌻🌻=====
Bentrok kembali terjadi di Srinagar. Anak-anak kecil melempar batu, aparat kepolisian menembakkan senapan ke udara. Namun, semua makin tak terkendali. Hujan batu semakin menjadi. Mereka meminta kebebasan. Anak-anak lama tak bersekolah, akses intenet terblokir begitu saja. Warga Kashmir menolak beraktivitas. Para ibu menangis kehilangan putranya seiring seringnya terjadi bentrok.
Sam memutuskan mengurungkan niatnya pulang. Ia harus bisa mendapatkan potret para ibu yang batinnya tersiksa. Ia juga harus mendapatkan potret sepinya sekolah tanpa ada siswa yang datang karena takut anaknya hilang dan memilih mengurung mereka di rumah.
Sam tak kembali ke Srinagar sendirian. Ia berangkat kembali bersama kawanan wartawan dari media cetak lain. Mereka datang setelah pemerintah menyatakan situasi mulai aman meski akses internet belum dikembalikan seperti semula.
Mereka baru saja usai makan siang di sebuah rumah makan yang berani buka untuk hari pertama usai bentrok terjadi. Masih ada beberapa tentara militer yang berjaga ke sana kemari. Membuat siapa saja jelas tak nyaman dan justru ketakutan. Sam menyisihkan sisa nasi briyani ke sisi kanan dan meneguk minum sedikit cepat saat menyadari sesuatu. Salah seorang temannya keluar dan menapaki jalan di depan rumah makan membawa kamera di leher. Ia berlari cepat meninggalkan teman yang lain di dalam rumah makan.
Sam meraih paksa kamera di tangan rekannya. "Jangan berbuat aneh-aneh jika kamu tak ingin mati di sini."
"Maksudmu apa? Aku hanya memotret pos keamanan mi--" Rekan Sam yang berompi tanpa lengan itu mendadak lidahnya kaku.
Tiga orang penjaga pos datang. Sayangnya, senapan itu menodong tepat di kepala Sam yang memegang kamera. Sam meletakkan kamera perlahan ke tanah lalu mengangkat kedua tangan pertanda berserah. Keringat dingin mengucur di pelipis keduanya. Sedikit saja senapan itu melepaskan tembakan, kepala siapa pun yang ada di hadapannya bisa pecah.
**
Lelaki dengan hidung mancung dan kerutan di kening itu tampak beberapa kali mondar-mandir di ruang rapat. Baru kali ini ia harus ikut turun tangan. Putranya selalu bisa diandalkan dan tak mungkin melakukan tindakan gegabah.
Meilan masih saja tersedu hampir satu jam lamanya usai mendapat kabar dari pihak kedutaan bahwa Sam tertahan di pos militan Srinagar. Sementara Tera hanya terdiam kaku di kursinya. Air matanya tak tampak. Wanita itu hanya bergeming dan menatap kosong pada ponsel di atas meja. Ia tahu ini adalah sebagian dari risiko yang harus ditanggung. Bukan lagi kabar mengejutkan apabila ada wartawan tertawan di daerah konflik. Bahkan yang berakhir hilang dan tanpa jasad berpulang ke negaranya pun banyak.
"Minum dulu, Ter." Perlahan Bela menyuguhkan segelas air putih. Ia sempat mengusap punggung sahabatnya.
"Aku pulang, ya. Aku yakin Sam pasti kembali," kata Tera akhirnya.
Meilan mendongak terkejut. Pun sama dengan Bram yang berhenti gelisah menyaksikan menantunya. Namun, keduanya tak bisa berkata apa-apa. Dalam keadaan seperti ini, membujuk Tera untuk bersabar hanya akan memperperih kondisi batinnya. Meilan mengangguk pasrah diiringi isak tangis kembali.
Bela hampir bangkit mengantar Tera.
"Enggak usah, Bel. Aku pulang sama sopir pribadi Mama Meilan, kok," cegah Tera dengan suara tanpa semangat.
"Ter ...." Bela terduduk lemas. Ia tak sanggup harus berkata apa demi menguatkan wanita yang sudah berlalu menenteng tas punggungnya di tangan kanan tanpa bersemangat.
**
Tenggorokan wanita yang baru memasuki apartemen itu terasa perih. Ada sesuatu yang mendesak sejak kabar itu mampir ke telinganya. Ia susah payah menahan agar tangis tak meledak begitu saja. Tera yakin Sam tak mungkin meninggalkannya secepat ini. Bukankah laki-laki itu pandai bersikap tegas dan berucap tanpa keraguan? Seharusnya ia bisa meyakinkan lawan biacaranya saat bernegosiasi. Sam pasti selamat!
Bertepatan saat Tera memasuki kamar dan menatap semua benda-benda milik Sam di meja, ia terduduk di tepi ranjang. Kedua telapak tangannya spontan menutup wajah. Kepedihannya tertumpahkan melalui derai air mata. Ia tersedu tak ada habisnya hingga larut dan lelah melanda membawanya tertidur.
**
Bahkan hingga hari berikutnya menjelang, ponsel Tera tak kunjung berdering. Sam menghilang bak ditelan bumi. Laki-laki itu benar-benar tak bertanggung jawab. Seharusnya ia tak meninggalkan istri yang baru dinikahinya. Batin Tera bergelut tak keruan bersamaan dengan rasa gelisah yang terus menggerogotinya.
Meski demikian, berdiam diri di apartemen tak ada gunanya. Tera harus tetap berangkat ke kantor demi menyibukkan diri agar harinya tak hanya diisi cemas dan menatap ponsel seharian. Tidak akan terjadi apa-apa pada laki-laki itu dan Tera tidak akan menduga-duga sebelum pihak kedutaan benar-benar menemukan apa pun tentang kondisinya.
"Kamu kenapa berangkat? Astaga ...." Bela yang semula duduk di kursi Sam terkejut.
Rapat pagi ini baru saja akan dibuka saat Tera tiba-tiba menerobos masuk dan duduk tanpa permisi dengan tergesa. Bela yang ditunjuk sebagai pengganti ketua tim selama Sam bertugas jelas tak menyangka sahabatnya bisa sekuat dan sekeras kepala ini. Dalam situasi tertekan begini, bagaimana mungkin Tera bisa menjamin fokus kerjanya?
"Lanjut, Bel," pinta Tera sembari sibuk mengeluarkan buku agenda dan alat tulis.
"Ter ...."
"Ya?" Tera mendongak menatap Bela dan semua karyawan. Ia tersenyum tipis.
Senyum itu seolah memaksa Bela untuk tak memedulikan suasana hati Tera hari ini. Pada akhirnya Bela mengalah dan mengangguk.
"Rubrik traveling untuk bulan depan masih kosong. Sebelum Pak Sam bertugas, beliau sudah memberikan rencana untuk mengisi rubrik tersebut pada saya. Berhubung wartawan yang mendapat tugas mendadak resign, saya akan mengalihkan tugas pada ...." Penjelasan Bela terhenti.
Pun sama dengan perhatian karyawan lain yang lain buyar. Seisi ruangan terpaku pada Tera kembali yang mengacungkan tangan.
"Aku yang akan berangkat. Ke mana rencana perjalanan wisatanya?"
"Chengdu, tapi ...."
"Aku siap!"
"Tidak, sebaiknya kamu menunggu kabar tentang Sa--"
"Sam baik-baik saja, Bel! Jangan berlebihan! Aku yakin dia baik-baik saja!" Suara Tera meninggi beberapa oktaf hampir terdengar seperti bentakan dan menjerit.
Bela dan karyawan lain sempat tersentak. Namun, melihat riak yang tertahan di mata wanita berkemeja hitam itu semua tertunduk. Kantor terasa kacau tanpa ketua tim mereka.
Menyadari dirinya hampir berteriak, Tera undur diri keluar ruangan dengan tergesa. Niatnya melupakan kegelisahan di kantor justru berubah menjadi perkara lain yang mengacaukan suasana kantor. Ia berlari ke arah toilet di susul Bela yang mengekor.
"Maaf, Bel, maaf ...." Suara Tera bergetar di balik telapak tangan.
Bela bergegas memeluk dan mengusap pelan punggungnya. "Iya, kamu benar. Sam baik-baik saja. Pihak yang berwenang pasti sedang berusaha sebaik mungkin untuk membuat mereka percaya dan melepaskan Sam segera. Tak sepantasnya kita menduga-duga." Bela merenggangkan pelukan. "Ayo, kita kerja lagi. Jangan menangis lagi," pungkas Bela seraya menghapus jejak air mata di pipi sahabatnya.
**
Pertama kali publish: 22-10-2020
Republish: 08-01-2025
=====🥀🥀🥀=====
Udah 2025 aja, ya, sekarang.
Selamat menempuh aktivitas kehidupan di tahun 2025. Kalian hebat bisa bertahan sampai di tahun ini. Meski mungkin banyak mimpi-mimpi dan harapan yang belum terkabul, tetap semangat, ya! 🥰
Bahagia selalu. Lancar rezeki dan dilapangkan dalam setiap kesempitan. Sehat selalu.
Untuk kalian yang pada tahun 2024 kemarin sering bersedih. Semoga tahun 2025 ini akan mendapat kabar gembira yang membahagiakan dan menghapus kesedihan.
Aamiin. Aamiin. Aamiin.
Terima kasih atas dukungan vote dan komentarnya. 🥰🤗
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top