Bagian 24

Halo, apa kabar? 🤗

Maafkan kemarin libur republish. Btw, udah pada liburan ke mana nih? 😁

Happy reading, ya. Jangan lupa vote. Terima kasih sekali atas dukungannya. 🥰🫰

====🌻🌻🌻====

Mata dengan manik hitam itu menunduk. Gurat senyum itu memudar seketika perempuan dengan senyum semirip Huanran duduk bersimpuh di karpet seraya menggenggam telapak tangan sang kakek. Gurat keriput di beberapa sudut wajah tampak menegaskan wajah sendunya. Kedatangannya kemari dengan sejuta harapan mengusir sepi, membawa sang cucu ke singgasananya dan menata hidup baru.

"Kamu tidak mau tinggal bersama Kakek?"

Suara serak Tuan Lee membuat Tera bergeleng cepat. "Bukan begitu maksud Tera, Kakek. Bukankah Ibu belum terlalu tua untuk tinggal bersama Kakek dan meneruskan bisnis Kakek?"

Huanran tersenyum tipis lalu tertunduk. Ah, putrinya ini ada-ada saja. Lagi pula dirinya sudah memiliki bisnis resto sendiri dan menikmatinya. Buat apa harus menjadi pewaris bisnis Kakek?

"Lagi pula aku dan Sam sudah memiliki pekerjaan yang kami sukai di sini meski masih suka ada keributan kecil. Seperti ...," jeda Tera sembari melirik sinis ke arah Sam yang duduk di sudut ruangan, "terlalu banyak kupu-kupu di sekitarnya."

Tawa Huanran hampir tersembur bila ia tak segera menutup mulut. Namun, tak urung setelah mendengar Sam mendesah sambil bersandar pasrah di sofa membuatnya tertawa. "Astaga, kamu ini membuat suamimu terlalu merasa paling tampan sedunia!" kekehnya sembari menghapus sudut mata yang basah.

Tuan Lee terkekeh pelan menyadari kelucuan Tera. Rumah terasa nyaman dengan canda tawa. "Kamu sering bertengkar dengannya?"

Tera mengibaskan kedua tangan segera. "Tidak, Kakek. Dia terlalu mencintaiku."

Sam yang baru saja meneguk es lemon terbatuk.

"Astaga, Sam, dia terlampau jujur!" Huanran kembali terpingkal-pingkal.

"Jadi, percayalah, aku akan baik-baik saja. Lagi pula aku juga yakin Ibu masih kuat meneruskan bisnis Kakek. Atau bisa saja dia menemukan pendamping hidup dan memberikan Kakek cucu laki-laki," sambung Tera dengan mimik tanpa dosa.

Kali ini wanita berwajah tirus itu salah tingkah. Ia berdeham sambil meraih cangkir teh di meja. "Apa-apaan kamu ini. Umur ibumu sudah lebih dari 40 tahun." Huanran bergumam dengan semu merah di kedua pipi.

"Aku sudah pernah menyarankan mengakhiri masa lajangmu sejak bertahun-tahun yang lalu, Bi." Sam bergumam pelan. Ia sedikit mencondongkan tubuh ke samping demi menghindar dari lemparan bantal sofa Haunran.

"Ibumu tak sudi meneruskan bisnis Kakek." Tuan Lee mendengkus seraya memalingkan wajah.

Tera menghela napas panjang. Ia mengusap punggung sang kakek pelan. "Kakek, percayalah, semua akan baik-baik saja. Maafkan Ibu, ya?"

Huanran tertunduk. Sungguh ia tak menyangka kehadiran Tera bisa melunakkan dinding es kakeknya. Binar mata tua itu terlihat berbeda. Sejak bertahun-tahun lalu, Huanran kerap takut mengenalkan Tera dengan keluarganya. Belum lagi perpindahan prinsip Huanran saat nekat menikah dengan Ridwan sempat mengguncang keharmonisan hubunganya dengan keluarga. Tak menyangka bila pertemuan ini tak sesulit apa yang dia khawatirkan. Sam benar, semua akan baik-baik saja.

**

"Aku sudah bilang semua akan baik-baik saja," pungkas Sam saat hendak berpamitan pulang.

Ia sudah berada di area parkir. Huanran sengaja mengantar mereka sampai area tersebut.

"Itu karena kepergian ayahnya, Sam. Aku yakin dia tak sanggup jauh dari Asiyah karena rasa bersalahnya terhadap Ridwan. Dulu aku khawatir dia nekat meninggalkan Asiyah dan Ridwan kalau aku menemuinya. Aku sudah berjanji menyerahkan hak atas Tera pada mereka berdua." Huanran mengencangkan sweter saat angin sedikit berembus.

Sam tersenyum. "Bukan, dia terlalu mencintaiku. Tidak mungkin dia meninggalkanku," canda Sam.

"Hei, dasar pendendam! Kenapa membalasnya padaku? Coba katakan di depan Tera, dia yang mengatakan itu di depan Kakek." Wanita berambut sebahu itu tertawa kecil.

Sam terkikik lalu menggaruk belakang kepala yang tak gatal.

Obrolan itu terhenti saat Tera yang sudah duduk di dalam mobil membuka kaca jendela. "Masih lama?" tanyanya sembari menjulurkan kepala ke luar kendela.

"Tidak, pulanglah sekarang. Ini sudah larut." Huanran menghampiri lalu mengusap lembut kepala putrinya. Entah kenapa ia suka sekali memperlakukan Tera bak anak kecil. Mungkin karena terlalu banyak waktu bersama putrinya yang telah hilang dan ia ingin menebusnya sekarang.

Sam mengitari mobil lalu masuk ke sisi kemudi. Huanran sempat melambaikan tangan saat mobil melaju pelan dan Tera sama melambai.

Ah, aku berhasil mempertahankan Tera untukmu dan Asiyah, Mas Ridwan. Semoga kamu masih mau memaafkanku, batin Huanran. Lagi-lagi dengan titik air yang menggenang di mata.

**

Wanita dengan kemeja putih kebesaran itu masih menunggunya. Ia merebah di atas ranjang dengan selimut setinggi dada. Jemarinya bermain-main di atas perut, gelisah. Sam bisa membaca kegelisahan itu sejak mereka sampai di apartemen. Meski demikian, Sam sangat berhati-hati untuk memulai pembicaraan sehingga ia memilih bungkam.

Usai mengenakan kaus tipis berwarna putih setelah mandi, Sam menarik selimut dan merebah di sisinya. Ia baru saja meletakkan kepala saat tiba-tiba Tera memiringkan tubuh dan menatapnya penuh harap.

"Ceritakan sekarang," todongnya cepat.

"Apanya?"

"Soal ... Bu Lianti." Tera merapatkan selimut hingga leher seolah bersiap mendengarkan dongeng.

Mendengar nama itu disebut, Sam mengembuskan napas kesal lalu memilih menarik selimut sama tinggi dan memejamkan mata.

"Sam! Aku menunggumu bicara seharian ini."

Tidak malam ini. Sam sama sekali tak ingin merusak malam ini dengan bahasan masa lalu. Ia  berpaling memunggungi Tera.

"Ayolah, jangan membuatku menduga-duga tak jelas!" Tera berusaha mendekat dengan sedikit bangkit dan melekatkan dagu di lengan Sam.

"Apa membahas masa lalu itu sebuah keharusan buatmu?" Sam menyerah. Ia memilih membalikkan badan dan meraih pinggang wanita di sisinya agar lebih dekat lagi.

"Ini penting karena Bu Lianti terus memusuhiku. Aku lelah setiap hari mendapat tatapan sinis darinya. Setidaknya ceritakan sesuatu agar aku punya alasan mengabaikannya." Tera melipat lengan untuk menyangga dagu di atas dada Sam.

"Dia ...."

Tera berdeham, menyibak rambut belakang dan mulai serius menjadi pendengar. "Dia?"

"Aku pernah menjalin hubungan khusus dengannya."

Gurat penasaran di wajah Tera menghilang berganti dengan kerutan di kening dan sesekali bibirnya membuka seolah ingin mengatakan sesuatu tetapi ragu.

"Tapi putus."

"Karena?"

"Dia menjalin hubungan dengan laki-laki lain." Sam mulai tak nyaman. Agaknya wanita dalam dekapan ini akan segera berpaling dan menjaga jarak. Namun Sam mempertahakan posisi agar Tera tak beranjak dari pelukan. "Kamu yang memintaku membongkar masa lalu."

Tera melepas pelukan Sam dan beranjak kembali merapatkan selimut. "Pantas saja dia selalu sinis padaku. Sejauh mana hubunganmu dengannya?"

"Tidak terjadi apa pun, cuma kisah roman picisan masa remaja. Enggak penting juga kalau dibahas."

"Penting untukku, Sam," desah Tera dengan nada ketus.

"Penting buat bikin kamu cemburu dan curiga lebih jelasnya. Begitu?"

"Enggak, kok!"

Sam bisa mendengar nada ketus lebih jelas meski Tera menyembunyikan setengah wajahnya di balik selimut. "Harus, ya, marahan pas besok malam aku mau berangkat liputan di Kashmir?"

Bersamaan dengan Sam yang akan mendaratkan sentuhan lembut bibirnya di kening, Tera justru mendongak, membuat kecupan kecil itu malah jatuh tepat di puncak hidung Tera.

Mata yang semula tetutup itu membelalak. Namun, saat beberapan detik manik keduanya saling berpandangan, mereka sama-sama terbius suasana. Sam merasa mendapat sinyal bahwa mereka malam ini sama-sama menginginkan. Sebelum keduanya terpisah jarak ribuan kilometer, sepertinya masa lalu bisa dianggap sebagai kerikil kecil saja. Setelah ini Sam tak bisa menjamin berapa ribu kerinduan saat mereka terpisah jarak. Ia memilih menuntaskannya malam ini, mereguk lebih dalam aroma lembut ceruk leher wanita ini demi menyimpan pertahanan bila kelak ia merindukannya saat berjauhan, Sam masih bisa mengingat perpaduan wangi vanila dan aroma femininnya.

Pun sama dengan Tera. Wanita di bawah kungkungan kedua lengan Sam itu memilih memejamkan mata saat keduanya saling memperdalam pagutan di bibir. Menyambut setiap sentuhan perlahan di balik kemeja yang dikenakan dan memilih mempererat pelukan dan membuang rasa penasaran sialan dari masa lalu laki-laki yang merajai dirinya malam ini.

Entah berapa kali keduanya saling membisikkan nama. Namun yang jelas, mereka sama-sama menginginkannya malam ini tanpa ada yang boleh mengganggu.

**

Pertama kali publish: 18-10-2020
Republish: 26-12-2024


====🥀🥀🥀====


Aku galau, Gais. Sebenarnya ada tawaran terbit cetak buat cerita ini. Tapi, ya, galau aja mau ambil kesempatan ini atau nggak.

Udah, sih, segitu aja curhatnya. 😅

Udah vote belum? Mau komentar yang ramai, ya. Biar aku semangat buat aktif di Wattpad lagi. Sebab katanya, banyak penulis Wattpad yang udah nggak aktif lagi. Iya, kah?

Semoga kita sehat selalu di mana pun berada, ya. Aamiin. 🥰🫰

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top