⿻⃕ 卍Chapter I☁︎︎.⋆

Seperti biasa aku pergi ke sekolah karena hari ini bukan tanggal merah dan mm ... sebenarnya aku agak menghindari ruang musik. Bukannya takut, tapi entah kenapa mimpi kemarin terasa begitu nyata. Lagi pula hari ini tidak ada pelajaran yang mengharuskanku pergi ke sana.

Saat ini aku, Emma, dan Hinata sedang dalam perjalanan pulang. Yap, sekolah telah usai.

"Huhh ...." Emma menghela napas.

"Hm? Ada apa, Emma?" tanyaku.

"Sebenarnya aku ingin jalan-jalan dengan Draken-kun, tapi dia bilang sedang ada urusan dengan Mikey," jawab Emma.

"Aku juga, tapi akhir-akhir ini Takemichi-kun agak sibuk dengan gengnya," kata Hina.

Draken adalah pacarnya Emma, dan Mikey adalah kakaknya Emma, lalu Takemichi adalah pacarnya Hina. Apalah aku yang jom—ralat—single ini. Tetap happy dengan yang gepeng-gepeng.

Mikey, Draken, dan Takemichi tergabung dalam sebuah geng bernama Tokyo Manji yang sering disingkat Toman. Aku tahu itu dari Kei-kun, atau yang lebih lengkapnya Baji Keisuke, dia sepupuku.

"[Name]!" Kudengar seseorang menyerukan namaku, aku pun berhenti melangkah dan menoleh ke belakang tapi ....

"[Name]-chan, ada apa? Kenapa berhenti?" tanya Hina.

Di belakang tidak ada orang yang sepertinya memanggilku, hanya ada bibi penjual sayur, paman penjaga toko buah yang sedang menyapu, dan penjual kue dengan beberapa pelanggannya. Apa aku salah dengar? Tapi rasanya aku mendengar jelas sekali tadi.

"[Name]-chan?" panggil Emma.

"Ah, gomen. Rasanya tadi ada yang memanggilku, sepertinya hanya perasaanku saja, ayo jalan," kataku. Kemudian kami melanjutkan perjalanan.

"Tadaima!" ucapku seraya membuka pintu, tapi tidak ada sahutan dari dalam, padahal biasanya Okaasan akan langsung menyambutku.

"Kaasan!" panggilku namun tetap tidak ada jawaban. Kemudian aku meletakan barang-barangku ke kamar, lalu ke dapur. Mungkin Kaasan sedang memasak makan malam.

"Kaasan!" panggilku lagi, tapi tetap tidak ada jawaban. Apa Kaasan sedang pergi? Kulihat di dapur pun tidak ada orang.

Aku berjalan ke arah kulkas, hendak mencari sesuatu yang sekiranya bisa mengenyangkan perutku. Ah, apa itu? Secarik kertas tertempel di pintu kulkas.

Kaasan sudah berangkat ke rumah nenek, mungkin akan menginap beberapa hari.
Bahan makanan masih banyak di kulkas, kalau ada apa-apa ke rumah bibi saja.

Begitu isinya. Ya ampun, aku lupa kalau hari ini Kaasan pergi ke rumah nenek. Wes, berarti rumah ini bisa kukuasai. Ngahahaha!

Tousan? Ayahku pulang pukul 8 malam, sekarang baru jam 2 siang, masih ada waktu untuk bertindak bebas. Ngahahah!

Oke, sebenarnya tidak sebebas itu. Tanggung jawab rumah jadi aku yang pegang, seperti beres-beres dan memasak. But it's okay.

"[Name]!"

Lagi-lagi aku mendengar mendengar suara. Entah kenapa rasanya aku pernah mendengar suara itu. Aku melihat ke kanan dan ke kiri, lihat becakku lari, bagaikan tak berhenti, be—oke hentikan itu!

"[Name]!"

Lagi. Ini bukan halusinasi karena terlalu sering menghalu karakter gepeng, kan?

"Kau bilang akan menemuiku, tapi kau malah pulang."

Are? Aku menemui siapa? Ha? Siapa? Mimpi lagi? Kucari sosok yang bicara, tapi tetap tidak ketemu.

"Apa kau lupa, [Name]?"

Apa? Aku lupa apa? Apa yang kulupakan?

"Kau bilang mau membantuku, [Name]."

Aku mengedipkan mataku beberapa kali, tiba-tiba pemuda yang ketemu di ruang musik ke marin muncul di hadapanku. Sejak kapan aku tidur? Kenapa mimpi ini lagi?

"Ini buka mimpi, [Name]. Kau ... akan membantuku, kan?" Wajahnya terlihat memohon padaku. Seolah hanya aku yang bisa membantunya, tapi kenapa harus aku? Aku bukan murid pintar seperti Hina, aku hanya murid biasa dengan nilai pas-pasan. Memangnya apa yang bisa kulakukan?

"Ano ... gomen, Chifuyu ...." Semoga aku tidak salah mengingat namanya. "Aku lupa, iya aku lupa. Maaf aku tidak menemuimu tadi, hari ini tugas sekolahku agak banyak jadi mm ...."

"Ah, souka. Maaf telah mengganggumu, kalau begitu aku pulang saja. Beristirahatlah, kau pasti lelah. Besok temui aku di ruang musik dan ... jangan lupa lagi." Begitu pintanya dan aku hanya membalasnya dengan anggukan kepala.

"Waktuku tidak banyak, kumohon ... bantu aku mencari tahu kejadian sebenarnya, [Name]. Aku ... belum mau mati ...," lirih Chifuyu.

Sebenarnya kasihan juga, sepertinya dia orang yang baik. Mungkin dia mengalami kecelakaan atau semacamnya. Kalau begitu tubuhnya pasti ada di rumah sakit.

"Chi—"

"Kalau kau lupa lagi, aku yang akan mendatangimu di depan teman-temanmu, [Name]."

"Heeh?!" H-hoi! Kalau aku bicara dengan makhluk halus di depan teman-temanku, aku bisa dikira gila!

"Matta ne, [Name]. Maaf merepotkanmu." Setelah mengucapkan itu, Chifuyu menghilang.

Tunggu, dia bisa bebas pergi ke mana pun? Ku kira dia hantu yang terkurung di ruang musik.

Fuhh ... lebih baik sekarang rebahan, merefresh otak sejenak sebelum mengerjakan PR.

Keesokan harinya.

"NANIII?!" Ais, benar tebakanku, Emma pasti langsung berteriak jika aku berkata, akan ke ruang musik. Dan aku hanya menutup telinga, begitu juga Hina.

Saat ini kami sedang mengobrol di kelas, tepatnya di meja paling belakang dekat jendela karena di situ tempat dudukku. Entahlah, rasanya nyaman duduk di sini. Tapi ada bangku kosong di sebelah mejaku, sudah seminggu lebih aku sekolah di sini dan bangku itu selalu kosong. Katanya sih murid yang duduk di situ sedang sakit.

"Kau mau apa, [Name]-chan? Kau lupa, hantu itu muncul saat kita mengambil powerbank tempo hari! Jangan ke sana! Bagaimana jika hantu itu memakanmu?!" teriak Emma.

"Justru kalau aku tidak ke sana, dia akan memakanku di depan kalian," kataku dan itu membuat Emma semakin histeris, padahal niatku hanya bercanda.

"Memangnya kau ada urusan apa, [Name]-chan? Apa barangmu juga ada yang ketinggalan di sana?" tanya Hina.

"Ah, tidak. Tidak ada barangku yang ketinggalan, aku hanya mau menemui seseorang di sana, katanya dia butuh bantuan."

"Butuh bantuan? Bertemu di ruang musik? Kau yakin dia manusia? Jangan-jangan dia hantu ruang musik yang sengaja memancingmu ke sana, lalu dia akan memakanmu! Huwaaa! Jangan pergi, [Name]-chan! Nanti yang ngasih hospot siapa?!"

Anak anjing, lain kali kalo minta wifi lagi tidak akan kuberi!

"Kau berlebihan, Emma," ucap Hina.

"Tenang saja, Emma. Dia belum mati, dia hanya minta bantuan padaku, mm ... iya, minta bantuan ...."

"Bantuan apa?" tanya Emma.

"Aa ... mengerjakan PR. Koro-sensei memberinya PR yang sulit, jadi dia minta bantuan padaku—"

"ITU SERVER SEBELAH, [NAME]-CHAN!" Emma memotong ucapanku.

"Y-yaa ... tidak apa-apa, Koro-sensei double job agar duitnya tambah banyak," ucapku asal.

"Kenapa dia tidak ke mari saja? Jadi kami juga bisa membantu," saran Hina. Aduh, bagaimana ini? Aku tidak mungkin bilang orang yang mau kutemui itu bukan manusia juga bukan hantu.

"Ah, itu ... dia tidak mm ... dia tidak bisa karena ...." Astaga 'karena' apa? Alasan apa yang harus kuberikan?!

"Oi, [Name]!" Huah, syukurlah ada yang memanggilku dan itu Kei-kun. Aku pun menoleh ke arah pintu. "Ibuku menitipkan ini untukmu!"

Kei-kun mengangkat sebuah kotak bekal di tangan kanannya. Wah, bibi baik sekali. Dia tahu aku tidak akan bawa bekal makan siang jika Kaasan tidak di rumah.

"Kenapa malah bengong? Cepat ambil sini!" titahnya. Huuh ... menyebalkan sekali, mentang-mentang lebih tua. Tapi walau begitu, sebenarnya dia orang yang baik sih.

"Wakatta yo! Bisa tunggu sebentar tidak?! Aku, kan, sedang mengobrol dengan Emma-chan dan Hina-chan!" protesku. Kemudian menoleh pada Emma dan Hina. "Sebentar ya," kataku. Lalu aku menghampiri Kei-kun.

"Lain kali berjalan lebih cepat, kakiku pegal tahu berdiri di pintu begini!" kata Kei-kun sembari meletakan kotak bekal itu ke atas kepalaku, lalu aku mengambilnya.

"Arigatou. Kalau pegal ya tinggal duduk saja di lantai," ucapku, tapi Kei-kun tidak membalas. Kulihat ia seperti memperhatikan bangku kosong di sebelah mejaku. Tatapannya terlihat sedih, apa dia kenal orang yang duduk di sana? "Ada apa, Kei-kun? Kau baik-baik saja?" tanyaku khawatir.

"Tidak apa, aku mau kembali ke kelas," jawab Kei-kun, kemudian ia pergi. Aku masih memperhatikan punggungnya, penasaran, sepertinya Kei-kun tahu sesuatu tentang bangku kosong itu. Ah, dia berhenti berjalan dan kembali menatapku.

"Nanti kita pulang bareng, ibuku membuat kue, dia ingin kau mencicipinya. Tidak ada penolakan!" Sial! Aku baru buka mulut, dia tahu saja aku mau protes. Setelahnya Kei-kun lanjut berjalan.

Aku pun kembali ke tempat dudukku dan mengobrol lagi dengan Emma-chan dan Hina-chan. Berharap saja mereka lupa topik tentang ruang musik.

Tap tap tap.

Aku melewati para siswa yang menuruni tangga menuju pintu keluar, sedangkan aku malah menaiki tangga. Aku ingin memastikan Chifuyu itu sebenarnya apa. Yap, aku tetap ke sini walau Emma melarangku.

Kriet

Aku membuka pintu ruang musik perlahan, melihat ke setiap ujung ruangan tidak ada siap a- siapa di sini, hanya ada alat musik yang berjejer rapi di pojok ruangan.

"C-Chifuyu!" panggilku ragu.

10 detik, dan belum terjadi apa-apa.

20 detik, masih tidak terjadi apa-apa.

Apa ... aku pulang saja? Kei-kun mungkin sedang mencariku sekarang.

"Kau sudah datang, [Name]!" Ah, itu dia. Dia muncul di hadapanku. Jadi ... ini itu nyata, ya?

"Kukira kau lupa lagi, tadinya aku mau menyeretmu di depan teman-temanmu," ucapnya lagi. Ugh ... mungkin ada bagusnya aku ke mari.

"A-haha ... iya aku datang, kali ini aku tidak lupa," kataku disertai senyum yang agak dipaksakan.

"Jadi, apa kau sudah dapat petunjuk, [Name]?" tanya Chifuyu.

"A-mm ... sebenarnya belum, tapi melihatmu yang memakai seragam sekolah ini, pasti kau juga siswa di sini. Dan jika kau belum mati, kemungkinan tubuhmu sekarang di rumah sakit, tapi aku tidak tahu tepatnya di rumah sakit mana."

"Sou, benar juga."

Drrtt! Drrtt!

Ponselku berdering, karena masih dalam monde hening, jadi ponselku hanya bergetar-getat dalam saku.

"Maaf, sepertinya ada yang menelepon," ucapku pada Chifuyu.

"Angkat saja, aku tidak akan mendengarkan." Aku sedikit menjaga jarak dari Chifuyu untuk mengangkat telepon. Setelah dilihat, ternyata yang meneleponku itu Kei-kun.

"Moshi-mo—"

"Kau di mana, [Name]? Sudah kubilang kita pulang bareng!"

"Aa ... aku masih di sekolah kok, kau di mana, Kei-kun?"

"Aku di depan kelasmu, Emma bilang kau pergi buru-buru sekali tadi. Ada apa? Apa terjadi sesuatu?"

"Tidak, tidak terjadi apa-apa. Mm ... tadi aku tidak tahan ingin ke toilet, makanya buru-buru," jawabku berbohong.

"Sou? Jadi sekarang kau di toilet?"

"Tidak, aku sudah keluar dari toilet."

"Hm? Lalu di mana?"

"Aku di ruang musik. Tunggu saja di gerbang, sebentar lagi urusanku sele—"

"Aku akan ke sana."

"Apa?! Tidak u—"

Tut tut tut ...

Telepon diakhiri secara sepihak. Oh, tidak! Kei-kun akan ke mari! Bagaimana dengan Chifuyu? Apa yang harus kukatakan padanya?

"[Name]," panggil Chifuyu dan aku menoleh ke arahnya. "Sudah selesai teleponnya?"

"Ah, iya sudah. Ano ... Chifuyu." Kali ini aku yang memanggil.

"Iya?"

"Seseorang akan datang ke mari, sepertinya dia mau menjemputku pulang, mm ... kemarin kau bisa ke rumahku, bukan? Bagaimana kalau kita bicarakan di rumahku saja?"

"Iya, aku bisa ke rumahmu. Kalau begitu aku ikut pulang denganmu."

Kriet

"[Name]?"

Njer, cepet kali datengnya. Kei-kun membuka pintu ruang musik dan melihat kami, ralat melihatku, karena dia tidak bisa melihat Chifuyu.

"Kau sedang apa di sini? Sendirian?" tanya Kei-kun.

"Tidak, tadi aku bersama temanku, dia sudah pulang duluan," jawabku berbohong. Ya masa mau jawab lagi bareng roh yang terpisah dari raganya?

"Sou, ya sudah ayo pulang."

"Okay—"

"Baji-san?"

"Eh?" Aku tidak salah dengar, kan? Chifuyu bilang, 'Baji-san'? Apa mereka saling kenal?

"Kenapa lagi, [Name]? Ada yang ketinggalan?" Sepertinya Kei-kun berkata sesuatu, tapi aku tidak menjawab, aku masih memperhatikan Chifuyu, matanya terlihat merindu.

"Baji—aakh!"

"Chifuyu!" Aku reflek menghampiri Chifuyu yang tiba-tiba terlihat kesakitan. Kenapa? Apa hantu juga bisa merasakan sakit? Ah, maksudku roh. Dia belum mati.

"Chifuyu?" Kei-kun terlihat terkejut. Ais, tentu saja! Aku lupa di sini masih ada Kei-kun, dia mungkin akan menganggapku gila karena menghampiri yang tidak terlihat.

"[Name], dari mana kau—"

Drrtt! Drrt!

Ponsel Kei-kun berdering, sepertinya ada panggilan telepon, biarlah. Tapi Chifuyu ini kenapa? Dia bukan mau mati, kan?

"Aaakh! S-sakit ...." Chifuyu semakin kesakitan, ia terduduk di lantai sambil memeluk tubuhnya sendiri, tapi kenapa? Apa karena melihat Kei-kun?

"Chifuyu, kau kenapa?" tanyaku khawatir.

"Aku tida–aagh! Sepertinya ... terjadi sesuatu dengan tubuhku ...."

"[Name]!" Aku kembali menoleh ke arah Kei-kun, dia terlihat panik serlah menemani panggilan telepon. Ya Tuhan, kali ini ada apa?

"Kita tidak jadi pulang! Aku mau ke rumah sakit, kau juga ikut!"

"Eh? T-tapi—"

"Sekarang!" Kei-kun langsung menarik tanganku dan membawaku pergi dari ruang musik. Bagaimana ini? Chifuyu masih kesakitan, kuharap dia baik-baik saja.

Hola! Hola!
Ah, gomen kalau banyak typo, nanti ku cek lagi
Btw, dah lama ga buat story pake pov 1, biasanya pake pov 3

Okay tentunya makasih buat kalian semua yang udah berkenan baca cerita ini nyaw

Jaa, matta ne

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top