⿻⃕ 卍0. Prolog☁︎︎.⋆
Namaku [Full Name], sekarang aku duduk di bangku kelas dua SMP, tapi aku murid baru di sini dan katanya sekolah baruku ini berhantu, tepatnya di ruang musik. Setiap ruangan itu kosong, alat musik yang berada di sana selalu menyenandungkan nada-nada acak.
Sekilas kupikir sepertinya hantu itu tidak bisa bermain alat musik musik dengan benar. Oh, tunggu! Bisa saja, kan, sebenarnya ada orang iseng yang sengaja membuat kegaduhan di ruang musik untuk menakut-nakuti warga sekolah. Kurang kerjaan sekali orang itu.
Oh iya, sebentar lagi waktunya istirahat. Aah, kenapa bel lama sekali berbunyi? Perutku sudah kelaparan.
Tenggg! Nenggg!
Akhirnya! Aku pun pergi ke kantin bersama teman-temanku, setelahnya kami agak bercanda sebelum pelajaran berikutnya di mulai.
Skip Time
Pelajaran telah berakhir, semua siswa-siswi yang tak berkepentingan kembali ke rumahnya masing-masing, termasuk aku.
Iya harusnya begitu, tapi aku malah balik lagi ke sekolah karena menemani temanku-Sano Emma-mengambil powerbanknya yang ketinggalan, dan apa kalian tau? Ketinggalannya di ruang musik.
Tadinya kupikir semua akan berjalan seperti biasa, tapi ...
Dug! Dug! Dug!
Jreng!
"[N-Name]-chan," panggil Emma pelan. Tiba-tiba kami mendengar suara tabuhan drum dan genjrengan gitar.
Emma menarik ujung bajuku dan menghentikan langkahnya, kemudian berkata lagi, "J-jangan-jangan itu ...." Ia menggantungkan kalimatnya seolah memintaku untuk menebak kelanjutan kalimatnya dan tentu saja aku tahu apa yang dimaksudnya, apa lagi kalau bukan rumor hantu itu.
Jreng
Treng neng
Kali ini suara gitar dan piano.
"Sut sut sut! Percayalah itu bukan hantu, mungkin itu hanya orang iseng yang kurang kerjaan, Emma," kataku berusaha menenangkan Emma, tapi seperti tidak berpengaruh.
Perlahan aku melangkahkan kaki, semakin mendekat ke pintu ruang musik dengan Emma yang semakin erat menggandeng tanganku.
Kriet
Dug!
Pintu itu kubuka sedikit hingga menimbulkan decitan kecil dan Emma semakin mengeratkan gandengannya, ia berhenti melangkah dan menahanku agar tidak membuka pintu semakin lebar.
"Daijoubu, aku di sini, Emma." Aku tetap membuka pintu dan-
"KYAAAA! AYO PERGI, [NAME]-CHAN! PIANONYA BUNYI SENDIRI!"
Emma langsung lari begitu pintu kubuka lebar. Sepertinya ia terlalu terpengaruh dengan rumor itu, padahal jelas-jelas ada orang yang memainkannya. Jangan-jangan orang ini juga pelaku kegaduhan pembuat rumor itu.
Pemuda berambut pirang dengan anting di telinga kirinya dan seragam yang sama dengan seragam sekolah kami, sudah jelas orang itu murid di sini juga. Ia menoleh ke arah kami saat aku membuka pintu, tapi sekarang ia menunduk dan kembali memainkan piano setelah melihat Emma lari.
"Oi, kau yang di sana!" ucapku sambil berjalan menghampirinya. Pemuda itu kembali menoleh padaku.
"Jangan bilang kau yang selama ini memainkan alat musik dan menyebarkan rumor aneh itu untuk menakuti para siswa di sini, iya kan?"
"Eh?"
"Tidak usah 'ah eh oh', mengakulah! Kau sudah tertangkap basah! Gara-gara kau, aku jadi ketinggalan serial drama favoritku karena Emma tidak berani ke ruangan ini sendirian!" Langsung saja aku memarahi hantu palsu di depanku ini.
Apa ia kira menakuti orang itu lelucon yang lucu? Y-yaa memang sih agak lucu, tapi tetap saja hal seperti itu tidak baik, bukan?
"K-kau bisa melihatku?" tanya pemuda itu.
"Haa? Apa maksudmu? Tentu saja aku bisa melihatmu!"
"Benarkah? Tapi a-"
"Tapi kau itu bukan manusia, begitu? Kh, jangan bercanda, aku tidak punya indra kesepuluh yang bisa melihat hantu!"
"T-tapi ... aku memang bukan manusia, a-aku juga bukan hantu."
"Eh?" Sekarang aku yang berkata 'eh'. Kalau dilihat-lihat ... sebenarnya tubuhnya agak transparan. Tidak, tidak, tidak! Aku tidak mungkin melihat hantu! Ah, apa ini halusinasi karena terlalu sering ngehalu dengan para gepeng?
Pemuda itu mendekat dan aku mundur beberapa langkah. Sekali lagi ia bertanya, "Apa kau benar-benar bisa melihatku?"
Entah kenapa wajahnya terlihat begitu berharap bahwa aku bisa melihatnya dan aku mengangguk pelan sebagai jawaban. Berbohong dan pura-pura tidak melihat itu percuma, bukan? Karena aku sudah memarahinya tadi.
"Hontou?!" tanyanya lagi dengan wajah yang berseri-seri.
"I-iya, aku ... bisa melihatmu, memangnya kenapa?"
Pemuda itu semakin berseri-seri, rasa senang dan terkejutnya tercampur aduk. "Akhirnya! Akhirnya ada yang bisa melihatku! Setelah ini aku akan bangun!"
Aku sama sekali tidak mengerti apa yang dibicarakannya. Mungkin sebaiknya aku pulang saja.
"Tunggu!" Aku baru mau berbalik dan pergi menyusul Emma, tapi dia menahan tanganku. Hei, dia bisa menyentuhku? Reflek aku pun menarik dan menjauhkan tanganku darinya.
"Kau bisa melihatku, kan?" Lagi-lagi pertanyaan itu. "Kalau begitu mm ... maukah kau membantuku?"
"Hah? Membantumu untuk apa?" tanyaku.
"Membantuku mencari tahu di mana dan kenapa aku bisa terpisah dengan tubuhku."
"Haah?" Aku semakin tidak mengerti. Terpisah dengan tubuh? Maksudnya yang di depanku ini roh atau jiwa, begitu?
"Aku bukan hantu, Shinigami bilang aku belum mati. Dia bilang, dia bosan jika membuatku mati begitu saja, jadi dia melakukan permainan denganku. Aku harus menemukan tubuhku, kenapa aku bisa seperti ini, dan siapa pelakunya dalam 49 hari. Jika aku menemukannya, Shinigami tidak jadi membawaku ke akhirat. Tapi jika aku tidak menemukannya, aku akan benar-benar mati."
Aku mendengarkan setiap perkataannya, berusaha mencerna sebenarnya apa yang terjadi denganku sekarang. Kami-sama, apa ini mimpi? Ah, iya pasti ini hanya mimpi. Tidak mungkin tiba-tiba aku bisa melihat makhluk halus seperti ini. Pasti ini karena Emma yang setiap hari selalu menceritakanku tentang rumor hantu ruang musik hingga memimpikannya. Iya, pasti begitu.
"Jika kau berpikir ini mimpi, itu salah! Kumohon bantu aku ...," lirih pemuda itu. Hei, kenapa dia tahu apa yang kupikirkan? Oh tentu saja, sepertinya di mimpi ini aku harus membantunya.
"O-okay, aku akan mmebantumu."
"Benarkah?! Sungguh? Kau tidak bohong, kan? Kau akan membantuku?"
"Iya, aku akan membantumu. Sekarang izinkan aku pulang."
"Huumn!" Dia mengangguk. "Mau kuantar?"
"Ehh? T-tidak usah, aku bisa pulang sendiri. Kau tunggu saja di sini, besok pagi aku akan datang lagi," kataku sambil sedikit merekahkan senyum di bibirku. Lucu juga hantunya.
"Wakatta! Matta ne, ano ... namamu?"
"[Full Name] desu! Namamu?"
"Souka, ore wa Matsuno Chifuyu da! Yoroshiku ne, [Last Name]-san."
"Yoroshiku, Matsuno-san," balasku.
"Aa ... j-jangan panggil begitu, langsung saja panggil namaku, Chifuyu," pintanya.
"Sou, kalau begitu kau juga harus memanggil namaku!" pintaku balik.
"Wakatta, [Name]-san."
"Ah, tidak usah pakai embel-embel 'san' segala, seharusnya kau memanggilku '[Name]-sama'."
"E? A-ano ... [Na-"
"Tidak, tidak, aku hanya bercanda. Panggil [Name] saja, Chifuyu."
Cerita kami berakhir untuk hari ini. Aku langsung pulang, tidak jadi menyusul Emma karena sepertinya dia sudah pulang duluan. Yah, tidak apa, setelah ini aku akan tidur, lalu saat bangun aku akan lupa dengan mimpi ini, bukan?
卍
Alo alo alo~
Wahh kali ini lebih ngalir dari sebelumnya, kuharap cerita kali ini akan lebih seru dari sebelumnya!
Yosh!
Ini prolognya, tunggu chapter satu dan baca sampe end okay!
Arigatou yang dah mampir
Jan lupa voment:3
Matta ne!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top