Twenty Four.
ini rikues dari, ill-conceived. Tapi kayaknya gak sesuai ekspetasinya sih, haha. Setelah dua ide lain dan ide ini ikut diantaranya, ya kupikir ini yang mendekati keinginannya. Oke sooo. Forgive me.
It's an Honour to Fight alongside You.
Sebuah teori kebutuhan mengatakan kalau manusia memiliki kebutuhan akan harga dirinya. Hal tersebut memang benar. Tak sedikit manusia yang ingin dihargai, dan mencari cara untuk dihargai dan diakui. Termasuk seorang pada Saniwa yang tengah menikmati semilir angin dingin musim gugur yang membelai kulit porselennya, membiarkan surai sewarna bumantara malam yang tergerai menari terkadang menelusuri leher dan pipi sang empu.
Namun jika ingin dihargai, ada baiknya kita harus menghargai orang lain dulu.
Itulah yang ditanamkan oleh kedua orang tuamu, bahkan ketika usiamu masih sangat belia.
Termasuk untuk para pedang.
Sejatinya, sebelum mereka termanifestasi menjadi sosok manusia, semua kesatria itu adalah katana. Berupa logam panjang nan tajam yang senantiasa dipakai untuk berperang.
Namun kau yang ditunjuk sebagai seorang penjaga dan pengawas untuk alur sejarah memiliki sebuah kekuatan khusus yang mampu menghidupkan katana menjadi seorang manusia. Mampu untuk berbicara, memiliki dua tangan dan kaki, diikuti dengan warna netra yang memikat. Dan lain sebagainya yang tidak bisa kau sebutkan satu persatu.
Mengesampingkan paras yang sempurna daripada semua kesatria itu, ada yang membuatmu terkagum-kagum pada hal lain. Sebutlah sesuatu yang membuatmu takjub itu adalah hati dan tindakan mereka untukmu. Hati mereka sangat lembut—begitu lembut hingga apabila kau salah berkata sedikit saja, maka pejuang sejarah itu merasa rapuh seperti setangkai bunga yang dirematkan kelopaknya.
Para kesatriamu memiliki hati yang begitu sensitif.
Lucu, ya? Lumrahnya kesatria memiliki jiwa yang tangguh. Yang tidak mudah hancur dengan ketidak sengajaan dalam berbicara.
Tidak tidak.
Tidak ada dari perkataan yang meluncur dari bibir ranummu itu yang menyakitkan perasaan mereka.
Namun adakalanya satu atau dua perkataanmu terlalu dipikirkan dalam-dalam oleh para kesatriamu hingga membuat mereka sedikit salah tingkah sendiri apabila melakukan sebuah kesalahan yang menurut mereka fatal di matamu.
Tindakan apapun yang mereka lakukan untukmu, kau sangat menghargainya. Bukan hanya sekedar dari ucapan yang acapkali mengatakan Terima kasih banyak, namun hal itu turut datang dari ketulusan hati seorang gadis muda yang menjadi sosok paling penting dalam benteng.
Mari beralih pada sosok kesatrianya.
Misal, Heshikiri Hasebe.
Sang kesatria yang biasa disebut sebagai Pengabdi Saniwa itu kini tengah menyendiri di dalam sebuah gazebo, di atas telaga bening pada bagian Selatan benteng dengan panorama teratai yang mekar sempurna dan ikan-ikan berenang menimbulkan gelombang kecil akibat ekor yang dihempaskan, serta hutan dengan akar menjuntang tinggi yang membuat siapa saja yang berdiam di sana merasakan sebuah ketenangan batin. Selalunya, kesatria tersebut tidak pernah merasakan hal yang disebut sebagai 'santai' saat sosoknya termanifestasi menjadi kesatria pedang.
Menjadi seseorang yang bertanggung jawab akan kelangsungan hidup, jabatan, dan harga diri untuk seorang Saniwa, membuat Hasebe menjadi sosok pekerja keras dibanding kesatria lainnya. Pada sebuah papan tulis yang dipajang dekat ruang pribadimu, biasanya dalam papan tersebut tertera tugas piket daripada masing-masing nama kesatria yang kau kehendaki. Namun saat si pemuda beriris lilac itu hendak membangunkanmu saat fajar telah membelah langit malam, namanya tidak tertulis dalam bagian tugas apapun hari ini.
"Apa yang kau lakukan di sini seorang diri?"
Anila membawa serta merta suara lembutnya menuju indera pendengaran. Begitu bening, layaknya suara air yang melewati bebatuan dasar sungai.
Detik setelahnya, Hasebe mendapati sesosok dara elok dengan yukata dan haori yang memancarkan aura sebagai seorang pemimpin. Orang nomor satu dalam benteng. Seorang gadis muda yang memiliki tanggung jawab besar akan alur sejarah, namun begitu ceroboh dalam waktu yang bersamaan.
Sang kesatria bangkit dari posisi duduknya, sedikit menunduk sebelum menjawab pertanyaan dari sang tuan,
"Oh—Aruji kah? Aku hanya duduk-duduk saja di sini."
"Hmmm..." Kau bergumam, "Aku boleh ikut duduk-duduk?"
Menurut Hasebe, semua perkataan yang keluar dari bibirmu itu merupakan sebuah perintah yang harus segera dilaksanakan tanpa membuat tuan gadisnya menunggu terlalu lama. Walau hanya sebuah jawaban sekalipun.
"Tentu!" begitu tanggapnya, "Apa Aruji ingin teh panas dan sesuatu yang manis? Aku bisa membawakannya."
Kau berterima kasih. Menundukkan sedikit kepala hingga Hasebe disambut dengan pemandangan kelopak mata yang tertutup, dan bulu mata yang panjang dan lentik milik seorang gadis yang memiliki paras anindya dengan mata bening hijau viridian cerah penuh sirat kelembutan.
Begitu memesonanya dirimu dimata semua para kesatria.
"Aku menghargai tawaranmu, kesatriaku. Namun hal tersebut tidak aku inginkan untuk saat ini." Ucapmu yang segera bergabung dengannya. Melipat kedua tangan di atas kayu dan menggunakan dagu untuk menopang kepala, kau terlihat seperti anak kecil yang tidak memiliki beban di mata Hasebe.
"Oh—Ada yang lucu kah? Kenapa Hasebe dono?"
"Ada." Sahutnya, "Jika tidak, mana mungkin aku tertawa."
Pipmu menggembung tidak terima,
"IH—Pasti Hasebe dono ingin meledekku seperti yang Tsurumaru dono dan Koryuu dono lakukan kan!? Sebel."
"Lho, sok tahu itu tidak baik." telunjuknya bergerak ke kiri dan kanan, "Aku hanya tertawa. Karena lucu saja begitu. Bayangkan, sosok gadis yang tidak tahu apa-apa, kemudian di bawa kemari dengan tanggung jawab yang tidak ringan, ceroboh, gegabah dan tidak pikir panjang itu tahu-tahu sudah diakui oleh para Dewan melalui perjuangannya selama tiga tahun ini! Luar biasa, bukan?"
Fakta yang dibeberkan oleh Hasebe seketika membuatmu menoleh ke arahnya. Sedikit terkejut sebab kesatria itu telah memberi atensinya untukmu lebih dulu.
"TUH KAN!! Pasti kalau aku duduk-duduk dengan Hasebe dono, pasti pembicaraannya itu!"
Sang kesatria tertawa,
"Kenapa memang? Lucu tahu."
"Darimananya!?"
"Dari sudut pandangku."
Tidak biasanya kau melihat Hasebe yang tertawa lepas seperti itu. Biasanya, sosok itu yang pusing akan tanggung jawabmu sebagai seorang Saniwa. Adanya perkamen yang perlu disortir, atau kembali dikaji ulang. Beberapa hal yang menyangkut benteng. Dan bahkan tidak jarang juga sebuah kejutan dari para Dewan yang diluar nalar itu membuatnya ikut pening saat kau bertanya, "Apasih yang diinginkan oleh atasan? Memecatku?"
"Tidak ya! Ringan sekali bicara begitu."
Dan biasanya, kau dan Hasebe akan sedikit berdebat akan perkara yang sama sekali bukan menjadi perhatian pada saat itu.
Kau segera beralih, memandang kolam yang memantulkan wajahmu. Iris tidak lagi memandang objek tertentu. Sembarang, kemana saja yang penting hatinya merasa tentram. Dan mungkin, kau butuh teman curhat untuk menanggapi sebuah percakapan yang sering kau lakukan dengan dirimu sendiri akhir-akhir ini.
"Emm... Aku egois tidak?"
Lirihnya suara itu membuat Hasebe harus memastikan wajah tuannya dari dekat,
"Ada apa ini? Kurasa kepalamu tidak ada bekas kebiruan sebab terbentur sesuatu."
Pukulan kecil diterima olehnya,
"Aku serius!!"
"Oh, aku kira melantur seperti biasa." Tanggapnya, "Egois dalam hal apa yang kau maksud, Aruji?"
"Yang menurut Hasebe dono saja." Jawabmu cepat, "Apa aku egois?"
Hasebe bungkam, memandang kembali pahatan wajah lain yang masih memandangnya dalam menuntut sebuah jawaban,
"Aruji ingin aku menjawab jujur?"
"Aku bisa meleburmu kapan saja jika kau berbohong."
"Hoo seram..." bisiknya, "Hmmm... Memang kuakui kalau kau sedikit egois."
"Yang mana?"
"Saking banyaknya, tidak bisa kusebut satu persatu."
"Bukankah seorang perempuan juga ingin harga dirinya dipandang oleh laki-laki?"
"Kami ini pedang," tanggapnya yang seketika membuatmu kembali sadar bahwa apa yang dikatakan oleh Hasebe ini ada benarnya, "Lagipula kau tidak perlu berbuat sejauh itu hingga nekat mengirim surat ancaman kepada pihak Dewan mengenai keberadaan benteng."
"Aku hanya tidak suka jika mereka menyinggung kesatriaku." balasmu, "Jika suatu masa tidak terkontrol sejarahnya sebab kegagalan, itu bukan salah kalian. Itu salahku yang tidak bisa menjadi seorang Saniwa yang menjalankan tugasnya dengan baik."
"Itu lagi itu lagi," bantahnya, "Apapun yang kami lakukan untukmu hanya melayanimu sebagai tuan kami. Jiwa kami terhubung denganmu dalam sebuah ikatan benang merah yang akan merajut sebuah cerita sendiri nantinya."
"Namun pikiran ini cukup mengangguku, Tuan Kesatria!" balasmu yang agak menaikkan desibel suara, "Mungkin perjalananku sebagai tuan kalian tidak akan berlangsung lama lagi—terhitung hari ini."
Iris lilac itu membulat. Memandang kaku setengah tidak percaya dengan apa yang barusan melewati gendang telinganya,
"Apa yang baru saja kau lakukan?"
Helaan napas darimu terdengar. Mengirim uap yang melayang pada pada hawa musim gugur yang cukup membuatmu menggigil,
"Akan ada kudeta yang digerakkan oleh utusan Dewan—untukku. Sebab aku terlalu sering menyelewengkan hukum yang tertulis antara seorang Saniwa dan atasan itu."
"Apa...?"
"I-Iya aku tahu ini semua salahku!! Namun aku sudah mengatakan untuk jangan menyentuh satu kesatria-pun apabila hal itu terjadi!! Aku tidak akan lari, aku tidak akan bersembunyi. Aku tidak akan meninggalkan tanggung jawabku sebagai tuan!"
"Tapi kenapa—
"Aku hanya tidak tahan dengan sistem yang mereka buat!!" tukasmu, yang kemudian memalingkan wajah. Tidak berani memandang Hasebe yang menuntut jawaban paling masuk akal atas semua yang terjadi terlalu mendadak, "Aku hanya memperjuangkan kebebasan kesatriaku."
"Kebebasan yang kami rasakan itu adalah saat berjuang bersamamu, Aruji."
Perkataan yang meluncur dari sosok itu membuatmu kembali menoleh. Seketika, sang kesatria sudah bersimpuh. Mendukkan kepala dan pandangan.
"Kami adalah pengabdimu. Jalanmu adalah jalan yang akan kami ikuti. Sebuah kehormatan besar bagi kami para kesatria pedang, untuk berjuang di sisimu hingga takdir yang akan memutuskan segalanya, Aruji."
date of update ; April 27, 2022,
by ; aoiLilac.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top