Thirty Five.
DONE YA DARLING, ill-conceived yang minta Hakusan. Awhhhhhhh.
Sweet
"Aruji sama...," panggilnya serta merta kembali membuatmu teringat bahwa sosok yang baru bergabung masih berada di dalam ruanganmu sekitar dua puluh menit berlalu.
Cicadas saling bersahutan di luar sana, menandakan musim yang tengah bergulir untuk honmaru saat ini. Iris biru memandang sekeliling ruangan seorang gadis muda yang baru saja menjadi tuannya. Tidak hanya berisi dengan perkamen dari atasan atau benda-benda lain yang mengikat tugasnya sebagai seorang Saniwa, tetapi dalam ruang luas yang terlalu besar untuk kau tempati seorang diri ini pun juga memiliki beberapa perkakas untuk menjahit.
Berbagai macam ukuran benang jahit yang tersedia dengan pilihan warna, gunting, penggaris lengkung, jarum, dan kain serta beberapa benda yang tidak pernah Hakusan tahu apa namanya. Dan yang hampir membuatnya terkejut saat pertama kali untuk berbicara padamu, di sisi kanan sebelum kakinya melangkah, sang tsurugi yakin kalau ia melihat siluet lain.
Namun saat diperhatikan dengan baik oleh kristal biru yang begitu bening yang ada di dalam matanya, itu bukan orang lain. Melainkan sebuah patung dengan model yukata ukuran orang dewasa berwarna merah tua polos dan obi hitam di pinggang. Lainnya lagi yukata siap pakai dengan warna dasar hitam yang gelap dan obi motif kotak-kotak, dan beberapa ukuran dari yang cerah hingga ramai motif bahkan ada yang mendapat selendang.
Sadar akan getaran suara yang begitu rendah menjamah telingamu, kau sedikit tertawa kecil merutuki kebodohan dirimu sendiri yang tak sadar bahwa Hakusan Yoshimitsu masih bersimpuh setelah kau mengukur panjang lengan, kaki dan lebar bahu sang kesatria menggunakan meteran yang kau gantung di leher,
"Oh—iya. Haha. Aku lupa." Tawamu dengan jumawa, "Selamat bergabung, tsurugi; Hakusan Yoshimitsu!"
Wajahnya terkesan datar saat ia meninggalkanmu seorang diri dengan berjalan mundur selagi menunduk. Terlalu formal pikirmu, sebelum kau mendengar sayup dari suara Yagen Toushiro yang menyambut kedatangan saudaranya.
"Aruji," suara lain yang begitu tenang kembali menggunggah dalam sela-sela kepenulisan laporan untuk atasan akan kehadiran anggota baru. Beberapa sosok tinggi besar segera menuruti perkataan sang tuan setelah mendapat balasan dari dalam yang mempersilakan untuk masuk.
Nenekirimaru, Tomoegata naginata, Shizuka Naginata, dan Nankaitaro Chouson sudah bersimpuh saat pasang-pasang mata itu mendapat kode tak terucap darimu untuk duduk. Hanya—ayolah. Untuk apa ada sofa apabila para kesatria masih bersimpuh jika ia menghadap sang tuan?
"Aku beli sofa untuk kalian, mengapa tidak dipakai?" ucapmu yang bangkit dari tempat semula menuju beberapa manekin yang kau kehendaki,
"Mungkin sudah menjadi kebiasaan kami sebelum sofa ini ada, tuanku." Tomoegata membalas sampai membuatmu sedikit tertawa.
"Mendekatlah," ajakmu, "Yukata kalian sudah siap."
Leisure
Teriknya sang baskara tidak menghalangi keinginan Yagen untuk mengajak saudaranya berkeliling mengenal seisi honmaru beserta punggawa-punggawa yang ada di dalamnya. Tampak sosok lain tengah berkeliling memastikan bahwa tidak ada buah yang rusak akibat hama yang tidak diinginkan. Barisan buah bundar dengan kulit kehijauan itu tampak menggiurkan mengingat buah tersebut mengandung banyak air apabila dibelah dan selanjutnya adalah tugas indra pengecap untuk merasakan manisnya.
"Hoo, semangkanya sudah hampir panen kah?" Yagen berjongkok memperhatikan serta memegang akar yang melengkung dari buahnya,
"Iya, nyan!" Nansen menjawab, "Kau penghuni barunya?" ia mengamati sosok besurai perak yang masih diam. Namun Yagen juga turut lupa akan kegiatan awalnya untuk mengenalkan sang saudara kepada penghuni benteng,
"Ah—iya. Ini saudaraku." Ujarnya mendorong sedikit punggung Hakusan, "Hakusan Yoshimitsu. Tipe tsurugi pertama di sini."
"Mohon kerja samanya." Begitu keduanya saling sapa selepas mendengar sebuah retoris dalam mengungkapkan nama.
Perjalananan kembali dilanjut, kini mengunjungi kebun sayur dan beberapa tanaman herbal yang ditanam olehmu dan beberapa kesatria. Namun Yagen menghentikan langkahnya pada kubik lahan yang terlihat kosong. Seharusnya lahan tersebut ditumbuhi oleh buah lain yang jadwal panennya sekitar sekarang-sekarang ini. Yagen pun tidak melihat atau mendengar adanya kesatria yang meminta bantuan untuk hasil panen dalam lahan kosong yang tanahnya masih tampak gempur,
"Mengapa sepi-sepi saja, ya?"
"Ada apa, Yagen?" Hakusan bertanya menyadari Yagen yang diam setelah terakhir ia berceloteh ihwal keinginan sang tuan yang memiliki rencana untuk menanam anggrek dalam lahan kosong lain,
"Ah, tidak." Suara beratnya menjamah indra pendengaran sang tsurugi, "Hanya saja—hari ini seharusnya ada panen melon. Namun aku—kita maksudku, tidak melihat adanya kesatria yang membawa-bawa buah hijau itu, kan?" ia memastikan, seolah-olah Hakusan seharusnya juga turut melihat penampakan buah-buah tersebut. Apalagi mereka juga sudah berkeliling,
"Melon?" tipisnya suara Hakusan membuat Yagen harus menajamkan pendengarannya, "Ada melon di sini?"
"Ada kok," tanggapnya, "Ayo, jalan-jalan lagi."
Sebuah gumaman tipis sampai pada telingannya dibarengi dengan genggaman yang Yagen lakukan untuk telapak tangan sang tsurugi,
"Uhm."
Leisure
"Kuniyuki!!!" Hotaru menggerakkan keseluruhan tubuh walinya, "Ada aruji berkunjung. Tidakkah kau ingin menyambutnya?"
Kau yang baru saja memberi satu mangkuk besar berisikan beberapa potong melon di dalamnya hanya mengembangkan senyum untuk beberapa punggawamu saat ini. Dibantu oleh Shokudaikiri dan Taikogane, kau juga turut mengunjungi ruangan-ruangan di mana punggawamu beristirahat. Hanya untuk memberi buah melon segar yang baru saja panen.
"Aizen di mana?" tanyamu setelah cukup melihat aksi Hotarumaru yang tak mendapat respon apapun dari Akashi,
"Aruji, maafkan Kuniyuki." Katanya, "Aizen dan beberapa tantou lain sepertinya sedang menangkap serangga di belakang gunung."
"Hooo..." balasmu paham. Seketika sengatan listrik menjalar dari tengkuk membentuk ingatan beberapa waktu lalu tentang wacana Aizen, Fudou, Hirano dan Imanotsurugi untuk menangkap serangga dengan tiga tombak yang tidak ragu untuk menemani mereka mengisi waktu senggang musim panas yang damai tanpa adanya perintah dari Dewan.
"Okelah. Itu buahnya dimakan. Kalau kurang, ambil di dapur saja."
Begitu ucapmu sebelum menghantam kepala Akashi dengan zabuton dan mengambil seribu langkah menyadari sosoknya yang mulai bangkit hendak mengejarmu.
Leisure
"Coklatnya jangan dimakanin terus!" Tsukkomi dilayangkan ke kepala seorang Yamatonokami Yasusada dari Kashuu Kiyomitsu yang tak tahan melihat rekan satu tuannya dulu tanpa henti mencaplok kepingan-kepingan coklat yang sebelumnya berupa blok yang cukup besar. Ia mengaduh dengan tawa yang tidak pudar,
"Kasar sekali!"
"Nanti gak cukup dilelehkan!" Kiyomitsu membalas, "Tuh, melonnya saja banyak!"
Sepertinya si merah agak kurang suka ketika kau memintanya untuk membantu di dapur. Berlindung dengan kalimat; "ah, nanti kuku-ku rusak dong." Sepertinya tidak cukup untuk meyakinkanmu bahwa ia tidak ingin mengerjakan tugas dapur walau hanya untuk membuat cemilan dingin seperti saat ini,
"Memangnya Aruji ingin buat apa?" si biru bertanya dan si merah hanya mengendikan bahu tak acuh saat mencuci tangannya yang lengket setelah menusukkan potongan-potongan buah melon ke sebuah stik kayu,
"Katanya es melon."
"Es melon?" Yasusada membeo, "Kok pakai stik kayu?"
"Kau tahu, Aruji kan hobi sekali mengenalkan sesuatu dari dunianya. Ya jika ini cemilan yang ia janjikan akan enak dimakan saat musim panas, mengapa tidak?"
Leisure
"Hakusan," Namazuo menyembulkan kepala dari balik shoji, di mana sang tsurugi sibuk menyisir bulu dari rubah putihnya. Iris saling beradu, Hakusan bertanya tanpa suara,
"Aruji memanggilmu."
Sang tsurugi pun tanpa pikir panjang langsung menyusuri jalan yang ia yakini sebagai jalur untuk menggapai ruangan sang tuan. Berdiri di balik shoji dengan cat emas berbubuhkan lukisan naga sebagai simbol bentengmu dari dua belas shio, Hakusan menarik napas,
"Aruji sama." Katanya, "Hakusan Yoshimitsu memenuhi panggilanmu."
Lantas ia pun menggeser shoji dan mulai memasuki ruang yang menjadi tempatmu beristirahat,
"Duduk di sofa saja, ya." Ucapmu setelah melenggang menghampiri salah satu manekin yang ada di seberang sana.
Bagi Hakusan, setiap permintaanmu adalah perintah yang harus dituruti. Maka dengan kikuk, ia duduk di atas sofa hanya mengikuti setiap tindak tandukmu dengan pergerakan mata,
"Ini yukata milikmu."
Ia menerima sodoran dari lipatan yukata beserta obinya. Warnanya gelap dan kalem, hingga ia bingung harus merespon apa dari yang sudah didapatnya,
"Kau pendiam, ya?" kekehmu geli, "Namun bagusnya, kau tidak seperti Ookurikara. Pakailah yukatamu, Hakusan. Seperti yang lain."
"Aku menerima perintahmu, Aruji sama."
"Bukan bukan," kau menyanggah, "Ini bukan perintah. Ini permohonan."
"Permohonan?"
Anggukmu menjadi jawaban untuknya sebelum Hakusan mencoba mengerti dengan permintaanmu yang baru saja ia terima. Ucapan terima kasih pun tak lupa diutarakannya sebelum keluar dari ruangan dan kau turut melakukan hal yang sama.
"Aruji sama, mengapa kau ikut keluar?"
"Aku ingin ke dapur. Nanti aku juga akan mengunjungi kamar Awataguchi."
"Itu artinya, kita akan bertemu lagi?"
"Oh—" katamu, "Apa kau tidak menyukaiku?"
"Aku tidak pernah mengatakan hal kejam pada tuanku."
"Ahaha! Aku bercanda. Pakai yukatanya, ya! Aku mau lihat nanti!"
Selepas itu, Hakusan hanya mengikuti langkah tuannya yang mulai berlari menuju dapur, dan memeluk asal Kenshin Kagemitsu yang sepertinya hendak menuju tempat yang sama denganmu dari belakang hingga tantou tempaan Osafune itu agak terkejut.
Hakusan sedikit terhibur dengan tingkah tak biasa sang tuan yang menurutnya tidak bisa diam itu. Dalam waktu yang membawanya untuk masuk ke dalam ruang paling besar dalam benteng, Hakusan sekali lagi bercermin memastikan refleksi diri sesaat setelah ia memakai yukata jahitan sang tuan.
Warna dasarnya memang gelap, tetapi terlihat bagian bawahnya agar memudar dan berakhir ke warna putih. Dengan motif yang sama seperti kimono pada pakaian tugasnya. Sosok menawan itu sendiri berdecak kagum atas pekerjaan sang tuan yang teramat detail. Seingatnya, kau pun baru melihat Hakusan menggunakan baju tempurnya saat hari pertama ia tiba. Namun kau mengingatnya, dan turut membuat motif yang sama seperti pergelangan kimononya. Sekali lagi, iris Hakusan melebar bukan karena refleksi dirinya yang terpantul dari cermin. Melainkan karena yukata yang kau buat,
"Hoaa! Apakah itu Jenderal?"
Suara Atsushi menggema dari bilik lain. Diikuti suara-suara saudaranya yang menyambut kehadiran sang tuan dan suara Ichigo yang mengatakan kalau semuanya akan kebagian. Entah apa yang dibawa oleh sang tuan saat itu, yang pasti sudah waktunya bagi Hakusan untuk bergabung dengan saudara-saudaranya menyambut kedatangan sang tuan,
"Uwaah. Hakusan, indah sekali!" Midare pertama kali memuji.
Sang tsurugi hanya memahat senyum tipis begitu mendengarnya. Namun iris birunya teralihkan oleh stik yang dipegang oleh Midare. Apa itu—jika Hakusan ingin bertanya. Sesuatu yang dipotong kotak, dengan warna kecoklatan yang menutupinya. Tapi itu apa?
"Hakusan, kemari nak."
Ajakmu menepuk permukaan tatami yang masih kosong. Rasanya, ruangan ini seketika menjadi lebih hangat saat saudara-saudaranya berkumpul dan saling tertawa bahkan mengejek sebab satu atau dua hal,
"Ini enak,"
Begitu ucapmu setelah menerima pertanyaan darinya mengenai beberapa stik yang kau bawa dalam sebuah kotak yang terlihat dingin.
Ia mengambil satu stik, di mana ada buah yang terbalut oleh lelehan coklat yang sudah solid. Lantas ia bertanya sekali lagi dengan kalimat yang tidak berubah dari sebelumnya,
"Ini apa, Aruji sama?"
"Es melon."
"Melon?" bola matanya melebar, "Aku suka melon."
"Oh, benarkah? Akan kuingat." Janjimu setelah menepuk pelan pundaknya dan undur dari dari kamar Awataguchi. Terlihat anak-anak masih menahanmu, dan ingin rasanya kau tinggal lebih lama. Namun hal tersebut sepertinya tidak akan bisa dilakukan sebab beberapa perintah dari atasan telah kau terima. Menuju Village of Treasures berikutnya yang diadakan dua hari lagi.
"Kalau ingin lagi, di lemari es ambil saja, ya. Ingat, jangan terlalu banyak juga. Perbanyak minum air putih."
Mereka menyahut kompak, "Baik. Terima kasih banyak, Aruji!"
Butuh beberapa waktu sampai Hakusan sadar kalau kau sudah melenggang. Ia masih terpaku pada kudapan yang di dapatnya. Tampak beku dan sepertinya menggiurkan mengingat para saudaranya terus-terusan berkata 'enak' atau 'segar' indikasi rasa yang didapat.
Tangannya bergerak, membawa kudapan beku itu menuju bibir kecilnya. Seketika rona samar menghias pipi saat ia menggigit dan merasakan manis serta sedikit pahit dari buah beku dan coklat dalam waktu yang bersamaan. Coklatnya meleleh, tetapi gigitan dari buah melon masih tertinggal di dalam mulutnya. Meninggalkan sebuah rasa yang cukup ia sukai dalam wujud manusianya,
"Manis."
date of update; August 26, 2022,
by; aoiLilac.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top