Fourteen.

The Overseer and the Guardian

Beberapa waktu yang lalu, sang Saniwa rela menginap demi mendapatkan satu pedang yang katanya musti dijemput. Awalnya, kau tidak tahu siapa dan bagaimana rupa pedang itu sebelumnya. Sampai saatnya kau melihat sosok yang masih menyembunyikan wajahnya. Setampan apa dia sampai menyembunyikan wajahnya? Ah-itu bukan masalah.

Hingga tudungnya terbuka, kau terkesima dengan mata biru serta surai silvernya. Mata biru yang dimiliki pedang baru itu sangat indah, bagai laut yang membuatmu tenggelam saat menatapnya, terlalu menawan jika dilewatkan begitu saja,

"Mirip Yamanbagiri."

"Aku memang Yamanbagiri."



Dan suasana rusak.

Oke, itu beberapa waktu yang lalu. Dan saat ini, kau tengah melihatnya di kebun sayur dengan Hizen Tadahiro. Ngaco memang, namun kau senang mendengar gerutuan mereka yang sama sekali tidak suka berkebun, malah kau minta untuk melakukannya.

Ah, kenapa seru sekali mengerjai kesatria-kesatria ini?

"Jenderal?" suara baritonnya menyadarkanmu dari aktivitas cengangas cengeges sendiri,

"aaaa-Yagen san. Kenapa?"

"Aku ada permintaan."

Seketika, kau langsung bangkit dari pendopo dipinggir sawah, sedikit membenahi pakaian miko lalu mengikuti langkah Yagen yang sebelumnya kau arahkan untuk menuju ruanganmu,

"Aku mau melakukan perjalanan itu, namun aku bingung.."

"Bingung apa?" balasmu ketika sudah menuangkan teh hijau digelas kosongnya. Yagen menatap lamat-lamat pada cairan berwarna hijau yang memantulkan raut wajah cemasnya,

"Jika saja... jika saja kami berhasil membawa Hakusan, aku bisa meninggalkan jenderal dengan tidak gusar."

Kau mengangguk paham. Kemudian memilih duduk berhadapan dengan salah satu kesatriamu yang bisa dibilang sebagai penanggung jawab dibidang medisnya Citadel,

"Kau tidak ingat? Kakak tertua kalian jatuh sakit karena terus me-forsir dirinya untuk mendapatkan sang Tsurugi." Dibalik lensa kacamata kotaknya, ia menatapmu cemas. Kau masih setia pada wajah'semua akan baik-baik saja.'

"Yagen san, kau juga sudah mengajariku beberapa hal dasar penanganan pertama dan beberapa bahan untuk obat. Semoga saat kau pergi, tidak ada hal yang menegangkan di benteng ini."

Yagen menegangkan kepala seolah tidak percaya apa yang ia dengar barusan,

"J-jadi.. aku bisa....?"

Kau mengangguk, tanganmu mengulurkan kearah pintu keluar dengan senyum yang tidak dipudarkan,

"Tidak ada yang melarangmu, Yagen san."

Yagen bergeming dalam ingatan yang terputar, dia sendiri juga memastikan bahwa tuannya ini bisa menangani kesatria miliknya. Kemudian kakinya berdiri, membuat meja ikut bergeser dan menciptakan percikan dari teh hijau yang tersaji,

"Terima kasih, Jenderal!"

Mungkin cukup sudah semua daftar yang Yagen berikan untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dibenteng, disaksikan oleh langit musim panas yang menyengat, kau melambaikan tangan pada pusaran bunga sakura yang membawa Yagen pergi.

Kau bergumam sebelum berbalik dari sana, namun bunyi burung elang mengalihkan atensi. Kau kembali berbalik serta mengangkat lenganmu sebagai tempat bertenggernya sang burung. Burung itu milik benteng ini, sebagai alat komunikasi dengan para Dewan. Omong-omong tentang para Dewan, manik viridian milikmu menangkap sebuah gulungan yang ada pada punggung sang elang.

Kau memutuskan membaca surat dari Dewan di engawa,

Saat itu, Horikawa bersama Izuminokami yang sedang membawa keranjang cucian di tangan masing-masing memutuskan untuk duduk sebentar di sisimu. Ada sesuatu yang menarik perhatian sang uchigatana bersurai panjang itu,

"Hooo, burung ini terlihat gagah." Izuminokami lansung mengulurkan lengannya, untuk menyambut sang burung yang tengah bertengger dipangkuan sang tuan,

"Aruji san, apa permintaan para dewan kali ini?"

Kau menggembungkan pipi,

"Ah.. hanya ekspedisi saja, Horikawa san."

Pemuda tanggung itu mengangguk paham dengan senyuman imutnya, kau mengulurkan tangan untuk menepuk kepala Horikawa beberapa saat sebelum beralih pada sang partner-Izuminokami Kanesada yang tengah mengelus elang dengan jarinya,

"Izuminokami san, kau masih mau bermain dengannya?

Pemuda jangkung nan kece itu menoleh kearahmu, "wah. Ingin sih, namun kami sedang membantu Nosada.."

"Ah sayang sekali..." kau membalas, "jadi apa boleh kuambil?"

"Oh, ya tentu Aruji."

Bibir membentuk lengkungan simpul, dengan mengeluarkan panggilan 'Kaze', sang elang langsung mengepak sayapnya, dan bertengger pada lenganmu. Izuminokami terlihat takjub. Sementara partnernya sudah kembali memengang keranjang berisi cucian bersih,

"Eh iya Horikawa san, lihat Yamanbagiri san tidak?"

"Saudaraku sepertinya dikamar.. mengingat ia tidak ada tugas apapun hari ini."

"Aaahh.." ingatmu pada Yamanbagiri yang itu, "iya ya. Dia menganggur ya. Oke, Terima kasih Horikawa san, Izuminokami san. Aku tinggal." Pamitmu sambil membungkuk meninggalkan dua kesatria yang kau ibaratkan sebagai surat dan perangkonya.

Angin yang bersekutu dengan hawa panas berhembus, menerbangkan rambut hitam panjang sang tuan yang meliuk indah dengan aroma buah peach segar,

"Oi Kunihiro."

Panggilan sang partner membuatnya menoleh, "Iya, Kane san?"

Izumnokami beralih mengambil keranjang cuciannya lalu mulai berjalan beriringan dengan Horikawa, "Apa aku saja yang berpikir kalau tuan perempuan kita itu keren, ya?"

Horikawa tertawa mendengar pernyataan yang telontar dari sang partner.

Telapak kaki kembali mencumbu sang lantai kayu sesudah mengikat kaki Kaze yang bertengger dan memberinya makan dengan daging yang telah dipotong dadu sebelumnya. Melangkah dan melangkah ditemani suara kayu yang berderit pada setiap langkah tertentu,

"Hoho, Aruji mau kemana?"

Sosok yang pertama kali menyadari suara lantai kayu yang sedikit menimbulkan bunyi itu menoleh. Kakek biru dan seekor atau seorang burung bul-bul yang tengah bergosip di beranda,

"Aruji, mau gabung?"

Bergabung menikmati kesunyian nan damai dengan sesekali angin lembut menggiring suara lonceng yang menimbulkan bunyi gemericing disalah satu indera, minum teh panas dan menghabiskan cemilan manis yang tertata atas piring-sambil merendam kaki dalam bak kayu berisikan air dingin,

"Ih seru! Nanti aku gabung ya, habis urusan ekspedisi ini." sahut sang gadis tuannya pada dua orang tachi yang selalunya nampak santai itu,

Uguisumaru mengangguk tenang,

"Ditunggu."

Angin musim panas memang luar biasa, kau hanya berjalan namun rasanya tubuh sudah dibasahi oleh keringat, apalagi dibalik baju miko ini.. mungkin setelah ini kau hanya memakai kaus biasa dan rok sebatas lutut,

Sampai pada ambang pintu ruangan yang kau tuju, kepalamu sedikit dimiringkan untuk melihat isi ruangan, apakah ada orang didalamnya? Saat manik viridianmu bertemu dengan peridotnya, Yamanbagiri dengan santai meyendok es serut ke dalam mulut,

"Masuklah.." ia berdiri dari bantal duduknya, dan mempersilakanmu duduk di atasnya. Kebiasaan para kesatria jika kau memasuki ruangan mereka, mereka akan mempersilakan kau duduk di atas zabuton yang mereka duduki sebelumnya dan memilih duduk berhadapan denganmu di sisi lain,

"Mau es serut?"

"A-aku mengganggu acara makan es serut, ya?"

Guratan di wajahnya menampakkan bahwa ia tidak paham apa maksud perkataanmu, sebelum akhirnya kau menunjukkan kertas lipat yang bertuliskan nama-nama kesatria yang ingin kau kirim ekspedisi,

"Oh.. tidak apa sih, lagian aku menganggur juga. Tunggu, aku salin pakaian. Habiskan ini." Yamanbagiri Kunihiro mendorong semangkuk es serut yang isinya baru dimakan belum ada setengahnya. Tanpa sadar, kau ikut menyambar es yang sepertinya akan menarik apabila menari-nari dalam mulut. Es serut dengan rasa sederhana madu dengan perasan jeruk lemon itu memberikan sensasi manis asam begitu mereka meleleh bertemu suhu hangat di dalam mulut,

"Ih enak! Kau buat sendiri?"

"Benarkah?" dari shoji lain, kau mendengar suara beratnya, "syukurlah jika kau suka. Iya, aku iseng buat sendiri."

Tidak lama setelah itu, kau melihat Yamanbagiri yang sudah siap dan rapih. Tidak ada lagi tudung lusuh saat ia bertarung. Tampilannya lebih gagah dengan ikat kepala merah yang membakar semangat. Yamanbagiri Kunihiro sudah berbeda.

"kenapa?" suaranya menyadarkanmu dari lamunan saat manik kalian saling bertemu,

"Ah tidak.. kau nampak gagah." sahutmu jujur saat sibuk melihat pahatan indah dari seorang Yamanbagiri Kunihiro.

Aaahh, manis sekali melihat semburatnya. Inilah salah satu alasan kenapa kau sering menggoda para kesatriamu sendiri.. pasti ada saja yang salah tingkah,

"Esnya tidak ditinggal saja?"

"Tanggung."

Kebetulan yang mengejutkan, Yamanbagiri yang satu lagi sudah kembali dari tugas berkebunnya. Berpapasan denganmu dan Yamanbagiri pirang. Saat sekilas kau memberikan senyum pada manik birunya yang damai, ia tidak merespon apapun kecuali memberi tatapan menyerong. Mengirimkan sengatan listrik pada tengkuk yang menjalar keseluruh tubuh.

Kenapa?

Angin berhembus seolah bersekutu dengan kejadian ini. Harusnya angin yang terasa itu akan panas, namun saat Yamanbagiri Chougi melewati kalian dengan aroma keringat yang khas bercampur bau matahari langsung terendus, kau malah merasa sesuatu yang dingin melewatimu begitu saja. Yamanbagiri Kunihiro menyadari hal itu kemudian menepuk pucuk kepalamu. Tidak ada yang salah, namun kenapa langkahnya seolah mengirimkan aura tekanan pada lantai kayu yang ia pijak?

-kenapa, Chougi san...

"Tunggu disini, biar aku yang panggil sisanya." ucap si pirang padamu. Kau diminta menunggu saja dengan seorang kakek biru, saat kau bertanya di mana burung bul-bul hijau padanya, sang tenka goken menyahut dengan santai bahwa ia menemani adik Ichigo di bawah pohon mannenzakura mencari daun dewa berkelopak empat,

Saat kaki ikut masuk di mana kaki Mikazuki turut di dalamnya, hal pertama yang kau rasakan adalah dingin. Rasa dingin itu menjalar dari ujung kaki hingga ujung kepala, membuat kakimu yang sudah basah kembali di angkat karena sedikit menggigil. Tidak, ini bukan salah airnya, namun memorimu tersengat pada sesuatu yang barusan terjadi. Orang tua di sampingmu mempunyai insting yang cukup tajam, sehingga dengan sekali gestur, ia bisa tahu ada sesuatu yang mengganjal dalam benakmu,

"Ada yang megganggumu?"

Dia mulai bertanya, membuatmu tertuju pada sang empunya suara. Menatapmu dengan manik hetero-sebagai salah satu hal yang ingin kau miliki dari para kesatriamu sendiri-itu dengan lembut,

"Uh.. um ba-bagaimana ya?"

Kau mulai bercerita tentang apa yang barusan terjadi, sampai es serut mulai membentuk cairan dan menggenangi mangkuk keramik sewarna langit musim panas yang kau pegang,

"Se-sepertinya dia marah padaku.."

Si kakek mengangguk, baru ia ingin mengatakan sesuatu, seseorang menyapa kalian dengan semangat,

"Yoo Mikazuki, Aruji!" sapa sosok lain yang tak kalah silaunya, Shishio.

"Wahh.. sudah siap, oke, sekalian biar aku yang antar."

Kau bangun dan meninggalkan mangkuk dan kakek biru sebentar,

"Jiijii sama, jangan kemana-mana."

Kakek biru itu tesenyum mengangguk, melihatmu pergi dengan beberapa kesatria yang ditunjuk,

"Urashima Kotetsu san."

"Ehehehe, oke!" sahutnya semangat, karena hobi ekspedisi,

"Kotegiri Gou san."

"Baik!" sahut Kotegiri, wakizashi yang sering menjadi partner duetmu,

"Shishio san."

"YA!" selalu semangat,

"Kousetsu Samonji sama."

Tachi itu mengangguk paham dengan tidak memutus untaian kalimat sutera yang ia bisikkan dari mulut,

"Lalu kaptennya,--kau beralih pada si pirang, "Yamanbagiri Kunihiro."

Ia mengangguk lalu tim segera bergegas menjalani ekspedisi selama dua hari.
Kembali, kau akan menemui Mikazuki-sang orang tua yang sering kau ajak bicara jika hati dilanda gundah gulana dunia saat bingung harus menghadapi kesatrianya,

"Yah... tidak ada yang salah. Namun, mungkin Chougi hanya merasa dalam hatinya bahwa kau sering memilih duplikatnya ketibang dia sendiri.."

"Kenapa ia tidak terus terang saja..."

"Mungkin itu masalahnya.."

Kau mengernyit tidak paham atas pernyataan si kakek biru, "Chougi tidak ingin kau sebagai Saniwa merasa bersalah hanya dengan sudut pandang yang ia nilai. Coba bicara dengannya, aku sering melihatmu menggodanya, kurasa itu bukan hal yang sulit bagimu.."

Kau bergeming,

"T-tapi Chougi san seharusnya tahu.. kalau aku tidak pernah membedakannya."

"Tanpa kau sadari, kau menemukan titik permasalahannya."

Hembusan angin musim panas menerpa kulit wajahmu, membunyikan lagi lonceng dengan riuh. Manikmu melebar seketika saat mengingat lagi perkataan yang mungkin membuat sang utama sakit hati,

"A-aku pernah bilang.. bahwa Yamanbagiri Kunihiro san dan Yamanbagiri Chougi san itu sama. Dan tidak ada bedanya."

Mikazuki yang dari tadi hanya mengadu pada langit cerah musim panas itu kemudian tertawa jenaka seolah meledek,

"Ah hahahaha.. ada baiknya kau minta maaf pada Chougi."

Leisure

Akhir-akhir ini, pedang tempaan Gou sering menempel denganmu. Katanya jika mereka dekat dengan mu saat hawa mulai, mendingin hangatnya akan terasa, lalu kau bingung. Apakah mereka menyamakanmu dengan perapian? Satu persatu mereka akan berada di sisimu saat kau mengadu pada langit penuh bintang saat beranda mulai sepi,

"Sebentar.. aku menunggu tim dua."

"Tim dua?" tanya Matsui,

"Oh.. yang kaptennya Yamanbagiri?" sambung Buzen,

"Chougi... san." koreksi Kotegiri sambil membetulkan kacamatanya,

Kuwana mulai melepas topi lalu mengacak surai gelapnya, walau tidak sampai memperlihatkan kedua netra kepunyaannya,

"Memang.. apa bedanya...?" seperti biasa, nada bicara Kuwana terkesan santai.

Para Gou saling tukar pandang, kemudian  memutuskan untuk duduk di bawahmu. Dengan beralaskan rumput, mereka mendongah pada satu-satunya perempuan muda yang memandang balik mereka berempat satu persatu, seperti sekumpulan anak-anak yang menunggu sang pendongeng untuk membacakan ceritanya.

Matsui mulai membuka mulut, "Kudengar, Yamanbagiri yang ini dari sekolah tempaan Osafune?"

Kuwana menyimak sambil menaruh telunjuk di dagu, gestur umum seseorang saat tengah berpikir, "sama seperti Shokudaikiri, begitu? Namun kulihat, Shoukudaikiri begitu terbuka pada Kunihiro."

"Shokudaikiri san terbuka dengan siapa saja kok." paparmu kemudian, "ini karena aku yang salah bicara. Aku bilang bahwa Yamanbagiri Kunihiro san dan Yamanbagiri Chougi san itu sama dan tidak ada bedanya."

"Hmmm.." kini Buzen bergumam sambil menutup mata, ia mengangguk, "Yah pantas saja sih, Yamanbagiri Osafune itu manyun. Jelas saja ia tidak menyukai duplikatnya, namun kau bilang bahwa mereka sama."

Kini Kotegiri yang dari tadi menyimak, ikut merapatkan kaki dan mengangkat kedua bahunya,

"Iya benar ya, perasannya mungkin agak tersayat. Sama seperti Kuwana san yang tidak disukai oleh pedang-pedang Toyotomi."

"Tapi aku tidak masalah kok."

Kau hanya tertawa kecil melihat mereka saling bertukar argumen. Mengangguk dan tertawa adalah caramu menimpali mereka,

"Sudah.. aku sudah minta maaf pada Chougi san." sahutmu kala Matsui bertanya apa kelanjutannya,

Buzen menarik poninya,

"Lalu Osafune itu?"

Kau menghela napas dengan senyum yang mau tak mau mengingat ekspresi Chougi yang mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dimaafkan. Namun air mukanya kecewa.

Hingga lumayan lama kalian saling mengisi malam sampai satu persatu ruangan yang diisi kesatria mulai gelap, pikiran dan perasaanmu mulai merasakan sesuatu yang sakit-bahkan sebelum para Gou menemani malammu. Mesin waktu yang berada tak jauh dari tempat kalian menikmati malam itu menyala dan menerbangkan kelopak sakura.

Keempat Gou memutar badannya bermaksud untuk menyambut tim yang pulang, namun niat itu seketika berubah saat melihat satu kesatria yang sedang dipapah oleh wakil kapten,

"Tolong Aruji, rawat Chougi. Dia yang lebih membutuhkan perawatan segera!" Hachisuka, kesatria dengan baju tempur yang silau itu memandangmu.

Saat Matsui menerima Chougi dibahunya, manikmu melebar. Napasnya tersenggal dengan wajah pucat. Jubah abunya tidak lagi tersampir dibahu. Sarung tangan hitam tidak lagi menyembunyikan tangan seputih susunya,

"Ta-tapi kalian bagaimana?"

"Tidak apa. Urus Chougi san segera, Jenderal!" Shinano menimpali,

Tanpa ba-bi-bu lagi, kau mengangguk dan sedikit berlari ke ruangan yang di tempati Chougi. Menggelar futon dan meminta Matsui untuk membaringkan Chougi di atasnya. Ketika kau merobek kemejanya yang sudah compang-camping itu, luka dipunggung menganga lebar dan tidak berhenti mengeluarkan darah, kau menelan saliva berat dengan lupa cara bernapas, 

"Apa kalian keberatan jika kumintai tolong?"

Keempat kesatria itu menggeleng cepat,

"Keluarkan arahanmu dengan cepat, Aruji!" ucap Buzen,

Harus tenang adalah kalimat pertama yang kau ingat dari Yagen saat ada kesatria yang terluka ringan sampai berat. Dalam keadaan genting ini kau harus berpikir cepat,

"Kotegiri san tolong ambil beberapa kain tebal yang bersih, minta ke Kasen san. Matsui san, tolong ambil batu es, masukkan dalam wadah lalu beri air dingin. Buzen san, tolong ambilkan air bersih dan Kuwana san tolong ambilkan wadah kosong ya. Cepat dan jangan ribut."

Gou bersaudara mengangguk lalu melesat dengan cepat dan tenang seperti bayangan. Dalam pelukanmu, Chougi mengatur napas dan kau tidak berhenti menggenggam tangannya,

"Kau dengar aku Chougi san- ucapan yang keluar sedikit menggertak karena keadaan.

Tidak ada jawaban, hanya napas tersenggal dan suara parau yang kau dapatkan. Keringat dingin mulai membasahi pelipis sang kesatria, kau mengapusnya dengan punggung tanganmu. Keempat pedang tadi sudah kembali dan kau mulai untuk menghentikan pendarahan hebat itu. Tidak peduli yukatmu ikut terlumuri darahnya, yang penting adalah Chougi-nya.

Hal pertama yang kau lakukan adalah merendam kain lalu memerasnya sampai agak kering lalu menekannya tepat di atas luka yang terbelek cukup dalam.

-dalam sekali.. pantas saja aku merasakan sakitnya,

Darah merembes di atas futon. Kau tidak mengalau rematan kuat tangannya yang mulai mendingin.

Ketiga kain pertama sudah berwarna merah, kain keempat yang kau minta pada Buzen untuk merendamnya di air dingin dan es batunya, kini tengah kau peras. Dan langsung ditempelkan pada lukanya,

Ketika luka di tekan, Yamanbagiri Chougi mengerang tertahan karena rasa dingin yang masuk pada luka yang terbuka lebar. Keringat mulai membasahi pelipismu, namun Kuwana mencegah keringat itu melewati matamu dengan telapak tangannya. Matsui masih bergeming, kau tidak sadar bahwa dari tadi kesatria yang berperawakan macam vampir itu memperhatikan sikap tenangmu. Padahal kau sendiri sudah stres sejak pertama melihat Chougi dalam keadaan terburuknya.

"A-Aru- dia berusaha memanggilmu dengan napas yang terpotong-potong,

"Iya- sahutmu di tengah perawatannya, -iya aku disini.. kau akan baik-baik saja.. kau akan selalu disini bersama kami. Bersamaku, Chougi san." Kalimat itu keluar untuk menenangkan si silver. Rematannya perlahan melemah, dalam pandangan yang kian mengabur ia melihat sosok lain memasuki kamarnya. Ingin rasanya mempertegas siapa yang masuk, namun kelopak mata terpaksa menutup.

Kesadaran Yamanbagiri Chougi menghilang dalam pelukan tuan perempuannya.

"Bagaimana, Aruji?"

Yamanbagiri yang lain memastikan bahwa semua sudah baik-baik saja. Dalam heningnya keadaan serta atmosfir yang kian mendingin, kau menghela napas penat dan mengangguk,

"Chougi san pingsan saat ini." kau memeriksa lagi denyut nadi kesatriamu itu, "pendarahannya juga sudah berhenti. Namun Chougi san kehilangan banyak sekali darah." jawabmu yang beralih pada sisi futon yang sudah berwarna merah.

Kemudian kau beralih pada keempat Gou yang memandangmu takjub, Buzen membuka mulut, berbicara dengan nada yang membanggakan sambil mengacak surai hitammu,

"Kita punya tabib hebat disini."

Senyum terlukis di wajah penatmu, sampai Yamanbagiri pergi lagi untuk mengambil antiseptik. Dan Kuwana membuang air dingin yang mulai tercemari darah dari kain yang digunakan tadi,

"Terima kasih sudah membantuku. Tidurlah. Kalian harus menyelami waktu besok." titahmu pada mereka berempat,

"Aruji sama bagaimana?" Kotegiri memastikanmu.

Sekali lagi, kau memandang wajah Chougi yang pucat pasi bagai kapur dengan bibir kering yang memutih tengah'tertidur' dalam pelukanmu. Dengan napas yang bergetar menahan rasa ngilu yang hebat. Tangannya masih memegang tanganmu, seakan tidak mau ditinggalkan walau ia tertidur.

"Aruji tidak bisa meninggalkan honka kun saat ini." Yamanbagiri kembali dengan antiseptik di tangannya, lalu duduk di sisimu, "seperti katanya kalian tidurlah, biar aku yang disini." Atensimu tertuju pada suara berat miliknya, ia masih setia dengan wajah watadosnya namun saat kau lihat lagi peridot miliknya, ada ketulusan yang kau rasakan.

Dia ingin membantu sang utama bagaimana pun caranya.

"Yah baiklah." erang Buzen,

"Jika ada apa-apa jangan segan memberitahu kami, Aruji." sambung pedang yang ahli dalam urusan perkebunan.

Kau mengangguk dan tersenyum sambil mengikat pada bagian luka setelah diberi antiseptik oleh Yamanbagiri Kunihiro.

Gou kembali ke kamarnya, hanya ada kau dan dua Yamanbagiri. Yamanbagiri pirang dengan yukatanya mulai menggeser shoji-namun tidak rapat. Ia menggunakan punggungnya untuk tempatmu bersandar,

"Tidak keberatan bukan jika kau tertidur di punggungku, Aruji?

Leisure

"Payah." Nansen Ichimonji dengan jersey abu-abunya datang setelah ruangan dimana Chougi menempatinya sudah mulai sepi setelah kawanan Gou datang. Chougi tersenyum miring sambil menghembuskan napasnya.. yah, untuk kali ini, ia mengaku kalau ia payah. Chougi sendiri sudah melihat futon yang dibakar Kasen pagi ini. Dengan darah yang hampir memenuhi bagian tengah hingga ke pinggir. Lebarnya warna merah itu membuat Chougi merasakan ngilu kembali di bagian belakangnya. Memorinya terputar saat malam dimana ia lengah, dan sebilah naginata musuh menyerangnya.

"Cepat sehat dan kita akan bertemu di dojo.. nyan!" tangan si kucing membentuk kepalan dan meninju pelan dada Yamanbagiri silver. Nansen bangkit dari duduknya dan melenggang pergi begitu saja, meninggalkan Chougi yang mengikutinya dengan mata.

Saat menarik napas dan membuangnya, rasa sakit dipunggung akan terasa. Seolah angin memaksa masuk pada luka yang sudah dibalut dengan kain bersih oleh tuannya. Baru ingin ia menutup mata, bermaksud mencuri waktu untuk tidur pada bantal yang di sandarkan, ia mendengar langkah kaki memasuki ruangannya yang tidak tertutup.

Erangan tak sengaja keluar saat ia memperlihatkan kembali manik birunya. Yamanbagiri Kunihiro sudah duduk manis di depannya,

"Aruji hampir tidak pernah meninggalkanmu."

Uchigatana tempaan Horikawa itu memang tidak pernah dilebihkan atau dikurangkan saat bicara. Nada bicaranya memang seperti orang menggertak, tapi si silver tahu jika sosok duplikatnya ini tidak pernah bermaksud jahat atau bahkan cari masalah dengannya,

"Dengan punggungmu, kan?"

Peridotnya mengendar, seolah bilang'iya' dalam sekali lirik,

"Kau bertahan, dan itu hebat. Jika aku yang ada pada posisimu malam itu, mungkin aku yang duplikat ini sudah patah."

"Omong kosong." Chougi menggertakan giginya, seolah menahan sesuatu yang mulai sakit di belakang,

Yamanbagiri Kunihiro mengernyit, dan mencari wajah dari sosok refleksinya. Tidak mengerti maksud sang utama,

"Kau sudah berada disini, sejak awal-jauh sebelum aku datang." paparnya, "jadi aku tidak akan kalah dengan duplikatku sendiri."

Yamanbagiri mendecih namun kemudian tertawa kecil. Ia paham bahwa itu bukan sindiran untuknya, melainkan sebuah keharusan, sebuah kekuatan yang memang harus dimiliki oleh sesuatu yang bersifat'asli'. Yamanbagiri mengangguk dan bangkit berniat melenggang pergi,

"Kunihiro."

Yamanbagiri tidak salah dengar. Chougi memanggilnya dengan sebutan Kunihiro, nama yang disematkan padanya. Saat menoleh, ia menemukan sang utama tengah mendukkan sedikit- sedikit saja kepala padanya,

"Terima kasih."

Di sisi yang berlawanan, sang tuan membawa lagi kain bersih dengan sebuah wadah dan antiseptik di atas sebuah nampan serta segelas jus dari buah bit, untuk membantu membentuk hemoglobin darah. Rasanya baru sebentar meninggalkan Chougi ke Yorozuya bersama Gotou dan Hochou. Namun sepertinya, kau tidak ingin berlama-lama meninggalkan kesatria yang masih belum rampung kekuatannya itu,

"Halo Chougi san.. bagaimana keadaanmu?"

Tanpa ba-bi-bu, sang tuan langsung mendekap lagi tubuh si kesatria. Membuka ikatan kain yang semestinya harus diganti setiap dua jam sekali. Ia memberikan senyumnya, tidak ada yang bisa dilakukan selain merasakan tangan halus milik sang tuan yang tidak sengaja bertemu kulit lain yang tidak terluka. Ia menaruh dagunya di bahumu, hingga tanpa sengaja beberapa kali bibirnya menyentuh kulit pipi sang tuan. Inderanya yang lain mencium aroma lembut tuannya, aroma bunga matahari yang hangat sambil menimpali obrolan ringan darimu.

Chougi kemudian tahu... perempuan ini bawel.

"Chougi san." kau memulai lagi percakapan untuk mata biru yang selalunya damai. Namun saat ini, mata itu terlihat sayu dengan gestur lemah dari sang empu. Namun sekali lagi, kau meredam rasa pedih dan meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja. Jiwa yang sudah terhubung dengan kuat, tidak akan mudah terlepas. Begitu pula dengan apa yang kau rasakan jika kesatriamu terluka, kau turut merasakannya.

"Chougi san, aku min-

Sesuatu menepuk pucuk kepalamu sampai sedikit membuatmu menunduk, tidak lama, kau mendongah kembali untuk menemukan manik biru yang masih meredup karena sakit yang belum reda. Seulas senyum terbentuk di bibir pucatnya, sungguh. Hal ini yang membuatmu ingin lari karena tidak kuat melihatnya begitu. Selalu tidak sanggup untuk melihat kesatria yang sedang berada di titik terendahnya,

"Aku sakit hati, itu benar.. namun aku bilang waktu itu, tidak ada yang perlu dimaafkan, ingat?"

"...."

"Jangan pernah meminta maaf-pada kesatriamu. Jika kau salah, maka kami akan meluruskan kesalahan itu. Kami disini adalah pengawasmu, kami mengawasimu sebagai satu-satunya perempuan-ah mutiara di tempat ini. Sementara kau adalah sosok penjaga yang kami butuhkan. Bahumu harus kokoh bagai fajar, hatimu harus setegar karang. Namun kau harus tetap seperti bunga lembut yang indah."

Sosok perempuan penjaga yang dimiliki kesatria pejuang sejarah di tahun 2205 itu mengangguk sampai merasakan sesuatu yang lembut menyapa keningnya lamat-lamat,

"Sudah.. biarkan aku istirahat."

Keadaan Chougi berangsur-angsur membaik. Yagen setelah tiga minggu menjalani pelatihan, kini sudah kembali dan mengambil alih penanganan Chougi. Dan tantou milik Nobunaga itu mengatakan bahwa uchigatana itu sudah mulai pulih, namun masih belum boleh bertarung. Hanya ekspedisi dalam waktu singkat saja yang di sarankan oleh si tantou.

Leisure

Idealnya musim panas, dimana tenggorokan mulai merasa haus saat matahari mulai merangkak naik, Yamanbagiri Chougi yang sudah menghabiskan buku bacaanya mulai melangkah ke dapur. Berniat mengambil air untuk mengaliri tenggorokan yang mulai terasa seperti menelan satu genggam pasir.

Dan manik lautnya menangkap sesuatu yang menarik saat keluar dari dapur. Ia melihat perempuan satu-satunya tengah duduk berlutut bersama pembuat kejut terbaik se-antero Citadel-Tsurumaru Kuninaga. Sementara saudaranya yang mengenakan penutup mata tengah berdiri di belakang Hasebe yang sepertinya tengah berceramah di siang bolong musim panas,

"Duh kumat kan badungnya.."

Date of Update ; 09 July 2020,
By ; aoiLilac.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top