Forty Five.
hmzz... ada yang rikues minta Mouri nich Tamacchi . aku gak tau ini seleramu atau bukan, but, I hope you like it, aruji!! Enjoy.
What are we going to play today, Aruji?
Rumornya; katanya, tangan anak kecil itu rata-rata masih belum terlumuri oleh suatu dosa, ya? Masih kalis; subtil; dan segala sesuatu yang menyangkut tentang kemurnian hati saat anak kecil belum mengenal nafsu. Seperti halnya dengan Saniwa bontot anak bawang paling muda sepanjang sejarah ini. Sudah tentu kasih sayang yang kau terima dari Saniwa yang lain berlimpah. Tak jarang para Dewan pun sering mampir—katakanlah untuk menemanimu bermain sembari belajar.
Dan yang paling utama, rasa sayang dari touken danshi milikmu selalu kau terima dengan berlebih. Walah walah. Bahkan sampai kau sendiri bingung bagaimana harus menanggapi kasih dan sayang yang selalu mengalir dari kesatria-kesatriamu.
Lumrahnya, dalam satu hari, ada satu misi yang harus kau selesaikan; menempa. Segenap asa dikumpulkan untuk membawa satu saja tipe kesatria kecil untuk teman bermainmu, tetapi agaknya tangan malaikat mungil dari perempuan cilik berusia tujuh tahun ini selalu dilimpahi keberuntungan tak terkira. Bukannya kau tak senang dijatuhi pedang-pedang dewasa; mengulik ulasan dari Kasen Kanesada yang hobi menyapukan pipi gembil tuannya dengan bibir lembabnya itu berujar kalau Awataguchi memiliki sekelompok pedang anak-anak; tantou. Dan kau yang selalu dijatuhi pedang dewasa pun agak-agak cemberut saat mengetahui pendar merah jambu dan emas itu berubah menjadi sosok tinggi semampai nan memesona.
Tachi, atau uchigatana, ya? Kau pun masih keder membedakannya.
Harusnya senang, nih, dijatuhi tachi R4 yang membuat Saniwa lain memohon pada RNG-sama untuk menurunkannya lewat smith atau turun begitu saja dalam world tertentu. Namun kau—yang belum tahu apa-apa ini malah cemberut melihat sosoknya. Singkat kata; bete.
"Hmph!!" Katamu menggembungkan pipi. Hasebe mengerutkan dahi dengan ekspresi menahan tawa dari tingkah tuannya. Menggemaskan. "Kenapa yang besar terus!! Kata tuan Kasen, akan ada banyak anak-anak!!"
Gerutuanmu didengar oleh sosok yang baru saja bergabung; Ichigo Hitofuri. Ia tersimpul membentuk cekung di antara belah pipi. Lantas meminta Hasebe untuk memindahkan tuan mungil yang terlihat kesal itu ke dalam gendongannya. "Oohh. Maafkan aku, tuan kecilku." Katanya. Kau mendapat sapuan bibir darinya. "Adakah keinginanmu untuk menjemput adik-adikku?" Wajahnya begitu dekat. Kental akan rona persik yang berseri ditambah dengan pendar keemasan yang mengambang di netranya.
"Iya!!"
"Hmm..." netranya memutar memandang langit-langit lalu memerhatikanmu lagi. "Apakah Ichigo Hitofuri ini sudah membuatmu marah saat pertemuan pertama?"
Kau bersedekap. "Marah aku!"
"Woahahaha." Tawanya ringan; membelai telinga. Seakan kemarahan tuan kecilnya ini tiada membuat gelombang di hatinya terasa getir, melainkan sebaliknya. Sadar bahwa Ichigo masih meledek tuannya, Hasebe geleng-geleng kepala dan memijat pelipisnya. "Kalau begitu, esok akan kubuat satu bilah yang istimewa untukmu. Bagaimana? Apa aku dimaafkan sekarang?"
Anak kecil mana yang tak tergoda jika diiming-imingin sebuah hadiah? Perasaan Saniwa cilik ini mendadak bersemi bagai bunga-bunga yang mekar saat musim dengan rona merah jambu mewarna honmaru. Yang semula bersedekap dengan pipi menggembung, kini Ichigo mendapat air muka berbinar dengan sorot mata yang terang bagai bunga matahari. "Dimaafkan!!"
"Anak pintar..." ia memuji.
Derap langkah terdengar dari luar ruang tempa; agaknya memang menuju ke tempat di mana pandai besi membuat pedang. Dan sosoknya pun tiba; bersemangat seperti biasa. Namun kali ini, bongkahan berlian putih itu tampak senang bukan main seperti memenangkan sebuah lotere di pasar sana. Ia hadir sudah mengganti pakaian; menggunakan rompi dengan topi cowboy coklat yang berada di puncak kepala. Tangan pucatnya memilin topi yang sama dengan ukuran lebih kecil. Ia berteriak.
"Aruji!!" Pekik Tsurumaru yang tampak ingin mengabari sesuatu. Lalu lidahnya mendadak beku saat netra emasnya menangkap figur yang cukup ia kenal selepas mengumpulkan pecahan memori di dalam kepala ivory-nya. "Oya, ini mah mengejutkan." Alisnya menukik. "Tenka Hitofuri bergabung lebih awal, rupanya?"
Ichigo menanggap halus. "Tsurumaru-dono... Begitukah cara kita memulai relasi di tempat tinggal yang sama mulai hari ini?"
Tsurumaru tertawa keras, bagai menyuarakkan kebahagian. Langkah saling mendekat, menemukan telapak tangan dengan tangan lain yang masih dibalut sarung tangan putih formal. Kau diam, masih menggenggam kerah hitam sang tachi.
"Tuan Tsurumaru. Tadi, panggil aku, 'kan? Kenapa, tuan?"
"Oh!!" Ekspresinya bermetamorfosis menjadi kebahagiaan. Kedua tangannya mengulur pada sang Tenka Hitofuri dengan jemari mengerjap. Dari sorot mata, agaknya ada sesuatu yang bangau ini ingin tunjukkan ke tuannya. "Yuk, naik kuda!!" tawarnya. "Ada padang bunga dekat sini, loh. Buat mahkota bunga untuk yang lain, yuk!"
Lantas sang Saniwa cilik pun terngaga lebar sembari membentuk sudut di kedua bibirnya. Tangannya meniru Tsurumaru, sang bangau menjaremba sosok cilik dan mendekapnya erat bagai sebuah boneka.
"Wah! Mahkota bunga, ya, tuan Tsurumaru? Ayo!"
"Yuk yuk yuk!!" Sayup suaranya turut terdengar saat langkah kaki membawanya menjauh dari ruang tempa. Yang berada dalam gendongannya pun terdengar antusias mengikuti agenda dari Tsurumaru Kuninaga.
Heshikiri Hasebe tertawa. Ichigo Hitofuri melembutkan wajahnya. "Agaknya, Saniwa kita begitu spesial, ya?"
"Paling kecil di antara yang lain."
Leisure
Sepatu Shokudaikiri Mitsutada menghilang secara misterius.
Kau yang tengah dibantu oleh Yamatonokami Yasusada tengah menangani hal ini; skrip palsu yang dirancang oleh Kashuu Kiyomitsu dan Shokudaikiri Mitsutada sendiri untuk mainanmu sebagai seorang detektif dengan Yasusada sebagai partner kini masih dijalankan. Agaknya, ini memakan waktu yang cukup lama dalam sela-sela musim semi.
"Wah. Tidak ada jejak-jejak yang mencurigakan, tuan Yasusada!"
Yasusada mengangguk. Terbawa arus permainan. "Kita harus bagaimana, Aruji?" tanyanya. "Mungkinkah ini kasus pencurian? Atau oknum iseng tak bertanggung jawab?"
"Ini pasti ulah tuan Tsurumaru!" balasmu—yang menggunakan kaca pembesar untuk mengawali setiap langkah.
Oh, kasihan Tsurumaru-san. Dituduh, padahal sosoknya masih berkebun di belakang benteng. Batin Yasusada menahan gelak.
Yasusada masih mengekorimu yang berjalan lambat. Memo ditangan dengan alat tulis yang selalu mencatat setiap perkataan dan klu-klu yang kau dapatkan. Membawamu sampai belokan lain, tetiba kaca pembesarmu menemukan dua kaki yang dibalut kaus kaki putih. Dari bawah ke atas, kau menggerakan lenganmu sampai terlihat raut wajahnya yang sedikit tertawa.
"Sedang apa?" kata-katanya di ayun.
"Ituloh, tuan Ichigo!! Sepatunya tuan Shokudaikiri hilang!! Aku bersama tuan Yasusada kini sedang menjadi detektif!!"
"Hmm..." ia berlutut, menyamai tinggimu. "Ikut, yuk. Aku sudah menyelesaikan apa yang kujanjikan."
"Hore!" tuannya berseru. "Tuan Yasusada, ayo ikut juga!!" kau berjalan paling depan seperti seorang yang tengah melakukan kegiatan baris berbaris. Yang dua mengikuti di belakang sembari memerhatikan langkah mungil dari kaki kecil tuannya.
"Lucu banget anak orang." Yasusada asal ceplos.
Dalam ruang tempa, kau sudah menggenggam potongan kertas seperti rupa orang-orangan dengan tulisan 'Sa' di muka kertas. Pendar merah jambu kini memenuhi segala penjuru dengan kelopak sakura yang sempat mengelilingimu. Perlahan, pendar merah jambu kini terganti dengan kirana hijau lembut yang menyejukkan mata. Kau tak mengalihkan atensi dari sana, sampai kira-kira, sesuatu yang tadi itu mengubah wujudnya menjadi figur yang kau inginkan.
Pedang anak-anak—sepertimu.
Bersurai hijau, bermanik ungu besar dengan topi berumbai emas di sisinya.
"Namaku, Mouri Toushiro; dinamai seperti itu karena aku berasal dari klan Mouri. Mulai saat ini, ayo sama-sama lakukan yang terbaik!"
Kau menjerit. Dia pun sama.
Seketika perkenalan formal itu luruh saat kau dan dirinya saling menautkan tangan lalu berpelukan macam saudara yang terpisah jauh.
"Aaaa. Ada anak kecil di sini!!" kata si hijau.
"Main, yuk!!" tawarmu langsung pada sosoknya. "Ayo main!! Aku bosan main sama orang dewasa terus!"
"Ayuk!!"
"Salin pakaian dulu, Mouri." Ichigo meluruskan. Seketika, manik violet sang tantou berbinar mengetahui siapa yang berbicara barusan. Kakak laki-lakinya sudah datang lebih awal ke tempat ini, kini, mereka dipersatukan olehmu yang notabene adalah Saniwa. Mouri menyeka sesuatu yang hangat di matanya, karena tak berpikir sampai di mana ia akan bertemu dengan saudaranya di benteng ini.
"Haik, Ichi-nii!"
Lalu, kasus sepatu terlupakan.
Sepatu tidak jadi hilang saat kebetulan sang tuan menemukan teman bermain.
Di balik dahan pohon yang tebal, Mouri Toushiro menghitung satu sampai sepuluh. Ia mendengarkan apapun yang kau ajarkan padanya; main petak umpet. Dan Mouri yang sejatinya menyukai anak kecil itu pun tak segan langsung mengiyakan ajakmu bermain sesuatu yang asing untuknya.
"Siap atau tidak, aku datang, ya~"
Di balik semak, kau menutup mulutmu sebab tak ingin ketahuan lebih cepat. Dari apa yang kau dengar, agaknya Mouri mencari ke tempat lain dan semakin jauh dari semak-semak yang kau jadikan tempat persembunyian.
Ohoho, tampaknya, semak itu tidak mengelabui Mouri. Ia lihat antena merah dari helaianmu yang nyentrik. Mengambil langkah senyap sampai sekiranya titik yang ia berdiri mampu membuatmu terkejut, Mouri melompat. "Bwaa!! Aruji ketemu!!"
Kau pun terlonjak. "Wahahaha! Aku kaget!" katamu. "Yaudah, aku yang jaga sekarang, ya!!"
"Uhm!" begitu balasnya.
Lalu, permainan itu dilanjutkan sampai jam makan siang. Untungnya hari tidak panas terik dan awan selalu menyembunyikan mentari di balik gulungannya. Semilir angin senantiasa mengiringi, membuat peluh tak terbentuk dan mengalir di kulit.
Makan siang pun yang ramai hanya kau berdua dengannya. Saking senangnya memiliki teman baru. Pedang-pedang dewasa yang kau miliki pun bersuka cita akan kebahagiaan sang tuan. Kasen Kanesada melarangmu dan Mouri Toushiro untuk bermain di luar selepas makan siang; alibinya; hari semakin terik dan panas. Kau yang bocah memang percaya-percaya saja, sedangkan Mouri hanya turut mengikutimu maumu untuk tetap bermain.
Bermain di dalam ruangan pun tiada masalah.
Di engawa, berbagai blok-blok, puzzle-puzzle, dan crayon serta kertas pun berserakan. Kendama; koma(gasing kayu); daruma otoshi; bahkan sampai hanetsuki pun kau keluarkan dari kotak mainan. Yamanbagiri Kunihiro mendampingi dalam diam, sesekali tertawa karena tingkah alami bocah-bocah di depan mata.
Sampai akhirnya, suara tawa menguap. Yamanbagiri yang tadinya berhanami di engawa, melirik ke belakang tepat di mana dua anak-anak itu bermain. Di masing-masing tangan mereka, ada boneka tangan yang masih belum terlepas, keduanya tertidur. Begitu nyenyak sampai-sampai si pirang bertudung itu memandang lembut dua gumpalan permen kapas yang saling tidur berhadapan.
"Mari pindah ke dalam." Katanya. Satu lengannya menggendongmu, satunya lagi untuk Mouri Toushiro. Kamar terdekat dari situ adalah kamar Kashuu Kiyomitsu dan Yamatonokami Yasusada. Si merah mawar dan si biru permata itu sigap menggelar futon. Tak keberatan kalau kamarnya dijadikan tempat singgah.
"Kalau begitu, aku akan membereskan mainannya. Jaa." Si pirang undur diri. Meninggalkanmu dan si hijau pada pedang-pedang peninggalan Shinsengumi.
Leisure
Langkah kaki mengendik, Mouri berniat membangunkan tuannya yang menggemaskan itu. Bersurai merah; memiliki manik amber bak bongkah emas yang berkilauan. Pipinya gembil, merona. Selalu dengan pakaian miko dan hakama merahnya.
Shoji digeser perlahan, saat violet mengintip, ruangan itu rapi. Tiada futon yang tergelar untuk tidur. Tiada mainan yang berserakan. Ke mana, Aruji? Padahal kemarin bermain sampai petang. Dan Aruji pulang ke dimensinya. Namun, apakah belum kembali atau tidak kembali?
Segala intuisinya buyar oleh tangan besar yang menepuk pundaknya halus. Pelakunya tak lain dan tak bukan adalah sosok kakaknya. Ia melempar senyum pada si kecil melon yang satu tingkat lebih murung.
"Ada apa, Mouri?" suaranya lembut, menghilangkan stigma negatip yang berputar di kepala hijaunya. Ichigo mengusap pucuk kepalanya.
"Aruji, mana, Ichi-nii?" tanyanya skeptis.
"Aruji?" Ichigo menjawab saat menyadari kegundahan yang melanda salah satu adiknya. "Ah. Mungkin ia lupa memberitahukannya padamu. Aruji sedang ada pekan ujian, jadi, tak bisa datang dan main ke sini."
"Yaaah..." Mouri kecewa. "Aku kesepian, dong?"
Tiba-tiba, Iwatooshi datang entah dari mana dengan tawa menggelegar. "Ahahaha—kau kesepian? Main denganku pun tiada masalah!"
Tetiba, iris yang semula redup kini berbinar bagai kelip bintang. "Yang benar!? Ayo main!!"
Ichigo Hitofuri yang bertugas sebagai kinji pun menunjukkan ibu jarinya pada sang naginata yang mengalihkan Mouri untuk saat ini—walau Ichigo Hitofuri tahu bahwa Mouri akan kembali merindukan tuannya yang tak bisa kembali di waktu-waktu sekarang. "Setidaknya, teralihkan untuk saat ini."
Dan benar saja, baru tiga hari absen, Mouri benar-benar merasa kesepian karena tidak ada teman bermain. Si hijau yang pada dasarnya menyukai anak-anak itu, kini duduk seorang diri di engawa. Memangku wajanya di bawah cakrawala madu dengan gurat coklat. Uap keluar dari mulut, Mouri mengeluh. "Huuh. Lama sekali, ya? Aku 'kan kangen."
"Ciye, ada yang kangen Aruji!" ini bangau dari Era Heian tiba-tiba muncul dengan membawa satu piring mochi isi es krim untuk Mouri. "Sabar, sabar. Sebentar lagi pulang ke sini, kok, Aruji-nya! Aku juga kangen."
Si hijau pun menoleh untuk si bangau yang duduk di sisinya. Kemudian, sang kakak yang duduk di sisi sebelahnya dan menjadikan dirinya untuk duduk di tengah-tengah. Ia diam, mendengarkan dialog kakaknya dengan rekan putihnya yang bertukar pikiran. Sembari menunggu kehadiranmu kembali untuk bermain bersama.
Leisure
"Oh. Okaeri, Aruji!" Hasebe yang pertama kali sadar dengan kehadiranmu itu menyambut hangat. "Bagaimana ujiannya?"
"Aku 'kan pandai." Kau berbangga diri. "Sudah pasti peringkat satu aku raih! Aku mau main sama Mouri! Aku sudah membelikannya hadiah!"
"Hei, tunggu! Salin baju dulu! Ah—larinya cepat sekali seperti kancil."
Menuruni anak tangga, menelusuri engawa, kau menemukan sosoknya yang terduduk seorang diri memandang rerumput hijau. Niat iseng terlintas di kepala. Kini, jalanmu mengendik sampai ke titik buta sang tantou. Dirasa jarakmu sudah cukup untuk membuatnya terkejut, kau mengagetkannya.
"Dor!!"
Si hijau kaget. Namun perasaannya seketika luruh saat melihat siapa pelakunya. Hatinya kembali berbunga-bunga.
"Aaaa—Aruji!!"
"Iya, aku!!" katamu. "Aku punya hadiah buat kamu, loh!"
Dari dalam kantung kecil, Mouri mengikuti tindak tandukmu yang menyelipkan jemari ke dalamnya. Sedetik kemudian, sebuah benda menyerupai gelang keluar dari dalamnya. Satunya berwarna merah dengan gantungan bunga sakura, lainnya lagi bertali hijau dengan gantungan melon diikuti rincing mungil yang berbunyi saat digerakkan.
"Wah! Untuk aku, 'kah!?"
"Huum!" katamu senang. "Kamu yang merah, aku yang hijau, ya!"
Kedua gelang sudah berada di tangan kanan masing-masing. Saling berincing saat keduanya lompat-lompat betul-betul macam bocah kecil yang memiliki banyak agenda untuk main.
"Kita akan main apa hari ini, Aruji?"
date of update: February 05, 2023,
by: aoiLilac.
Hmmm. Udah sampe ke titik 45 sejak pablis 2019. Terima kasih, ya, Saniwa-san yang udah ikutin dari chapter- eh bukan deh. Dari tulisan pertama sampe ke sini. Kalian semua saksi di mana tulisanku semakin berkembang sampe sejauh ini. Terima kasih, yaa.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top