Fifty.

syudah kubilang, aku tidak jago untuk yang seperti ini blueskies_138. Uh, well. Kaku, kan. :(( aku gak biasa soalnya. Btw, enjoy, aruji-han.

They're always watching.

Perundungan.

Satu kata yang memiliki momok menekan bagi setiap pelajar maupun mahasiswa. Perundungan diartikan sebagai perilaku kurang mengenakkan dari beberapa pihak terhadap korban. Perilaku tersebut bisa berupa dari kekerasan fisik, maupun verbal. Dan, mampu menimbulkan rasa trauma bagi si penerima perundungan.

Hari-harimu dalam salah satu akademi perempuan katakanlah kurang menguntungkan. Korban dari perceraian kedua orang tua sebab tindak korupsi yang dilakukan oleh ayahmu dalam kursi pemerintahan membuatmu menelan akibatnya mentah-mentah dengan cecap pahit yang tidak akan meninggalkan rasa yang cukup baik untuk diingat.

Hari itu, kau disiram cat merah saat memasuki kelas.

Hari berikutnya lagi, meja dan kursimu dibuang ke lapangan.

Hari-hari bersambung, jas alkemi untuk sainsmu disobek dengan cutter.

Ibunda menawarkan untuk pindah, tetapi engkau yang memasuki semester akhir dalam akademi menolak usul yang siap diwujudkan dan berdalih, 'akan ada yang menjagaku' dan membuat ibumu terdiam setengah takjub.

Menutup diri dari akademi tak lantas membantumu untuk menyembunyikan diri. Dedaunan yang terpancar dari bola matamu bermetamorfosis menjadi keruh tak memiliki pendar saat kau dikerubungi orang yang sama yang selalu mengejek dan memberikanmu tindak kekerasan yang mereka klaim sebagai 'pelajaran' untuk menebus dosa ayahmu.

"Mengapa aku yang kalian hakimi?" Pertanyaan retoris keluar saat koridor bergema dari suara debuman saat tubuh dipaksa menghantam dinding dengan kuat. Kau mendesis, bagaimanapun, yang mereka benturkan adalah kepala.

Namun, itu tidak terjadi secara langsung.

Tangan lain menghalangi bagian dinding tersebut.

Setidaknya, mengurangi benturan langsung untuk tempurung kepala.

Pendar violet memandang dalam jangkauan yang tidak mampu dilihat dengan kasat mata.

"Kenapa kau tanya?" salah satu perempuan di sana menarik rambut hitammu yang tergerai. Membuatmu mau tak mau mengangkat kepala dan memandang wajahnya. "Bagaimana caranya menebus kesalahan ayahmu yang sudah tersebar ke seluruh negeri?"

"Mana aku tahu?"

Jawaban dingin yang terkesan itu keluar dari bibir merah jambu dengan sedikit kelopak merah saat tamparan keras melandai di pipi hingga rahang.

Cutter ditunjukkan. Arahnya persis menuju pipimu yang mulus tanpa cela. Ingin menyayatnya, memberikan jejak merah dari likuid yang menetes. Ia—yang berada dalam satu angkatan yang sama denganmu—mulai memberikan goresan dengan sorakan dari ketiga temannya yang lain.

Sebelum cutter itu terlempar ke lantai.

"... Apa?" Manik layaknya lembayung senja milik pelajar itu membelalak. Layaknya kelopak bunga yang hadir di tengah kegepalan.

Himetsuru Ichimonji yang menendang cutter itu.

"Hentikan, Himetsuru." Bisikanmu datang begitu rendah, berharap tiada yang mendengarnya hingga salah satu teman dari perempuan itu menyadari bahwa kamu berbisik seorang diri. Lantas, ia mencengkeram kerahmu kuat-kuat. "Apa? Engkau berbisik sesuatu?"

"... Tidak." Kau balas penuh rasa tercekik, kemudian terbatuk saat ia melemparmu ke sudut tangga di koridor. Menarik dan mengatur napas sedemikian rupa saat tangan-tangan dari para kesatriamu memberikanmu pelukan. Aku tidak tahu bagaimana menahan mereka lagi jika seperti ini. Batinmu mengerang.

"Tidak berguna."

Leisure

Ujian akhir semester memasuki hari-hari terakhir yang di selingi praktik dan ujian tertulis. Kau merenggangkan tubuh sesaat kala kertas ujian sudah dikumpul dan itu tandanya, pekan ujian telah usai.

"Aku bisa ke honmaru." Gumammu seorang diri, menyimpan banyak senyum hangat yang akan kau tunjukkan ke anak-anak tantou saat kau kembali pada mereka saat liburan.

Lembanyung senja mengguratkan garis abu-abu pertandan hujan akan turun. Guratnya penuh pesona saat angin membelai serta merta kulit pipimu yang diberi kapas dan plester medis. Rok mengalun saat kaki menarik langkah menuju tempat tujuan ke stasiun kereta sebagai transportasi umum yang kau gunakan untuk ke mana pun jika ibunda sedang tak memiliki waktunya untuk menjemputmu sebagai pengacara kondang.

Senandung tiba-tiba terhenti saat rambutmu lagi-lagi ditarik dari belakang hingga kau tak sadar memekik karena rasa pusing yang kau dapatkan sungguh sangat luar biasa. Tak butuh waktu lama bagi orang yang sama untuk menyudutkanmu ke dalam sisi yang remang—yang kau yakini sebagai gang dekat stasiun. Seringai muncul di tengah-tengah cahaya yang datang, tak membantumu untuk menilai siapa-siapa saja yang hadir.

"Hentikan." Kau ucap.

"Heh!" salah satu dari mereka mencebik dengki. Jemarinya menarik kerahmu untuk membuat kalian beradu pandang kesekian kalinya. "Apa yang bisa kau lakukan untuk menghentikan kami?"

"Bukan engkau yang aku maksudkan." Responnya membuatmu membalas demikian, menyembunyikan iris jenggala dalam poni rambut hitam, engkau berkata ringan. "Namun, kau sudah terkepung. Aku tidak tahu lagi bagaimana caranya menghentikan mereka."

Di saat yang sama, beberapa orang tak dikenal mengerubungi sosok-sosok yang selalu merundungmu. Menunjukkan bilah, memberi senyum layaknya predator akan mangsa yang hendak disantap.

Yagen Toushiro; Midare Toushiro; Hyuuga Masamune; Taikogane Sadamune; Aizen Kunitoshi; Horikawa Kunihiro; Yamanbagiri Kunihiro; Kasen Kanesada; Izuminokami Kanesada; Tsurumaru Kuninaga; Himetsuru Ichimonji; Tomoegata Naginata; dan terakhir sang tsurugi yang memberikan aura penekanan dalam setiap seringai dengan wajah pucatnya Shichisaiken menahan bahu satu dari empat perempuan yang ada.

"Mereka selalu mengawasi kalian."

August 04, 23.
aoiLilac.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top