Fifteen.

Back For You

Tubuh kecilmu terhempas saat sebilah tachi musuh menggempur pertahananmu yang bersiap untuk memanah, sekedar membantu para kesatriamu dari kejauhan.

Pelipis sobek dan mengalirkan cairan kemerahan di satu sisi yang menyebabkan penglihatanmu sedikit terganggu. Kau mengambil sebuah anak panah yang langsung kau tancapkan pada bagian lengan sang tachi dengan seluruh tenagamu.

Tachi itu lenyap.

Kau hanya bisa mengumpat saat dua bilah uchigatana kembali menyerangmu dengan penuh nafsu membunuh saat kau masih bersusah payah untuk bangun,

"Ada-ada saja.. sabar kan bisa.." kau mengeluh.

Tak mengindahkan keluhanmu, kedua makhluk menyedihkan itu malah mengangkat kedua tangannya ke udara dan bersiap untuk memisahkan kepala dan tubuhmu,

Kau dikenal teradahan di benteng? Memang.

Namun saat di medan tempur, seolah kau dikendalikan oleh dirimu yang lain. Sisi gelap yang hampir tak dikenali kesatrianya sendiri. Dan hampir seluruh kesatriamu juga mempunyai kemiripan yang sama, benar kan?

Ya karena mereka tahu, kau menggeluti beberapa ilmu bela diri di duniamu karena hobi-dan kewajiban.

-hap!

Kau mencabut dua bilah belati dari sarungnya yang berada di punggung dan memutar lengan layaknya seorang pembunuh profesional. Tubuh yang kecil dan begitu ringan memudahkanmu bergerak dengan leluasa. Tumit diputar layaknya seorang penari, dengan anggun kau tancapkan kedua belati pada bagian belakang masing-masing sang musuh.

"Makhluk kotor."

Kau menyeringai puas, lalu mengatur napas. Ingin rasanya kembali memanah namun busur sudah patah akibat benturan tadi. Lagi, kau berlari, membelakangi punggung Monoyoshi Sadamune-dengan gaya bertarung yang saling melindungi punggung masing-masing.
Namun niat itu terhalang oleh sebilah yari kurangajar yang kembali mempertemukan punggungmu dengan batang pohon yang cukup kokoh. Akibat serangan itu, mulutmu mengeluarkan cairan kemerahan,

"Boleh juga." gumammu sambil menyeka cairan sudut bibir. Tanganmu tiba-tiba terasa sakit dan ngilu setelah beberapa saat baru menyadari bahwa yari itulah yang sudah memberikan luka sayat yang cukup panjang.

"Kapan!? Kapan ini terbentuk!?" Yari itu menyeringai licik, hanya tinggal mengayunkan sedikit tombaknya, kau dan kepalamu akan terpisah.

Ah namun tidak.

Jika tidak salah, inderamu mendengar suara bilah yang beradu dengan bilah lainnya. Saat kau membuka mata, kau melihat sedikit percikkan berwarna jingga ditengah pekatnya malam.
Seorang kesatria berdiri di depanmu, surainya panjang terikat dengan celana yang sebatas lutut. Nada bicaranya mengancam, namun agak cegukan,

"Jika kau menyakitinya.. hic! Aku.. hic! yang akan menghabisimu.."

Mereka memang bodoh, tidak mengerti bahasa yang kalian ucapkan untuk mereka. Dengan membabi butanya, yari itu menyerang tantou yang melindungimu. Pertarungan sengit antara tantou mu dan yari kurangajar itu menjadi tontonan hebat yang belum pernah kau lihat sebelumnya, apalagi tantou yang melindungimu saat ini adalah...

".. Fudou?"

"Pergi! Cepat!" pekiknya.

"Aruji sama!" Monoyoshi Sadamune, wakizashi yang kau tunjuk menjadi kapten kali ini menghampirimu. Keadaanya masih baik-baik saja, hanya sedikit sayatan dibagian pipi dan dagunya. Kapten itu membantumu berdiri dan menghapus darah yang sekiranya mengotori wajahmu oleh punggung tangannya, "kau baik-baik saja kan? Kenapa kau yang terluka parah..."

Dibalik wajah shota itu, ada kepanikan tersendiri melihat tuannya berdarah-darah. "Bukan masalah.. begitu kita kembali, luka ini hilang kok."

"Tetap tidak boleh, Aruji sama."

Yah.. tidak usah melawan. Monoyoshi Sadamune adalah kapten kali ini. Sebuah kesepakatan yang dilakukan oleh kesatria terhadapmu adalah, saat kau ikut bertarung maka gelarmu sebagai seorang Saniwa sekaligus tuan mereka tidak akan berlaku. Kau harus tetap mengikuti arahan kapten.

Dan kau setuju dengan kesepakatan itu.

Yari itu musnah, dan Fudou menghela napasnya. Dia melirikmu sesaat sebelum mengejar musuh yang masih tersisa melawan Maeda Toushiro.

"KAU BERJANJI TIDAK AKAN TERLUKA, ARUJI!!"

Dan kau harus menerima omelan khidmat dari Hasebe sampai dua hari lamanya.

Leisure

Nah.. karena tidak ada kerjaan, laporan tidak jelas untuk para Dewan juga sudah dikerjakan secepat kilat, karena kau ingin mencoba bermain engrang.

Para kesatria menikmati waktu senggang mereka dengan melakukan berbagai macam hal. Sebut saja Shokudaikiri yang enggan meninggalkan dapur, dan berniat membuat kudapan lezat untuk semua penghuni benteng. Ookurikara dan Gokotai serta anak-anak macannya yang menikmati angin musim gugur. Sohayonotsurugi dengan Chiyoganemaru yang bolak balik membawa sayuran segar dari kebun. Dan Nikkari dengan bola emasnya, sampai sekarang kau tidak paham apa kegunaan bola mengkilap yang hampir setiap saat dia gosok jika memiliki banyak waktu luang.

"Aruji sama!" Imanotsurugi melambaikan tangannya, bersamaan dengan Iwatooshi yang hampir selalu ada disisinya,

Sang tuan berlari dengan girangnya, langsung menaiki engrang yang masih menganggur,

"NYAHAHAHA.." Iwatooshi tertawa dengan heboh, "Hati-hati, Aruji dono!" ucapnya saat kau menaiki engrang itu.

"Hoo.. aku jadi terlihat tinggi ya!" angin musim gugur bertiup sepoi saat beberapa langkah kau mulai berjalan dengan engrang yang kau naiki.

Memang gadis yang menjabat sebagai Saniwa dibenteng ini sudah liar. Di tambah penghuni disini semuanya adalah laki-laki, jadi, mungkin sifat keliarannya bertambah. Dengan mudahnya kau berjalan di atas engrang dengan senyum dan pekikan nyaring saat keseimbangan hampir hilang. Beruntung Iwatooshi menangkap tubuhmu yang hampir membentur tanah.

Sang tuan kurang lebih sadar pada perhatiannya yang lain. Sejak tadi ia tertawa bersama dua bilah tempaan Sanjou itu, dia seperti merasa ada yang memperhatikan tingkahnya dari kejauhan. Seolah memperhatikan sikapnya yang tidak bisa dibanggakan sama sekali.

"A-aku udahan ya! Aku baru ingat ada hal yang harus kuurus."

Imanotsurugi dengan wajahnya yang selalu ceria itu mengangguk. Dan Iwatooshi tidak lupa mengingatkan bahwa kapan-kapan harus bermain lagi.

Sebelum mengulurkan tangan untuk meracik teh dalam sebuah teko, kau menemukan tangan yang memegang pundakmu dari belakang. Saat kau menoleh, iris violet itu memandang dalam,

"Aku bisa membuatkannya untukmu jika kau ingin.."

Mata itu terlihat meyakinkan,

"Ah tidak perlu, Hasebe.. kau mengaggur?"

Wajar kau bertanya begitu.. kadang sifat malas yang tiba-tiba menggerayangimu bisa membuat Hasebe kebakaran jenggot saat tahu kau sedang tidak ada niat untuk melakukan apapun kecuali berbaring di atas futon. Bertingkah layaknya seperti orang yang akan divonis mati esok hari, dan Hasebe akan menjadi seorang pengabdimu.

"Cukup menganggur." ia menjawab,

"Oho sempurna. Ikut aku saja, ayo kita menikmati guguran momiji dibelakang benteng!"

Uchigatana yang loyalnya tidak tanggung-tanggung itu mengangguk setuju, "boleh.."

Kau meraih sesuatu di dalam rak kayu jati di atas kepalamu. Sebuah kotak yang berisi mochi menjadi pilihanmu kali ini. Kau selalu mengidolakan cemilan yang memiliki rasa gurih ketibang manis saat kau sedang sendirian, namun bila ada teman ngobrol, bukankah cemilan manis bisa menghangatkan dan membuat seseorang yang memakannya tersenyum karena rasa manis yang tertinggal di mulut? Bukan begitu?

"Oke. Hayuk Hasebe."

Dan Hasebe menawarkan diri untuk membawa nampan bertahtahkan kudapan itu. Dan kau bilang bahwa itu tidak usah.

Dengan langkah tenang, kau dan Hasebe sudah duduk di beranda dengan kesatria yang kemungkinan tengah menggerutu dalam hatinya. Dengan kau yang di tengah, lalu Fudou dan Hasebe. Sore yang terbaik.

"Cih. Kau lagi kau lagi.."

"Karena aku yang punya tempat ini.. kau mau teh, Fudou?"

Tanpa ingin melihat wajahmu, tantou keunguan itu tetap tak acuh atas kehadiranmu dan teman satu tuannya dulu. Ia mengabaikan mu seolah kau adalah angin yang bisa bicara,

"Tidak."

"Oh. Oke, Hasebe saja."

Kau menuang cairan teh dengan lembut sehingga gemiricik dari air hijau nan bening itu bertemu dasar gelas menjama telinga. Salah satu bunyi yang kau suka-dan tentu kau me-dramatisir tuangan teh itu untuk sebuah tujuan,

"Kurasa aku berubah pikiran, aku mau tehnya."

Rencanamu berhasil.

Kau tersenyum, senyumanmu tergambar sebagai sebuah senyum kemenangan,

Fudou memperhatikan caramu menuang teh untuknya. Iris violetnya nampak berbinar terbuka lebar seolah melihat bongkahan berlian saat cairan hijau bening memenuhi gelas,

Kau yang menyadari hal itu kemudian melontarkan satu pertanyaan sambil tertawa mendesis, "ada apa? Apa yang kau lihat?"

"Tidak ada." Jawabnya cepat.

Setelah itu, kau kemudian menyesap sedikit tehnya, diikuti Hasebe. Dan mengambil sebuah mochi dan memakannya dengan tenang agar tidak tersedak. Hasebe mengambil satu, lalu kau menawarkan pada Fudou. Dan tantou itu menolak dengan ketus, kau tahu, Hasebe mau marah-marah karena sudah muncul perempatan di dahinya sejak awal.
Dan mulai memperhatikan senja yang bergerak ke cakrawala. Hampir kontras dengan guguran daun-daun momiji yang menjadi pemandangan kali ini.

"Apa.. apa yang kau lakukan.."

Kau bergeming sesaat ketika menyadari suara parau itu berasal dari sosok tantou yang duduk bersebelahan denganmu. Kau melirik dengan ujung matamu dan menemukan kemungkinan bahwa tantou itu tengah menunduk sampai matanya tidak lagi terlihat karena terhalang oleh poninya,

"Bersantai dengan dua pejuangku. Apa itu salah?" kau menekan di kata 'ku' nya.

Kau tahu bahwa ini bukan sepenuhnya benar. Fudou bukan kesatria yang seperti itu. Fudou hanyalah satu cangkang yang isi kepalanya masih sibuk dengan urusan masa lalu. Dia masih sibuk mengejar masa lalunya, dan itu yang membuat Hasebe murka pada tempo hari kala misi dimana ia hampir-hampir menghampiri tuannya yang dulu.

"Kesatriamu? Aku? Memangnya kau peduli padaku?"

Suatu perkataan yang berhasil menyulut Hasebe,

"Peduli kau bilang!?" Hasebe mulai meninggikan satu oktaf suara,

Kau menaikkan kacamatamu yang sudah agak kendur dari tempatnya, kemudian setelah itu tanganmu mendarat pada punggung Hasebe. Menenangkannya dari perasaan kesal di dalam hati yang kemungkinan tertahan sejak tadi,

"Dengar ini.. Fudou.. aku melakukan ini untuk kepentingan diriku sendiri sih. Tidak ada sangkut pautnya denganmu."

Saat itu juga, Fudou mengangkat kepalanya, dan menemukan mu sedang menatap langit senja bertahtahkan permata citrine yang cukup cerah, kau menarik kedua sudut bibirmu,

"Aku bercanda."

Fudou mendecak, 

"Kau terlalu baik."

"Ah masa? Aku bahkan tidak tahu kalau aku ini orang baik.." timpalmu santai setelahnya baru menyesap teh dalam diam,

"Untuk pedang yang-

"Kesatriaku, pejuang sejarahku, keluarga keduaku.." potongmu dengan tegas, "Tidak ada dari mereka yang tidak berguna di tempat ini."

Suasana kembali hening beberapa saat. Daun-daun momiji berterbangan diantara kalian, irismu terpaku pada satu pohon momiji yang lebih besar dibanding pohon momiji yang berjajar lainnya. Daunnya masih rimbun, belum ada tanda-tanda untuk gugur,

Bahkan Hasebe yang cerewet pun akan mengatupkan mulut saat suara tegas dari mulutmu sudah keluar.

"Begini ya, Fudou.." ucapmu kemudian, "aku tahu kau pedang tersayang Oda Nobunaga. Siapapun tahu ia, sang pemersatu Jepang dalam eranya. Aku pun mengaguminya, ketangkasan, kegarangan, dan hal lain yang tidak bisa kusebutkan satu persatu.. aku tahu, kau masih ingin kembali untuknya, menemuinya, memberikan beberapa wejangan hidup untuknya, aku tahu.. tidak ada kesatriaku yang lolos dari pandanganku, Fudou.." ucapmu tegar. Kau bisa merasakan tangan Hasebe yang naik turun di punggungmu, mungkin prihatin dengan keadaanmu saat ini,

Fudou Yukimitsu terdiam. Tidak ada niatan baginya untuk mencela.

"Tidak masalah jika kalian masih mencintai tuan kalian yang dulu. Aku sadar, aku tidak punya hak untuk melarang hal itu. Namun lain cerita saat terbesit dalam pikiran kalian, untuk menemui tuan kalian dan memberikan maklumat hidup, aku jelas menentang keras itu. Tidak perlu para Dewan yang menghakimi kalian, melainkan aku, sang Saniwa yang akan menghukum kalian dengan tanganku sendiri. Karena jika hal itu benar terjadi, kalian berisiko mengubah jalur sejarah yang sudah ada. Dan tugas kita adalah mencegah hal itu terjadi."

Hening kembali.

"Dan satu lagi..." tuturmu dalam suara yang sudah agak bergetar, "maafkan aku bila belum atau bahkan tidak bisa kalian banggakan, dan mungkin belum bisa menerimaku dengan lapang dada, maaf.. namun aku berusaha semampuku agar layak menjadi seorang Saniwa yang bisa kalian andalkan. Aku juga akan terus berusaha agar kalian bisa menerimaku di dalam hati para kesatriaku."

Fudou kesulitan menjaga fokusnya, kesatria itu tidak bisa mengalihkan pikirannya pada hal lain yang disebut kenangan,

"Dan jika kau tidak menyelamatkanku malam itu, aku akan mati tentu. Terima kasih ya sudah datang malam itu!" kau menepuk pundak kecilnya,

"Ah ahahahahaha..."

Fudou tertawa,

"Kebiasaan Aruji kan.." Hasebe memijat pelipisnya, "kau tidak bisa membedakan mana waktu serius dan bercanda ya?"

"Iya iya, kau benar! Ahaahhahaha-

Fudou tertawa terbahak sampai menyeka ujung matanya, kemudian kembali mengatur napas, "Ceramah awalmu itu terlalu serius untukku, menghimpit paru-paruku untuk bernapas. Dan ucapan terima kasihmu itu, di telingaku bagaikan seorang pelawak yang payah. Kau payah ahahahahha.."

Dan kedua sudut bibirmu kembali tertarik dalam alunan tawa dari dua orang kesatria yang menemani soremu.

Leisure

Ada seseorang yang datang, kau tidak bisa melihatnya dengan jelas karena penglihatan mu memang tidak normal. Kau menderita rabun jauh, tidak bisa melihat seseorang dengan jelas kecuali dengan kacamata atau melihat orang tersebut lebih dekat. Atau pakai lensa lunak dengan warna biru laut atau biru langit. Pernah pakai yang warna putih, Tsurumaru gantian yang terkejut.

"Aku kembali untuk Tuanku yang sekarang!" serunya.

Kepala kau miringkan saat mendengar suara lantangnya yang terbawa angin menuju telinga mu. Terdengar... asing. Rasa-rasanya, kau tidak pernah mendengar suara itu sebelumnya. Hanya siluet berbayang dengan rambut panjang yang tertangkap oleh mata mu,

"Kau siapa?"

Fudou mengernyitkan dahi, mengerucutkan bibirnya secara bersamaan,

"Ih jahat! Padahal aku-

Perkataannya terpotong olehmu yang tiba-tiba memeluk tubuhnya. Bisa kau rasakan sepertinya Fudou menahan napas.

Iya. Fudou menahan napas--sekaligus menahan sesuatu yang hampir turun dari matanya.

"Aku bercanda... selamat datang kembali, Fudou Yukimitsu. Aku menunggumu untuk kembali padaku."

Ternyata sepeduli ini orang yang sebelumnya sering disakiti lewat lisannya. Ternyata sehangat ini orang yang sebelumnya ia pandang sebelah mata. Ternyata seramah ini orang yang sebelumnya ia acuhkan. Ternyata... ah.. sudahlah. Fudou sungguh berdosa jika masih menganggap tuan barunya ini masih tidak berguna.

Dalam kecanggungannya, Fudou berusaha mengalungkan kedua lengannya di bahu sang tuan. Menenggelamkan wajah sendu yang memutar memori pada lekukan leher yang dibalut baju miko tebal tuan perempuan tangguhnya ini. Fudou membiarkan air mata turun tanpa izinnya, yah.. tidak ada salahnya ia menangis kan?

"Aku pulang Aruji.... aku pulang untukmu."


Date of Update ; 12 July 2020,
By ; aoiLilac.

Aku... anip :)

Tentu, semua ini berkat kak shen yang uda bimbing aku onlen buat main tkrb tahun lalu. Ampe beberapa bulan gitu aku gangguin dia, ehehehehe. Bahkan sampe saat ini gitu lho aku ngerecokin kak shen. Ehehehehe. Hayuk kak semangattt skripshitnyaa!!

AKU ANIP!!!
AAAAAAAAA SENENG BANGET.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top