5 - Thessaloniki (end)

Karya ini dilindungi oleh Undang Undang Hak Cipta no. 28 Tahun 2014. Bagi pelanggar akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Kabut tipis menyelimuti Laut Aegean di kala malam hari. Sebuah kapal dagang Macedonia tampak berlayar di perairan tenang. Tidak besar seperti jenis galleon, tetapi kokoh untuk menyeberang antar pulau.

Beberapa awak bersantai di geladak, di mana sisanya beristirahat di dek bawah, menunggu pagi hari. Satu orang pemuda berusia 18 tahun, seorang penumpang, bersandar pada tepian, mendongak, mengamati langit yang tidak menunjukkan bintang.

"Hati-hati, Anak Muda. Di sini adalah kekuasaan Thessaloniki."

Suara salah satu kru kapal membuat pemuda berpenampilan rapi itu menoleh ke balik bahu. Sentuhan Eropa Asia tercetak pada kulit sedikit gelap dan hidung mancung Philip. Baju terusan cokelat semata kaki yang diikat oleh tali pada bagian pinggang, mencirikan bahwa dia adalah penduduk dari salah satu kota, yang telah dipengaruhi oleh percampuran budaya atas prakarsa dari Alexander Agung.

"Thessaloniki?"

"Aye …." Awak kapal itu berjalan mendekat dan bersandar di dekat sang penumpang. "Seorang mermaid. Apa kau tidak tahu kisahnya?"

"Maaf, ini pertama kalinya saya ikut melaut," balas Philip dengan sopan. "Apakah mermaid adalah sejenis ikan besar?"

"Tidak, dia adalah seorang gadis cantik dengan dua ekor ikan dari pinggang ujung kaki." 

"Maaf, saya tidak mengerti …."

"Dari mana aku harus cerita …." Pria berjanggut putih itu merenung sambil menggaruk dagu. "Beberapa puluh tahun silam, saat Alexander Agung masih hidup, dia berpetualang mencari sumber air keabadian dan mendapatkannya setelah membunuh seekor naga."

"Naga?" Kening Philip seketika mengerut kebingungan. "Apakah itu binatang bersisik yang dapat mengeluarkan api dari mulut?"

"Aye!" balas sang awak kapal dengan menggebu. "Dia bertarung secara berani, berhasil membunuh sang naga, dan membawa pulang sebotol kecil air keabadian ...."

Kapal bergoyang pelan, mengikuti arah mata angin yang membawa mereka ke Selatan. Derak kayu terdengar saat kru lain berjalan mendekat, tertarik untuk mendengar.

"Sayangnya, saat pulang, dia tertidur …."

"Alexander yang Agung tertidur?"

"Aye …."

"Tertidur di mana?" Philip tidak dapat menahan rasa penasarannya. Pemuda itu dengan skeptis mencoba memahami cerita absurd, yang sedang dia dengar.

"Tentu saja di rumah ibunya, Olimpias," jawab awak yang lebih muda. Rambut kuning jagung sepanjang bahu terikat secara asal oleh seutas tali. "Saat itu, Thessaloniki, adik tirinya, mengambil botol yang tergeletak begitu saja. Dia meminumnya dan menuang sisanya untuk menyirami tanaman."

"Tidak, bukan begitu!" sanggah si pria tua. "Alexander memang memberikannya ke  Thessaloniki untuk dipakai keramas."

Sayangnya, awak, yang lebih muda, bertahan dengan versi ceritanya. Pria berkisar 30 tahun itu menggeleng sambil berkata, "Alexander berniat meminumnya sendiri. Dia bangun dan sangat marah saat mengetahui adik tirinya menghabiskan air keabadian itu, maka dirinya mengutuk Thessaloniki menjadi duyung."

"Dasar Pemabuk, Thessaloniki merasa sedih karena kakaknya, Alexander, meninggal dunia. Dia jadinya melompat ke laut dan menjadi duyung."

"Bukan, Pria Tua! Dia dikutuk oleh Alexander!"

Kedua pelaut itu saling tatap sebelum si Bewok Putih mendorong dada rekannya. "Jadi, maksudmu kalau saya pembohong?!

"Tuan-Tuan, tidak perlu bertengkar," lerai Philip di sela-sela rasa bingungnya. "Almarhum Ratu Thessaloniki tewas dirac--"

"Saya mengatakan yang sebenarnya!" 

Sayangnya, si awak, yang lebih muda, tidak mendengarkan ucapan Philip dan balik mendorong dada penyerangnya. "Alexander Agung marah kepadanya!"

Si Bewok Putih pun seketika memberikan bogem mentah pada wajah lawan bicaranya dan membuat wajah Philip mengerut ngeri. Awak yang berambut kuning mundur terhuyung dengan mengedip-ngedipkan mata. Dia membutuhkan waktu beberapa detik sebelum mendadak meraung marah dan berlari untuk menubruk jatuh rekannya.

"Tuan-Tuan, tolong berhenti!" seru Philip panik. Kedua awak itu kini bergulat di lantai kayu geladak kapal dan berusaha saling menghajar satu sama lainnya. "Saya yakinkan kedua kisah itu adalah fiktif! Thessaloniki Macedonia menikah dengan Raja Cassande dan tewas diracun putranya sendi--"

Akan tetapi, ucapan Philip sontak terhenti. Di bawah cahaya sinar purnama, terlihat sebuah kepala menyembul dari permukaan laut. 

"Siapa itu?"

Pertanyaan Philip membuat kedua laki-laki, yang sedang bergumul, pun seketika berhenti berkelahi. Mereka bangkit berdiri dan ikut menoleh ke sisi kapal. 

Sinar remang-remang membuat Philip cukup sulit untuk mengamati dengan lebih jelas. Namun, dia yakin bahwa makhluk yang berada di sana adalah seorang manusia.

Rambut pirang panjang terurai menutupi sebagian besar tubuh. Wajah bagai telur dengan sepasang bola mata biru seindah langit di kala cerah. 

 Perempuan?

"Apakah Alexander Agung masih berkuasa?"

Pertanyaan aneh itu meluncur dari bibir tipis si pemiliknya, mengalun merdu bagai deru angin laut.

"Hah? Apa?" tanya Philip kebingungan. Dia berjalan mendekat, berusaha mendengar lebih jelas.

"Apakah Alexander Agung masih berkuasa?"

Pertanyaan yang sama. Kening Philip pun mengerut semakin dalam. "Nona, bagaimana kau berada di laut? Apa kapalmu tenggelam?"

Akan tetapi, tidak ada tanggapan wajah cantik itu menatap kosong ke arah Philip sebelum bertanya untuk ketiga kalinya. 

"Apakah Alexander Agung masih berkua--"

"Ya! Dia masih berkuasa dan masih memerintah!"

Jawaban kompak dari kedua awak yang berada di belakang Philip membuat langkah pemuda itu terhenti. Dia pun refleks menoleh ke belakang sejenak untuk memberikan pandangan bertanya-tanya sebelum cipratan air mengejutkannya.

Philip kembali menengok ke depan. Namun, sosok cantik itu tidak lagi tampak. Dia dan kedua awak berlari ke sisi kapal untuk melihat lebih jelas.

Sama saja, tidak ada siapa pun di sana. 

"A-apa itu tadi?" tanya Philip masih dengan heran yang sama.

"Thessaloniki …."

Gumaman senada dari kedua pria di dekatnya membuat akal sehat Philip refleks melawan. Namun, pemuda itu masih cukup waras untuk menahan lidah.

Beberapa jam kemudian, cahaya di ufuk timur mulai menerangi langit. Mulut Philip ternganga saat melihat serpihan bangkai kapal lain di sekitar mereka.Tidak ada manusia yang ditemukan, hanya potongan kayu dan belasan tong.

"Apa mereka terkena badai?"

Si Bewok Putih pun menepuk bahu kiri Philip. Dia mengangkat alis kanan dan menjawab dengan nada penuh percaya diri. "Thessaloniki …."

"Hah? Apa?"

"Saat dia bertanya apakah Alexander Agung masih berkuasa? Maka, kita harus menjawab, 'Ya! Dia masih berkuasa dan masih memerintah!'," balas si awak berambut kuning jagung. "Atau, dia akan berubah menjadi wanita raksasa berambut ular dan menghancurkan kapal."

"Gorgon ...." Lanjutan penjelasan dari kru yang lebih tua membuat Philip mengatupkan bibir. Mungkin, kisah di laut memang berbeda dengan di darat.

"Daratan!"

Tepi pantai terlihat dari kejauhan. Teriakan awak yang bertugas memantau dari atas pun membubarkan obrolan mereka. 

Philip beserta awak turun dari kapal dengan selamat. Namun, ada satu pelajaran penting yang dia dapatkan selama perjalanan. 

Hati-hati saat menjawab pertanyaan dari seorang perempuan, salah berkata, nyawa taruhannya. (End)

Well, kisah duyung Thessaloniki memang luar biasa membingungkan. Sosok aslinya sangat dipastikan tidak berubah menjadi duyung dan dikubur secara normal di dalam tanah.

Mungkin, bisa saja, si duyung adalah salah satu selir Alexander Agung yang patah hati akibat kekasihnya meninggal dunia. Bisa saja, 'kan?

13 Maret 2022

Benitobonita

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top