1 - Atargatis (Part 1)

Legenda Mermaid Babylonia - Mesopotamia

Karya ini dilindungi oleh UU Hak Cipta 28 tahun 2014. Siapa yang melanggar akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Butiran pasir kuning keemasan menari dalam pusaran lembut yang diembuskan angin siang. Arakan awan putih tidak nampak, menyisakan langit biru yang membentang luas di angkasa Babylon, Assyria.

Aliran air sungai pun berkilau bagai berlian, tanpa sungkan memantulkan cahaya mentari dan menampilkan berbagai jenis ikan, yang sedang bermain dengan kelompok mereka masing-masing.

Indah dan tenang.

Alam di daerah Mesopotamia seakan sedang bersuka cita, hendak menyambut kehadiran seseorang ... atau sesuatu?

Setitik benda berkilau mendadak memelesat jatuh begitu saja dari langit.

Seratus meter.

Sepuluh meter.

Seratus sentimeter.

Sepuluh sentimeter.

Cipratan pun terdengar. Air sungai memercik ke segala arah, membasahi area berumput, yang berada di sekitar sungai. Puluhan ikan yang sebelumnya sedang berenang dengan berbagai gaya sontak terkejut.

Seekor menoleh.

Dua lainnya mengikuti.

Hingga seluruh ikan di sana mengitari benda asing yang membuat kehebohan di siang sunyi.

Apa itu?

Seekor berbisik kepada yang lain. Entah seperti apa mereka berkomunikasi. Sonarkah atau telepati?

Benda putih bulat lonjong sebesar telur ayam yang tidak seharusnya berada di sana pun mengapung, menjadi pusat perhatian. Namun, tidak lama.

Sedetik.

Dua detik.

Perlahan, butir telur itu tenggelam, hendak menuju dasar sungai.

Tidak!

Seekor ikan mengambil inisiatif. Dia menyelam cepat dan menyundul sang telur, membuat benda aneh itu kembali mengapung, meski sejenak.

Ini asyik!

Yang lain kini berebut ingin mencoba. Telur aneh itu timbul tenggelam, dengan puluhan ikan bermain di bawahnya.

Sundulan terakhir didapatkan. Sang telur pun menggelinding di pinggir sungai.

Semilir angin yang menerbangkan segenggam daun pun menurunkan suhu sekitar, membuat sang telur atau makhluk yang berada di dalamnya menggigil kedinginan. Saat bermain telah usai. Dia lelah dan menginginkan kehangatan.

Hangatkan aku .... Kumohon ....

Kepak sayap mendadak terdengar. Seekor merpati betina mendarat di atas rumput dan mengamati sekitar dengan curiga. Leher jenjang putih melenggok ketika burung itu memutari sang telur.

Hei .... Aku kedinginan. Tolong.

Tiba-tiba, sang merpati mendadak terbang begitu saja. Telur mungil itu atau makhluk yang berada di dalamnya pun meratap pilu.

Jangan pergi .... Jangan.

Untungnya, kepak sayap kembali terdengar. Sebatang ranting diletakkan sebelum sang merpati mengangkasa lagi.

Sebatang menjadi dua.

Dua ranting kini bertambah empat.

Terus bertambah hingga sang merpati duduk di atasnya. Hangat ....

Sang telur atau makhluk yang di dalamnya merasa nyaman. Kantuk mengetuk, lelap pun menghampiri. Terlena dalam buaian induk merpati, dia pun tertidur.

Sehari.

Dua hari.

Waktu berlalu dalam lelap.

Sepuluh hari.

Dua puluh hari.

Makhluk di dalam telur menggeliat saat membuka mata. Bunyi retakan masuk ke pendengaran. Cahaya mentari menelusup dari retakan.

Sang merpati pun mengepakkan sayap saat tangisan seorang bayi manusia terdengar dari pecahan telur.

Ibu .... Jangan pergi! Raungan semakin keras saat tubuh sang bayi membesar semakin cepat.

Sepasang tangan dan kaki yang gempal memanjang. Hidung mancung dan pipi tembam merona menghiasi wajah yang dipayungi rambut hitam.Kulit cerah membalut tubuh montok sang bayi perempuan.

Ibu! Jangan pergi!

Sang bayi menjerit pilu. Namun, tugas induk merpati telah usai. Binatang suci itu memberikan tatapan terakhir kepada putri angkatnya sebelum terbang tinggi, meninggalkannya pada takdir.

Tangisan terus berkumandang. Langkah kaki dan gemeresak dedaunan kini terdengar.

"Bayi? Ini bayi dari mana?"

Suara berat seorang manusia membuat sang bayi menoleh perlahan. Sayang, jarak pandang belum dapat melihat jauh. Hanya sepasang kaki beralas kulit lembu yang tertangkap pandang.

"Cantik sekali ...." Suara penuh pemujaan kini menggantikan nada heran yang terucap sebelumnya.

Sepasang tangan kini terulur meraup bayi mungil itu. Sang bayi pun refleks menggeliat kala janggut si pengembala menggelitik pipi seranum apel miliknya.

Geli ....

"Ouch!" ucap si penggembala saat jari-jari montok dan mungil itu menjambak rambut cokelat yang tubuh di dagu.

Dia lucu ....

Kekehan sontak terdengar. Sang bayi memamerkan gusi merah mudanya dan menendang riang.

Wajah tua penuh keriput itu pun ikut menyeringai. Dia meraih selembar kain kumal yang tersampir di bahu untuk membungkus tubuh sang bayi.

"Atargatis .... Kau kunamakan Atargatis."

*****

Pembaca yang baik hati dan semoga selalu sehat juga bahagia, tolong klik bintang, ya. ^^

8 Maret 2022

Benitobonita

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top