Chapter 4

Xion terengah. Bulir-bulir keringat sebesar biji jagung mulai merembes keluar dari lapisan kulitnya. Di hadapan avatar lelaki berambut hitam itu, berjajar puluhan ekor buaya ganas yang menghadang jalannya. Membuat dirinya kewalahan menghadapi mereka semua.

Garam yang dicari Xion berada di daerah pantai. Akan tetapi, rute tercepat untuk bisa tiba di pantai adalah dengan melewati area rawa yang membentang luas di antara lebatnya pepohonan rimba. Yang mana rawa tersebut ditinggali oleh sekelompok reptil purba, buaya.

Xion tahu itu. Namun, ia tidak menyangka bahwa buaya yang biasanya hanyalah monster berlevel rendah, kini menjadi begitu ganas dan berbahaya.

"Sial! Seharusnya aku tidak melewati tempat ini," umpatnya sembari membabatkan pedang ke sana-kemari. Tidak hanya di dalam rawa, buaya-buaya itu juga merangkak di atas dahan-dahan pohon raksasa. Hal itulah yang membuat Xion makin terdesak.

Xion melompat dari dahan satu ke dahan lainnya, lantas kembali mengayunkan pedangnya ke arah seekor buaya yang sudah bersiaga di dahan pohon tersebut. Menebas area vital milik reptil itu, yakni rahangnya.

Sambil bertarung, Xion tetap berusaha menjaga keseimbangan. Salah perhitungan sedikit saja dalam melangkah, ia akan langsung terjatuh ke dalam rawa dan tentu saja akan menjadi santapan makan siang para buaya.

Greb!

Seekor buaya menggigit kakinya. Xion lengah, ia sama sekali tidak menyadari bahwa masih ada buaya yang hidup berada di dekatnya.

Dengan tenaga yang tersisa, Xion langsung menghujamkan pedangnya tepat ke tempurung kepala buaya yang menggigit kakinya. Beruntung, pedang itu mampu menembus kulit keras yang dimiliki oleh buaya. Membuat binatang itu meraung kesakitan dan melepaskan kaki Xion dari gigitannya. Begitu terbebas, Xion langsung menghabisi nyawa buaya tersebut tanpa ampun.

Akan tetapi, rasa sakit yang seolah membakar kaki kirinya mulai merambah ke seluruh tubuhnya. Xion dapat melihat daging terkoyak dan darah yang mengalir keluar dari luka tersebut. Rasa sakitnya benar-benar nyata. Membuat pikirannya membayangkan andai kata luka itu mampu menyebabkan kematian pada dirinya.

"Tidak, aku tidak akan mati seperti ini! Aku pasti akan tetap hidup," sergah Xion, menyangkal isi pikirannya sendiri.

Buaya-buaya mulai beralih merangkak di dahan yang sama dengannya secara bersamaan, dengan perlahan mendekati tempatnya berpijak. Mengepungnya. Xion sekuat mungkin berusaha mengabaikan rasa sakitnya. Ia langsung mengambil sikap kuda-kuda siaga dan bersiap untuk kembali menyerang.

Delapan buaya mengepung dirinya. Bayangan akan kematian semakin merasuki pikiran, sehingga tanpa Xion sadari tubuhnya sudah gemetar hebat. Ia tidak yakin bisa selamat dari semua situasi itu.

Namun, dalam sekejap mata, seluruh buaya itu tiba-tiba jatuh tergelincir dari dahan pohon sambari mengerang. Membuat Xion terkejut karena ia sendiri belum mengeluarkan serangan apa pun. Hingga sesosok avatar berwujud seorang gadis datang dan hinggap di dahan yang sama dengannya.

"Hei, pemain asing! Sebaiknya kamu segera berterima kasih kepada Neo begitu kamu menemuinya nanti." Gadis bermanik merah marun itu langsung berbicara tanpa memperkenalkan diri terlebih dahulu.

Helai-helai rambut berwarna merah kecokelatan miliknya terlihat melambai lembut dihempas angin, bersamaan dengan kostum yang dikenakannya—busana Cina tanpa lengan. "Hampir tidak pernah aku melihat lelaki itu mengarahkan anak panahnya, untuk membantu pemain lain," gumam gadis itu, tetapi masih mampu didengar oleh Xion.

"Ka-kamu yang menghabisi semua buaya di dahan ini?" Xion tergagap. Sejujurnya, ia masih belum dapat mencerna ucapan gadis itu barusan.

"Bukan aku, tapi dia." Gadis itu mengarahkan telunjuknya ke arah rimbunan pohon. Xion menatap arah yang ditunjuk oleh gadis tersebut, tetapi ia tidak melihat siapa pun di sana. "Omong-omong, kamu bisa memanggilku Sora," ujar avatar bernama Sora tersebut.

"Aku Xion. Siapa pun itu, terima kasih sudah menyelamatkanku."

Sora membalas ketus, "Dia tidak akan mendengar ucapanmu dari sini. Ayo pergi! Kamu ingin ke pantai, bukan?" Ia lantas melompat ke dahan pohon berikutnya, sembari menendang mata para buaya menggunakan bilah pisau kecil, yang tersimpan di balik sol sepatu boots hitamnya.

Xion kemudian mengikuti jejak Sora. Ia kagum pada kelincahan gadis itu menghindari serangan para buaya, sekaligus melumpuhkan mereka dengan mudah. Sesekali, ia merasakan adanya hawa keberadaan seseorang yang turut membuntutinya di belakang, tetapi ia tidak bisa melihat orang itu dengan jelas.

Hingga akhirnya Xion dan Sora tiba di daerah pantai dengan selamat. Hamparan pasir menyapa penglihatan mereka, disusul dengan suara kicauan burung laut, juga deburan ombak yang menghantam pesisir. Air laut yang tersorot sinar matahari terlihat begitu biru, senada dengan warna langit yang menaungi dunia di atas sana.

Tidak berselang lama, dari belakang mereka berdua, hadirlah seorang lelaki berjubah hitam yang melangkah keluar dari kegelapan hutan. "Bagaimana dengan lukamu, pemain asing?" tanyanya sambil menepuk pelan bahu kanan Xion. Nyaris membuat Xion melompat karena terkejut.

Xion tak langsung menjawab. Ia mengamati avatar berwujud lelaki yang terlihat sedikit mencurigakan. Melihat Xion yang bersikap waspada, Sora lantas berkata, "Dia Neo, orang yang menolongmu tadi."

"Ah, astaga!" hembus Xion begitu menyadari kebodohannya sendiri. "Terima kasih telah menyelamatkanku, Neo. Maaf sudah sempat mencurigaimu."

Xion kemudian melirik ke arah luka di kakinya yang masih meneteskan cairan berwarna merah darah. "Iritabilitas dari luka ini benar-benar terasa nyata, sih. Bahkan aku sempat berpikir kalau luka ini bisa membuatku mati."

"Oh," balas avatar bernama Neo tanpa mengubah ekspresi wajahnya yang datar.

"Omong-omong, aku dan dua pemain lain yang kutemui … kami tidak bisa keluar dari gim ini." Xion kembali angkat bicara, tetapi dengan suara yang cukup lirih.

"Oh, ya?" sahut Sora. "Kupikir hanya aku dan Neo yang tidak bisa keluar. Ternyata kamu juga. Apakah kamu tahu penyebabnya?"

Xion menggeleng. "Aku benar-benar tidak tahu kenapa bisa seperti ini, apa yang terjadi pada gim-nya, kenapa bisa seperti ini. Aku hanya mengira, mungkin saja jika kita mati di sini, itu sama saja dengan kita mati di dunia nyata."

"Tidak ada tombol 'Mulai Ulang' atau 'Berlanjut'. Seolah ketika kamu tertusuk sekarang, maka kamu akan benar-benar mati." Neo melirik Xion sebentar, kemudian pandangannya beralih ke tanah. "Semuanya membuat kita harus bertahan hidup. Dan, kamu benar tidak tahu apa pun tentang hal ini? Sama seperti kami?"

Xion menggeleng lagi. "Bagaimana dengan kalian?"

"Oh, ayolah. Kami bertanya padamu dan kamu malah bertanya balik?" Sora menyeringai. "Kita sama-sama terjebak, kami tidak tahu-menahu soal bug ini, begitu juga kamu. Dan, kulihat kamu banyak mengalami kesusahan seperti tadi. Apa saja yang kamu dapat?"

"Banyak. Tapi belum semua. Masih ada misi yang harus diselesaikan, bukan? Siapa tahu menyelesaikan misi adalah salah satu cara untuk dapat keluar dari sini."

"Aku juga berpikir begitu." Neo melirik Sora.

"Apa kamu mau bekerjasama dengan kami?" Sora bertolak pinggang, sementara tangan kanannya terulur ke arah Xion.

Xion meraih tangan Sora dan menjabatnya. "Aku memiliki dua rekan. Kami saling berbagi tugas. Kupikir, semakin banyak kita membangun koneksi dengan pemain lain, akan semakin mudah bagi kita untuk menyelesaikan misi ini."

Sora menarik sebelah sudut bibirnya. "Ya, tentu saja kami dapat membantumu melewati rawa buaya itu dengan mudah," cibirnya.

"Aku terkejut, kalian bisa mengelabuhi mereka dengan begitu mudahnya." Xion lantas melangkah lebih dekat ke arah air laut yang sesekali meluap hingga ke pesisir. Ia kemudian mengambil butiran pasir yang ada di situ.

"Tidak perlu membunuh mereka. Itu hanya membuang-buang waktu. Toh, mereka tidak menghasilkan poin yang cukup besar," ungkap Neo. "Kamu cukup menyerang bagian matanya saja."

Xion merasakan ada sedikit kejanggalan di sini. "Bagaimana kalian tahu—"

"Kamu sudah selesai mengambil bahannya, 'kan?" potong Sora. Avatar itu kemudian berjalan mendekati hutan. "Ayo pergi dan temui kedua rekanmu itu. Atau kamu lebih memilih untuk melewati rawa buaya pada saat matahari mulai terbenam."

Sepersekian detik kemudian, Sora menghilang di balik dedaunan pohon, diikuti oleh Neo dan Xion yang mengekor di belakangnya.

Tidak berselang lama, mereka kembali memasuki kawasan rawa buaya. Para binatang reptil tersebut kembali datang menghadang dengan gigi tajam dan ekor mereka yang bergerak agresif. Namun dengan sigap dihabisi oleh Neo sehingga Xion tak perlu berbuat banyak.

Di tengah perjalanan, sebuah papan gim muncul, nyaris mengambil separuh jiwanya. Matanya terbelalak kaget, kesadaran mulai mengambil alih dirinya kembali. Sirine waspada dalam dirinya seakan berteriak kencang. Game ini gila!

"Avatar Wilwil telah tereliminasi."

Nyaris kehilangan akal, Xion berlari membelah hutan. Meloncat dari satu dahan pohon ke dahan pohon lain, menebas satu pun buaya yang menghalangi jalannya. Ia harus segera bertemu Leo!

Dengan kaki gemetar, ia berlari menuju titik lokasi Leo yang saat ini tengah berada di pekarangan rumah Timun Mas. Dengan napas yang terengah-engah, ia melontarkan rentetan pertanyaan pada Leo.

"Apa itu benar? Di mana Wilwil? Sebenarnya apa yang baru saja terjadi?!"

Sementara itu Leo terduduk lemas dan mulai terisak, "Yang kau lihat tadi itu benar. Maaf, ini salahku."

Xion nyaris kehilangan keseimbangan. Kepalanya dipenuhi dengan banyak pikiran. Hingga ia tidak menyadari keberadaan dua Avatar yang sedari tadi berdiri di belakangnya.

»|«

Happy Reading!
Wah, karakter baru mulai muncul, nih! Gimana ya kelanjutan kisah ini kedepannya? Ikuti terus alur ceritanya biar gak ketinggalan update-an.

Bila kamu suka ceritanya, silakan pencet vote, komen, dan jangan lupa untuk share. Biar lapak ini makin rame, uhuyy.

Sampai jumpa di minggu yang akan datang:D

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top