Chapter 2

Pohon bergerak mengikuti arah angin berhembus. Udara begitu menyejukkan tubuh. Tempat dalam gim memang begitu memesona dan menyenangkan. Namun, sayangnya dunia gim tak selamanya menyenangkan. Sebagaimana yang terjadi pada Lala saat ini.

Lala masih terduduk di atas tanah. Tangannya terus sibuk mengotak-atik layar menu. Sudah berkali-kali ia menekan tombol 'keluar' serta tombol 'bantuan dan masukan', tetapi tidak ada satu pun respon dari sistemnya.

Hingga akhirnya Lala—si pemilik avatar Leo—menyerah. Pikirannya mulai dihantui dengan bayangan-bayangan film yang pernah ditontonnya, tentang pemain yang terjebak di dalam sebuah gim. Di mana jika mereka mati di dalam gim, itu sama saja dengan mati di dunia nyata.

Pandangan si pemilik avatar Leo itu mulai buram. Di ujung penglihatannya, parameter status hit point menunjukkan angka yang semakin menipis. Nyaris mendekati enam puluh dan terus saja berkurang. Hal itu membuat Lala berpikir bahwa gigitan ular tadi mengandung racun yang mematikan.

Tidak ingin mati konyol, Lala lantas mencari item yang bisa digunakannya untuk menetralisir racun. Ditekannya tombol backpack yang terpampang di layar menu, kemudian memilih untuk mengambil consumable item berupa ramuan penyembuh tingkat tinggi yang sudah dibelinya beberapa hari lalu.

Setelah menekannya sekali, sebuah phial yang berisikan cairan berwarna hijau muncul di genggaman tangan kanannya secara ajaib. Tak menunggu lama, avatar bernama Leo itu segera menenggak ramuan tersebut.

Beberapa detik setelahnya, parameter status hit pointnya mulai terisi penuh kembali. Bersamaan dengan itu, rasa sakit yang semula sudah menjalar ke seluruh bagian tubuhnya—bahkan nyaris membuatnya kehilangan kesadaran, akibat tak sanggup untuk menahan rasa sakit tersebut—kini berangsur-angsur menghilang.

"Ah, untung saja item masih bisa digunakan di sini. Jika tidak, aku pasti sudah mati karena racun ular tadi," gumam Leo.

Avatar berbentuk gadis yang memiliki rambut berwarna merah itu mulai bangkit dari posisi duduknya. Pandangannya menyapu bersih daerah sekitar, mulai mencoba untuk berhati-hati karena tidak ingin terjebak ke dalam kemungkinan terburuk,—mati konyol di dalam gim.

"Mungkin aku harus menyelesaikan misi. Siapa tahu portal ke home page masih bisa berfungsi seperti biasanya," monolog Leo dengan pandangan yang tampak menerawang jauh ke awang-awang.

Dengan langkah kecil, ia mulai memunguti ranting-ranting kering yang tadi sudah dikumpulkannya. Juga mengambil beberapa ranting kering dari pepohonan yang berhasil ditangkap oleh pandangannya. Hingga ranting kering bawaannya kini sudah cukup banyak.

Ting!

Selamat kamu berhasil menyelesaikan misi 'Membantu Timun Mas mencari kayu bakar'.

Sebuah notifikasi muncul begitu Leo tengah mendekap setumpuk ranting kering.

Timun Mas akan pulang setelah selesai mencari kayu bakar. Bisakah kamu membantu Timun Mas untuk membawa kayu bakar ke rumah? Ayo, temani Timun Mas dan carilah tempat tinggalnya.

Misi selanjutnya langsung muncul. Melihat isi perintah yang seperti itu, membuat Leo sedikit panik. Bagaimana tidak? Ia sudah kehilangan jejak Timun Mas saat ini.

Beruntungnya, sebuah peta baru sudah dapat diakses olehnya. Kali ini ia bukan hanya melihat titik kuning—yang menyatakan keberadaan timun Mas. Namun ia juga melihat beberapa titik biru di peta itu.

"Ada pemain lain?" bisik si avatar bersurai merah itu. Berkali-kali memainkan gim ini, membuat Lala tahu betul jika titik biru dalam peta menyatakan keberadaan dari pemain lain. Menyadari akan adanya pemain lain, membuat Lala—yang kini dalam wujud avatar bernama Leo—mengembuskan napasnya lega. Setidaknya ia tidak sendirian di tempat ini.

Dengan langkah pelan, si avatar mulai berjalan menyusuri hutan—mencari jalan menuju keberadaan Timun Mas. Ia juga berharap bisa berpapasan dengan pemain lain saat di perjalanan.

Kaki bekas gigitan ular tadi memang sudah tidak sakit lagi. Namun, entah mengapa tubuhnya masih sedikit lemas.

Bermenit-menit berjalan menyusuri rimbunnya hutan. Avatar Leo masih terus berjalan dengan waspada, matanya menatap jeli ke sekitar—takut jika ada hewan buas yang mengintainya.

Kaki avatar berkebaya hitam itu berhenti melangkah, ketika sebuah suara terdengar dari arah yang tidak diketahuinya dengan pasti.

Dengan waspada pandangan Leo menatap ke sekitar. Kedua tangan Leo tanpa sadar mengeratkan dekapannya pada tumpukan ranting yang ia bawa. Itu bukan suara dari hewan liar, kan? pikir avatar itu.

Dengan perasaan yang berkecamuk, Leo kembali melanjutkan perjalannya. Namun, belum semenit ia kembali melangkah, suara yang sempat mendatanginya kini kembali muncul, bahkan lebih keras. Suara itu terdengar seperti langkah kaki yang bertabrakan dengan dedaunan kering.

"Apa itu Harimau? Serigala?" bisik Leo sembari menatap ke sekitar. Tak ingin berhadapan dengan binatang buas yang mungkin akan membuatnya terluka bahkan mati, ia segera mempercepat langkahnya menjauhi tempat itu.

"Tunggu!" Samar-samar Leo mendengar suara dari arah belakangnya. Tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Suara itu berkali-kali memintanya berhenti, diiringi dengan suara gemerisik dedaunan kering.

Dengan keberanian yang tinggal setengah, avatar berkebaya hitam itu memberanikan diri untuk menoleh ke belakang. Leo terdiam, napasnya terhenti sejenak, tetapi jantungnya berdetak lebih cepat ketika melihat ada suatu makhluk di belakangnya. Detik berikutnya kinerja tubuhnya kembali berjalan dengan normal, ketika ia mulai sadar bahwa makhluk yang ia maksud merupakan avatar seperti dirinya.

Avatar berambut hitam tampak berjalan cepat menuju arah Leo. Leo pikir hanya ada satu avatar namun, ternyata di belakang avatar laki-laki itu, masih ada avatar berbaju lurik dengan capil di kepalanya.

"Huh, akhirnya," ujar avatar berambut hitam dengan napas yang terengah.

"Ka-kalian?"

"Kamu bisa keluar dari game? Bisa enggak? Bisa, kan? Atau enggak?" Leo menatap lelaki berambut hitam itu bingung. Tanpa pembukaan apa pun pemuda itu langsung melontarkan pertanyaan beruntun itu pada Leo.

"Xion …," Avatar bercapil tampak memanggil nama pemuda berambut hitam dengan penuh penekanan, seolah ia tengah menegur pemuda itu. "Kalau mau tanya itu pakai pembukaan dulu. Kalau seperti itu anak orang bisa takut!"

Avatar yang diketahui bernama Xion itu tampak berdeham singkat. "Oh. Hai, namaku Xion. Jadi, apa kamu juga enggak bisa keluar dari game ini? Pasti juga enggak bisa, kan?"

Avatar lelaki bercapil tampak menghela napasnya mendengar perkataan Xion. Terserah Xion sajalah, pikir avatar bercapil itu. "Aku Wilwil. Aku tadi tidak sengaja bertemu Xion, dan ia berkata kalau dia ingin keluar dari game ini namun tidak bisa. Karena tidak percaya dengan perkataan Xion, aku mencoba untuk keluar dari game. Dan ternyata, aku juga tidak bisa keluar. Apa kamu juga demikian?"

Leo menganggukkan kepalanya. "Aku tadi sempat terpatok ular. Karena terasa sakit, aku berniat keluar dari game ini. Tapi, entah kenapa aku tidak bisa keluar game."

"Terpatok ular dan terasa sakit?" tanya Xion dengan wajah yang mulai tegang. Matanya yang sipit pun tampak melebar.

"Coba cubit aku!" pinta Xion pada Wilwil. Wilwil pun dengan senang hati mencubit lengan Xion.

"Sakit!" pekik Xion. "Bukankah game ini didesain seperti mimpi? Dan, seharusnya mimpi tidak menghadirkan rasa sakit. Lalu ini apa?!" lanjut Xion dengan wajah yang semakin menegang. Bulir-bulir keringat mulai muncul di keningnya. Sepertinya dia terkena serangan panik.

Wilwil yang menyadari kepanikan Xion segera menenangkannya. Sedangkan Leo mencoba menenangkan diri sendiri, yang kembali panik karena melihat kepanikan dari Xion.

"Tenang, kita pasti bisa keluar dari game ini. Kan ada aku, si Top Global 1 Game Legend Of Archipelago." Oke, sebenarnya kalimat itu bukan hanya untuk menenangkan Xion. Tapi juga untuk menenangkan diri Wilwil sendiri. Meski Wilwil cukup pro dalam gim ini, tapi tidak menutup kemungkinan jika dirinya bisa kalah dalam gim ini.

Setelah berhasil menenangkan Xion, ketiga avatar itu segera berjalan bersama mencari keberadaan dari Timun Mas. Cukup lama ketiganya menyusuri hutan, hingga akhirnya ia sampai di rumah Timun Mas, tempat Timun Mas berada.

Kemudian, ketiganya mulai menyerahkan barang misi yang ia dapatkan kepada Timun Mas. Selayaknya karakter yang dijalankan oleh sistem, Timun Mas hanya berkata terima kasih dan beberapa kalimat tambahan lainnya yang terdengar monoton.

Setelahnya, Leo, Xion dan Wilwil hanya terdiam sembari menonton interaksi Timun Mas dan sang ibu, yang tengah menceritakan sebuah kebenaran tentang Raksasa jahat yang ingin menjadikan Timun Mas sebagai santapannya.

Lalu, alur cerita dalam gim pun berubah, ketika Mbok Srini—ibu dari Timun Mas pergi menemui petapa di pelosok hutan. Mbok Srini menghadap sang petapa, memberi tahu maksud dan tujuannya datang ke tempat tersebut.

"Kalian bisa mencari biji mentimun dan jarum di gubuk tua yang berada di atas bukit. Sedangkan garam dan terasi terletak di gua dekat sungai. Berhati-hatilah, banyak bahaya yang siap mengintai."

Setelah mendengar perkataan sang petapa, sebuah notifikasi muncul di hadapan Leo dan mungkin juga di hadapan pemain lainnya.

'Mbok Srini tengah mencari bahan-bahan yang disebutkan oleh sang petapa, guna menyelamatkan Timun Mas dari bahaya. Bisakah kamu membantu Mbok Srini mencari keempat bahan tersebut? Ayo, selesaikan misi ini.'

"Sebentar-sebentar. Bukankah seharusnya si petapa yang memberi bahan-bahan itu kepada Mbok Srini. Kenapa sekarang kita yang diminta untuk mencari empat bahan itu?" Xion membuka suara sembari mengingat-ingat cerita Timun Mas yang pernah ia baca dulu, ketika duduk di bangku sekolah.

"Sedari awal game ini memang sudah tidak beres. Dan bodohnya, kita bahkan tak menyadari hal itu." Wilwil berujar sembari menatap Xion. Pada bab-bab gim Legend of Archipelago sebelumnya, gim dimulai mirip seperti pada cerita yang ada di masyarakat. Bukan seperti pada bab Timun Mas ini. Gim pada bab ini langsung dimulai ketika Timun Mas sudah remaja, bukan dimulai saat raksasa memberi biji timun untuk Mbok Sirni tanam. Mungkin bug yang terjadi begitu besar, sehingga mempengaruhi sebagian besar alur gim.

Leo terdiam, sesekali menggigit pipi bagian dalamnya. "Tunggu, kalau kita yang cari jarum, biji timun, garam dan terasi. Jangan bilang ... kita juga yang harus melawan si raksasa?"

Mungkin bila keadaannya seperti biasa, mereka akan bersikap tenang. Tidak masalah melawan raksasa atau siluman sekali pun, mengingat mereka termasuk dalam lima besar Top Global di gim Legend of Archipelago. Tetapi, masalahnya gim ini telah bertransformasi menjadi sesuatu yang mungkin bisa membahayakan nyawa pemainnya. Jika mereka kalah, kemungkinan besar mereka akan berakhir mati dan tidak akan pernah kembali ke dunia nyata.

Ketiga avatar tersebut saling bertatapan, seolah saling bertukar pikiran melalui pandangan mereka. Detik berikutnya, wajah mereka pun berubah gelisah.

Wilwil meraup wajahnya dengan kasar seraya berbisik pelan, "Kita harus tetap hidup."

»|«

Halo! Terima kasih sudah membaca:)

Apa komentarmu seusai membaca chapter 2 dari cerita ini? Seru apa tegang nih?

Pokoknya jangan lupa untuk klik vote, komen, dan share yaa! Biar lapak ini makin ramai pengunjung, xixi:D

Sampai jumpa di chapter yang akan datang!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top