8 - Random
Happy Reading^^
"Mbak Rain tadi kata bang Bima langsung ke ruangannya kalau udah datang," ucap Nina pegawai magang baru.
"Ok, makasih Na," jawab ku dan segera bergegas menuju ruangan mas Arga.
"Rain kamu bisa tolong bantu saya membuat legal advice drafting? Kamu cari tentang teorinya saja dulu." Perintah mas Arga begitu aku telah berada di hadapannya.
"Baik Mas," jawabku dan mengambil map yang ditunjuk oleh mas Arga. Di dalam map ini berisi hal-hal yang harus aku temukan atau yang harus aku cari.
"Kamu kerjain di sini saja. Pakai laptop saya." Perintahnya membuat ku sedikit mengernyit heran.
Tanpa banyak bicara aku pun menuruti keinginan nya. Entah aku yang masih kesal karena kejadian semalam, atau karena mood ku yang sedang tidak baik hari ini, yang pasti untuk pertama kalinya setelah lebih dari 3 tahun aku mengenal mas Arga semenjak seminar itu, dan kali ini melihat wajahnya aku sangat kesal.
Kami berdua sama-sama tenggelam dalam pekerjaan, hingga suara mas Arga menghentikan aktivitas ku.
"Rain, mobil kamu udah bener?"
"Udah. Aku gak bakalan repotin mas Arga lagi," jawabku ketus.
"Saya nanya baik-baik, kok kamu nyolot?" tanyanya.
"Hello! Apa kabar dengan Mas Arga yang setiap bicara seperti ngajak orang ribut?" sindir ku.
"Itu tidak sopan Rain," ucapnya dengan penuh penekanan.
"Mas Arga itu punya masalah hidup apa sih?" tanyaku sambil memandang tajam dirinya.
"Maksud kamu?"
"Aku mencoba ngajak bicara Mas dari hati ke hati kemarin-kemarin, Mas Arga malah sering nyuekin aku. Semalam dan hari ini saat aku malas berbicara dengan Mas Arga, situ malah terus ngajak bicara." Gerutu ku.
"Kamu marahin saya?"
"Aku hanya curhat," jawabku asal.
"Kamu teruskan pekerjaan kamu, saya mau ke perusahaan dulu. Nanti habis jam makan siang saya ke sini lagi," ucapnya sambil bersiap untuk pergi.
Aku hanya mengangguk dan melanjutkan pekerjaan ku. Perusahaan yang dimaksud adalah perusahaan keluarga ku. Mas Arga kan bekerja di sana juga, hanya saja dalam seminggu dia hanya beberapa kali ke sana dan itu pun tidak pernah lama.
***
Sudah satu minggu berlalu sejak di mana aku hampir tiga hari marah-marah tidak jelas pada mas Arga dan rupanya itu karena mood ku yang sedang datang bulan. Syukurlah saat itu sepertinya kondisi mas Arga sedang baik jadi dia cukup sabar menghadapi ku. Walaupun saat ini dia sepertinya balas dendam dengan selalu memberiku pekerjaan yang sangat banyak.
"Mas ini macaron paling enak yang pernah aku makan. Dicoba ya Mas," ucapku sambil menyimpan se kotak macaron yang berasal dari salah satu toko kue terkemuka di atas mejanya.
"Ini bentuk suap?" tanyanya sambil memandangku sekilas.
"Ini bentuk perhatian dari calon istri," ucapku sambil terkekeh pelan.
"Setelah minggu lalu kamu marah-marah setiap hari pada saya tanpa alasan, sekarang kamu bersikap seperti ini pada saya. Really Rain?"
"Anggap saja minggu lalu itu sisi lain diri saya karena selalu dicuekin Mas Arga selama 5 bulan ini," ucapku sambil tersenyum, padahal dalam hati aku terus mengumpati diri sendiri.
"Saya cuek sama kamu? pekerjaan yang saya kasih masih kurang?"
Aku memandang horor ke arahnya dan berkata, "Afeksi Mas Arga dalam bentuk pekerjaan kepada saya sudah lebih dari cukup."
"Mas Arga beneran masih gak jatuh hati sama aku? Selama beberapa bulan ini udah kelihatan kan kalau Rain itu perempuan yang cerdas?" tanyaku sambil mengedip-ngedipkan mata.
"Apa hubungannya?"
"Menurut aku, Mas Arga kan pasti sukanya sama perempuan yang cerdas," jawabku.
"Cerdas secara emosional itu jauh lebih penting bagi saya." Jawabannya membuatku mendengkus dalam hati.
"Mas bilang dong gimana caranya biar saya bisa menaklukan hati Mas Arga!" ucapku dengan frustasi.
"Kamu bisa bebas jatuh cinta pada siapa pun, tapi kamu gak bisa memaksa seseorang untuk jatuh cinta pada kamu. Itu melanggar hak orang lain." Ceramah singkatnya dimulai lagi.
"Iya Mas iya. Rain kan gak maksa, cuma berusaha aja," ucapku dengan memaksa kan senyum.
"Memo yang saya minta tentang peraturan baru kebijakan investasi orang asing sudah dikerjakan?" tanyanya mengalihkan topik. Selalu seperti ini!
"Tadi sudah aku beri pada mbak Sri biar di copy dulu Mas," jawab ku.
"Ok, sekarang kamu bisa keluar dari ruangan saya," usirnya dengan mata yang sudah fokus ke layar komputer di depannya.
"Macaron nya jangan lupa dimakan ya Mas," ucapku dan berpamitan padanya.
Baru saja aku beberapa langkah dari ruangan Mas Arga tiba-tiba bang Gani menghampiri ku.
"Rain, sibuk gak?" tanya nya.
"Enggak Bang," jawabku karena memang mas Arga belum memberiku tugas lagi.
"Berarti bisa bantuin gue dong ya?" tanya Bang Gani.
"Ok Bang, apaan?" tanya ku.
"Yok ikut ke ruangan gue," ucapnya dan aku pun menurutinya.
Setelah sampai di ruangan ternyata aku hanya diminta membuat beberapa surat kuasa saja.
"Bang ini udah selesai. Rain balik ke ruangan ya," ucapku setelah memprint dan menyimpannya dalam map.
"Rain, gue traktir lo makan siang deh. Kuy berangkat," ajaknya. Saat ini memang jam sudah menunjukkan pukul 12 siang.
Aku yang tak sempat menolak karena bang Gani tiba-tiba menyeretku. Eh maksudnya memegang tanganku tanpa izin dulu dan langsung berjalan begitu saja yang membuat ku mau tak mau mengikuti langkahnya.
Setelah kami hampir mencapai pintu kantor, kami malah bertemu dengan Mas Arga yang sepertinya akan keluar juga.
"Selamat siang Bang." Sapa bang Gani.
Mas Arga hanya mengangguk sekilas dan melirik ke arah tanganku yang masih di pegang bang Gani. Aku pun serta merta mencoba melepaskannya. Alamak! Dia gak salah paham kan?
Setelah sampai di lobby kami menuju ke cafetaria dan aku menoleh sebentar melihat kemana Mas Arga akan pergi. Tapi seorang perempuan yang menghampiri nya membuatku mengernyit. Itu bu Sekar kan?
"Bengong terus. Kenapa Rain? Lo kecewa karena gue cuma traktir di sini?" tanya bang Gani di tengah acara makan kami.
"Hah? Enggak kok Bang. Keluar juga males, ujung-ujungnya malah macet-macetan di jalan," jawabku jujur.
Saat ini pikiran ku hanya dipenuhi dengan spekulasi tentang mas Arga dan bu Sekar. Ini kali ketiga berarti aku melihat mereka bersama. Mustahil kan jika hanya sekedar klien? Mana ada klien sampai menunggu di lobby seperti itu.
"Rain outfit Lo lucu hari ini. Gue berasa lagi lihat anak SMA," ucap bang Gani sambil tertawa pelan.
Aku memandang sekilas ke arah baju ku, dan ikut terkekeh.
"Lo rencana mau magang sampe kapan di sini?" tanya bang Gani.
"Di awal kontrak sih satu tahun, tapi kata HR nya kalau aku mau lanjut lagi magang sih boleh. Paling ganti pendamping aja," jawabku.
Rata-rata pemagang di sini memang di perbolehkan untuk satu tahun dulu. Tapi nanti kita akan diperbolehkan jika ingin memperpanjang lamanya waktu magang.
"Sama Mbak Indri tuh keren. Dia kan lawyer perempuan jadi biar lo bisa menyerap tips sukses nya jadi lawyer perempuan," ujar bang Gani.
Aku mengangguk kan kepala setuju. Mbak Indri satu-satunya lawyer perempuan di sini yang sudah mencapai middle associate. Menurut rumor sih satu atau dua tahun lagi beliau akan diangkat jadi senior associate. Tapi kalau pun aku kembali magang di sini, rasanya aku masih ingin mas Arga yang jadi lawyer pendamping ku.
"Eh Lo berarti menjadi satu-satunya peserta magang yang pernah dibimbing sama bang Bima loh," ucap bang Gani.
"Masa?" tanyaku tak percaya.
"Selama ini kan paling junior associate atau middle yang jadi pendamping," jawab bang Gani serius.
Memang sih rata-rata anak magang di sini pendampingnya dari kalangan junior associate.
"Bang, setelah aku pikir-pikir lagi. Bang Gani kayanya perhatian banget ya sama aku?"
Uhuk ...
"Bentar," ucap bang Gani yang tersedak dan langsung minum.
"Lo itu sebenarnya bego atau beneran polos kaya kata mbak Silvi sih?" bang Gani bertanya setelah meredakan drama tersedaknya.
"Aku pinter loh. Buktinya seorang senior associate bisa mengandal kan ku," jawabku dengan jumawa.
"Rain, lo masih single kan?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top