19 - Bingung
Satu bulan kemudian ...
"Baru balik kantor Mbak?" tanya ku pada mbak Niken dan menarik kursi kosong di sebelahnya.
Mbak Niken hanya mengangguk dengan wajahnya yang kusut.
"Orang dinas lagi?" tanya ku sambil terkekeh.
Pasalnya mbak Niken sering uring-uringan ketika sudah mengurus perizinan ke dinas terkait.
"Sumpah ya mereka itu gak bisa apa buat alur perizinan lebih simple," gerutunya.
"Udah lah Mbak, udah biasa juga kan," ucap ku.
"Kamu gak ada kerjaan?" tanya mbak Niken.
"Aku baru beres dampingi tim pemasaran buat negosiasi kontrak kerja sama dengan para pemilik toko di salah satu mall kita. Mereka ngotot pengen revisi kontrak," ucapku dengan nada malas.
"Si Zefry kemana?" tanya mbak Niken dan memandang ke arah kubikel tempat divisi kontrak yang memang lenggang.
Divisi kontrak memang hanya ada 5 orang termasuk aku.
"Lagi meeting dengan direktur salah satu cabang hotel kita," jawab ku.
"Raina ke ruangan saya!" sebuah suara tiba-tiba mengintrupsi perbincangan ku dengan mbak Niken.
Aku mengerutkan kening dan menatap punggung orang yang menyuruhku mulai menjauh memasuki ruangannya.
"Pak Bima gak kesambet, kan?" tanya mbak Niken membuat ku tersenyum kecil.
"Beliau tiba-tiba nyuruh kamu dan pergi gitu aja ke ruangannya," lanjut mbak Niken.
"Takut dia beneran kesambet, aku pergi dulu ya mbak sebelum doi ngamuk," kekehku.
Satu bulan ini aku berusaha untuk selalu menghindari nya, walaupun sulit tapi aku memang sangat jarang berinteraksi dengan dia selama ini. Dan entah kenapa hari ini kok dia malah nyuruh aku ke ruangannya? Padahal aku otw move on nih!
"Permisi Pak, ada yang bisa saya bantu?" tanya ku begitu masuk ke ruangannya.
"Kamu sekarang temani saya untuk bertemu salah satu kontraktor, mereka telah melanggar beberapa pasal dalam kontrak," ajaknya tanpa basa-basi seperti biasa.
"Kenapa saya Pak?" tanyaku aneh. Selama aku bekerja di sini belum pernah sekalipun bekerja bersama dengan mas Arga.
"Terus saya harus ajak Gani?" sindirnya menyebut salah satu lawyer di ASHP.
"Maksud saya kenapa Bapak tidak ajak pak Gio aja?" tanya ku lagi.
Masalahnya terkait kontrak dengan kontraktor yang di maksud kan itu yang bertanggung jawab pak Gio.
"Gio sedang mengerjakan tugas penting lainnya, lagi pula saya atasan kamu, dan kamu tidak usah mempertanyakan perintah saya," ucapnya.
Jadi dia ingin memerankan peran atasan otoriter?
Kalau dulu sih aku bakalan senang-senang saja bisa bekerja bersama dia, tapi sekarang rasanya agak aneh. Move on ku bisa hancur jika kami bersama terus.
"Saya harus siapkan apa aja Pak?" tanya ku akhirnya.
"30 menit lagi kita berangkat, kamu minta copyan kontraknya aja sama Gio terus kamu pelajari dulu," perintahnya.
Aku pun mengangguk dan keluar dari ruangannya setelah sebelumnya mengucapkan kata permisi.
"Saya yakin kamu bisa menghandle ini," ucap pak Gio dan menyerahkan copy dari kontrak yang aku minta.
"Bapak lagi sibuk banget ya?" tanyaku, karena yang aku lihat sih sepertinya agak santai.
"Enggak juga, saya hanya sedang mereview beberapa pekerjaan dari Milda dan Anton. Setelah ini saya mungkin akan bertemu dengan divisi Aset untuk membahas beberapa hal," jawaban pak Gio membuat ku mengerutkan kening.
"Lalu, mengapa harus saya yang pergi Pak? Kan awalnya kontrak ini di pegang Bapak?" tanyaku.
Jika ada masalah seperti ini memang mas Arga yang biasanya turun tangan sendiri, dan para legal officer yang bertanggung jawab bertugas mendampingi nya.
"Pak Bima sendiri yang bilang sama saya biar kamu saja yang handle masalah ini," jawabnya membuatku melongo tak percaya.
"Kok Bapak setuju?" kesalku.
"Namanya perintah atasan ya saya iyain aja, wong nanti di sana yang banyak kerjanya juga pak Bima. Saya sih senang aja pekerjaan saya berkurang," jawabnya sambil terkekeh.
Aku pun hanya menghela napas mendengarnya. Setelah mengucapkan terima kasih dan pamit aku pun keluar dari ruangan pak Gio menuju kubikel ku untuk mempelajari dokumen kontrak ini.
***
"Kamu diet?"
Aku mendongakkan kepala menatap mas Arga yang tengah menatap ku yang sedang memainkan makanan yang tersaji di depan ku.
Setelah perbincangan kami yang cukup alot dengan kontraktor itu, akhirnya mas Arga membawa ku menuju restoran ini tidak kembali ke kantor. Jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam.
"Hah? Saya udah langsing!" jawabku.
"Terus kenapa makanannya kamu mainkan?" tanya dia.
"Daripada hati saya yang di permainkan," jawab ku asal.
Mas Arga hanya menghela napas sejenak dan melanjutkan makannya tanpa berniat membalas ucapan ku.
"Habis makan langsung pulang aja, saya antar kamu," ucapnya beberapa saat kemudian.
"Ke kantor aja Mas. Mobil aku di sana," tolak ku. Di luar kantor aku memang lebih terbiasa memanggilnya dengan panggilan 'mas'.
"Tinggalin aja di sana, besok saya jemput kamu," jika saja aku tidak berhenti minum, mungkin aku akan tersedak saat ini mendengar ucapannya.
"Gak usah-gak usah!" tolakku langsung dan dia mengernyitkan keningnya.
"Aku bisa berangkat bareng daddy aja besok," lanjutku.
"Daddy kamu besok harus ke Medan, pembukaan hotel baru," ucapnya.
"Mas Arga ngerangkap jadi sekretaris dad juga?" tanya ku heran karena dia mengetahui kegiatan daddy yang aku pun tidak tahu.
"Saya di ajak juga tapi saya tidak bisa hadir. Besok saya sudah ada janji dengan klien firma," jawabnya. Aku cukup aneh sih melihat mas Arga hari ini, tidak biasanya dia repot-repot menjelaskan.
"Pokoknya Mas Arga gak usah jemput. Aku bisa minta kak Arkan buat jemput aku atau minta sopir mommy aja," ucapku pada akhirnya dan aku tidak mendapat jawaban dari mas Arga.
---
"Loh, mas Arga ngapain ikut turun?" tanyaku begitu aku turun dari mobil dan diikuti olehnya.
"Mau nyapa pak Adrian dulu," jawabnya datar dan mulai melangkahkan kaki nya.
"Buat apa?" tanya ku menghalangi jalannya.
"Untuk kesopanan Rain, saya sudah di sini dan sepertinya saya harus nyapa beliau sebentar," jawabannya membuat aku berdecih dalam hati, dulu saat aku memintanya untuk mampir gak pernah tuh di gubris! Sejak kapan mas Arga belajar etika?
"Assalamu'alaikum, selamat malam Pak, Bu," salam mas Arga begitu masuk ke dalam rumah dan sangat kebetulan mommy juga daddy sedang duduk di ruang tamu.
"Wa'alaikumsalam," jawab mereka serempak.
"Silahkan duduk Bim, wah saya terkejut bertemu dengan kamu malam-malam," jawab dad sambil terkekeh dan melirik sekilas ke arahku.
"Maaf nih Pak saya ganggu malam-malam," ucap mas Arga sambil tersenyum dan duduk di sofa.
Aku melirik jam yang baru menunjukkan pukul setengah delapan malam, masih sopan untuk bertamu, pikirku.
"Tidak kok, santai saja," ucap daddy.
Tak lama kemudian mommy kembali dengan membawa beberapa cangkir teh hangat.
"Di minum dulu Bim," ucap mommy.
"Terima kasih Bu," ujar mas Bima dan meneguk sedikit teh nya.
"Ini kalian dari mana?" tanya mommy kemudian.
"Tadi kami bertemu dengan salah satu kontraktor karena ada sedikit masalah terkait kontrak, setelah makan malam saya antar Rain pulang," jawab mas Arga.
"Jadi merepotkan toh Bim," ucap daddy sambil terkekeh pelan.
Tidak dad! Dia yang meminta sendiri untuk mengantarku.
"Mas Arga silahkan berbincang saja dengan daddy dan mommy, Rain pamit dulu hendak ke kamar," ucapku dan mendapat pelototan dari mommy.
"Raina gak sopan," tegur daddy.
"Gak papa Pak, Raina pasti kelelahan setelah seharian ini bekerja. Apalagi dari pagi tugasnya menghadapi orang-orang terus," bela mas Arga. Loh kok dia tahu dari pagi aku terus berhadapan dengan orang-orang rewel?
***
Aku segera menghempaskan tubuhku ke kasur dan mencoba mencerna semua kejadian hari ini. Aku pun mengambil ponsel dan mengunggah sebuah foto di instagram.
@rainaputri_ballafavian
Jangan menumbuhkan harapan yang pernah kau patahkan #quotes
Setelah mengupload foto itu aku pun langsung mematikan kolom komentar karena tidak ingin kejadian seperti tempo hari terulang kembali.
Jadi maaf nih telat update nya, hiihii
Aku baru masuk kerja lagi dan beberapa hari kemarin aku sakit dan gak nyentuh tulisan ini sama sekali:(
Menurut kalian mas Arga kenapa?
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top