12 - Ini Tuh Takdir

Sudah satu minggu berlalu sejak mas Arga keluar dari rumah sakit. Dia sangat sibuk dengan pekerjaannya hingga sering lembur.

"Mas kerjaannya kan bisa dikerjain besok. Mendingan kamu pulang, nanti sakit lagi lho," ucapku dan meletakkan segelas coklat hangat di mejanya. Kenapa tidak kopi? Kalau aku menyuguhkan kopi yang ada ia tambah semangat untuk lembur.

Dia mendongak menatapku sekilas dan kembali fokus dengan laptopnya.

"Tanggung," jawabnya singkat.

"Rain bantu deh," ucapku dan duduk di kursi yang berada di depan mejanya.

"Kamu pulang aja ini udah pukul 8!" perintahnya.

"Rain akan pulang kalau Mas Arga pulang!" bantahku.

Dia menghela napasnya pelan dan berkata, "Terserah kamu aja!"

"Mas di minum dulu coklatnya, nanti keburu dingin," ucapku setelah beberapa saat hanya ada keheningan.

"Kamu mau bantuin saya atau ngerecokin saya sih?" tanya nya.

"Kan aku maksudnya baik," jawabku dengan menunjukkan ekspresi pura-pura sedih.

Tanpa menjawab dia pun langsung meminumnya, dan itu membuat ku sangat senang.

"Rain kamu tolong copy ini dulu," ucapnya dan menyerahkan bundelan kertas yang tebalnya gak akan nyampe 100 halaman sih.

"Baik Mas," ucapku dan bergegas menuju ruang sekretaris di mana mesin fotocopy berada.

"Malam Mbak Gina," sapaku begitu masuk ke dalam ruangan dan hanya ada mbak Gina di sana.

"Malam Rain," jawabnya.

"Lembur Mbak?" tanya ku basa-basi sambil mulai memfotocopy.

"Iya nih Rain. Kamu juga?" tanyanya dan ku balas anggukan.

Mbak Gina salah satu sekretaris paling senior, dan dia hanya melakukan pekerjaan untuk senior partner. Mbak Gina juga jarang terlihat di kantor karena biasanya beliau itu menemani para senior partner.

"Rain saya duluan ya. Nanti kalau udah selesai tolong dimatikan lampunya," ucap mbak Gina sambil memasukkan beberapa barang miliknya ke dalam tas.

"Siap Mbak! Hati-hati di jalan," ujar ku dan di balas anggukan juga senyum manis mbak Gina.

Setelah selesai memfotocopy aku pun kembali ke ruangan mas Arga. Tapi begitu aku masuk aku cukup terkejut karena mas Arga tengah bersandar pada kursinya dengan mata tertutup.

Aku menyimpan dokumen yang ku bawa dengan hati-hati supaya tidak membangunkan mas Arga.

Aku menopang dagu dengan kedua tanganku dan memandang mas Arga yang tertidur. Dia sangat manis ketika tidur layaknya bayi. Walaupun ini bukan pertama kalinya aku melihat dia tertidur, tapi pemandangan ini selalu indah untuk aku lihat.

"Rain!" aku mengerjap beberapa kali saat sebuah suara mampir di telinga ku.

Aku tertidur? Rupanya saat memandangi mas Arga yang tertidur, tanpa sadar aku pun terlelap.

"Kamu bukannya membangunkan saya malah ikut tidur!" gerutunya sambil membereskan meja kerjanya.

Aku hanya bisa memutar bola mata malas. Astaga! Begitu mataku melihat jam di dinding ternyata sudah pukul sepuluh malam!

"Mas pulang sekarang kan?" tanyaku.

"Iya. Sana kamu siap-siap pulang," perintahnya.

"Bareng aja deh Mas. Aku takut jalan sendirian ke ruangan ku," ucapku.

Mas Arga tampaknya tidak ingin mendebat ku, karena ia menuruti keinginan ku.

"Padahal kan kamu sudah bisa pulang dari tadi," ucap mas Arga begitu kami berada di dalam lift menuju lobby.

"Kan aku udah bilang mau pulang kalau Mas Arga udah pulang. Mas tahu kan kemarin penyebab sakitnya karena terlalu kecapean dan pola makan yang buruk," jawabku.

"Kamu kenapa perhatian sekali?" tanyanya.

"Karena kamu Mas Arga," jawabku.

"Hah?" tanya dia namun kegiatan mengobrol kami terjeda begitu lift terbuka dan kami telah sampai di lobby.

"Aku masih belum menyerah terhadap Mas," ucapku dan berjalan di sampingnya.

"Saya tidak suka dengan orang yang tidak profesional Rain. Kamu tidak bisa terus-terusan menempel pada saya seperti ini di tempat kerja," ucap mas Arga menghentikan langkahnya dan menatapku.

"Mas tahu kan bahwa, calon advokat berhak didampingi oleh advokat pendamping selama masa magang di kantor advokat. Aku profesional kan?" tanya ku dengan tersenyum miring.

Mas Arga hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan melanjutkan langkahnya.

"Mas gak mau antar aku pulang? Ini udah malam dan gak baik perempuan bawa mobil sendiri," ucapku. Padahal baru pukul 10 lewat.

"Kamu bawa mobil sendiri, nanti saya ikutin kamu di belakang sampai ke rumah kamu," ucapnya.

"Dari pada ngeborosin uang buat beli bahan bakar mendingan kita di satu mobil aja Mas. Mobil saya gak papa kok di tinggal di sini," ujarku mencoba bernegosiasi.

"Sejak kapan orang seperti kamu memikirkan tentang boros?" tanya dia dengan mata yang melirik ke arah jam tangan, tas, dan sepatu ku.

Aku yang mengerti maksudnya pun hanya mendengkus dan langsung masuk ke dalam mobil. Pria ini selalu punya cara untuk membuat ku kehilangan kata-kata.

***

"Where have you been Rain?" tanya mas Arga begitu aku masuk ke ruangannya.

"Aku bantuin dulu mbak Silvi Mas," jawab ku.

"Jadi apa yang harus aku kerjakan sekarang Mas?" tanya ku walaupun masih sedikit pusing karena harus mentranslate cukup banyak akta tadi di mbak Silvi.

"Tolong kamu listing dokumen milik PT Queen ya," ucapnya dan aku pun tanpa banyak bertanya segera melakukan perintahnya.

"Mas Arga nanyain aku dari mana jangan-jangan udah rindu ya sama Rain?" tanyaku di sela-sela pekerjaan.

"Fokus Rain!" ucapnya.

Aku mendengkus pelan dan berkata, "Hidup jangan terlalu lurus Mas, ntar nabrak tembok."

"Ngawur!" ucapnya dan aku hanya terkekeh pelan.

"Kalau udah selesai kamu boleh langsung istirahat. Nanti setelah jam makan siang kamu kesini lagi dan tolong cek lagi dokumen-dokumen yang berada di laci nomor 5," perintahnya dan kuangguki.

"Mas nanti selesai makan siang kemana?" tanyaku. Biasanya kalau udah ngasih tugas sebelum waktunya itu artinya dia gak akan ada di firma.

"Ke perusahaan bentar. Nanti saya balik lagi kok," jawabnya.

"Eh Rain kamu sampai kapan magang di sini?" tanya dia kemudian.

"Tiga bulan lagi. HRD sih ngebolehin aku kalau mau perpanjang satu tahun lagi," jawabku. Tidak terasa ternyata sudah hampir sembilan bulan aku di sini.

"Mau lanjut di sini?" tanya mas Arga.

"Kayanya sih iya. Firma ini kan firma besar, mungkin aja kan selesai magang aku bisa keterima buat kerja di sini," jawabku. Firma ini memang sangat baik memperbolehkan peserta magang sampai ada yang 3 tahun seperti bang Evan, tapi untuk diangkat jadi pegawai sangat jarang sekali.

"Gak berminat jadi legal officer aja di perusahan keluarga mu?" tanya mas Arga.

"Belum kepikiran kesana sih Mas. Aku kayanya lebih nyaman jadi advokat di firma aja," jawabku jujur.

"Kalau kamu jadi legal officer kan nanti setelah beberapa tahun berkarir bisa jadi ketua tim nya," ucap mas Arga dengan mata yang tetap lurus ke arah komputernya karena laptop dia aku yang pakai.

Kami memang luar biasa bukan? Bisa mengobrol dengan mata tetap fokus pada layar masing-masing. Walaupun aku lebih sering menoleh ke arahnya.

"Kan ada Mas Arga yang jadi ketua tim nya," ucapku.

"Saya gak akan selamanya di sana," ujarnya.

"Kalau saya sudah jadi partner di sini mungkin saya akan berhenti jadi legal officer," lanjutnya membuat ku menghentikan aktivitas ku dan memandang ke arahnya yang juga tengah menatap ku.

"Kenapa?" tanyaku

"Tanggung jawab saya akan semakin besar. Lagi pula bapak saya sudah berjanji saya boleh berhenti jadi legal officer kalau saya sudah bisa mencapai posisi partner dan sudah menemukan pengganti untuk di perusahaan." Jawabannya membuat ku cukup bingung.

"Mas kerja di sana karena perintah bapak Mas?" tanyaku

"Iya. Kakek kamu yang meminta bapak saya untuk membuat saya bekerja di sana. Dan katanya sih dulu ayahnya daddy kamu juga sahabat ayah saya," jawabnya membuat ku cukup tercengang.

"Mas tahu gak sih ini tuh takdir!" ucapku antusias.

"Hubungan tetua kita itu bisa jadi takdir yang akan membuat kita bersama," lanjutku.

"Iya," jawabnya singkat.

"Kamu setuju Mas?" tanyaku tak percaya.

"Kan kita sekarang udah bersama. Jadi saya pikir kamu benar," jawabnya dengan datar.

"Mas Arga ... maksudnya bersama dalam ikatan suci yang di ridhoi Tuhan," ucapku dengan nada frustasi.

Dia tertawa kecil dan entah kenapa itu malah membuat ku tersenyum. Ini kedua kalinya aku melihat dia tertawa setelah dulu di rumah sakit.

"Jangan banyak kebanyakan nonton drama Rain. Akibatnya otak kamu isinya halu semua!" ucapnya setelah berhenti tertawa.

Aku hanya mendengkus mendengar ucapanya, tapi entah kenapa hatiku rasanya sangat bahagia. Bukankah sekarang hubungan kami ada kemajuan? Mas Arga tidak sekejam dulu lagi.







Sayang Rain banyak-banyak, makannya aku update lagi 😍😍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top