10 - Tumbang


Aku yang tidak tenang karena takut terjadi hal yang buruk kepada mas Arga, akhirnya memutuskan untuk ke rumahnya saja. Alamat rumahnya aku dapatkan setelah sebelumnya memaksa daddy untuk mencari tahu. Dia kan salah satu pegawai di sana, otomatis pasti data pribadinya adalah di sana. Maafkan aku yang melanggar privasi orang lain. Dari pada aku harus mati penasaran kan?

Pukul setengah lima sore dan sudah dipastikan aku masih berada diantara kemacetan ibu kota.

Setelah setengah jam, akhirnya aku sampai di rumahnya. Syukurlah gerbangnya tidak di kunci. Rumahnya memang berada di salah satu perumahan elite yang keamanannya tinggi. Tadi pun aku saat mau masuk sempat tertahan dulu, tapi setelah aku memperlihatkan KTP dan id card perusahaan barulah di perbolehkan masuk.

Aku menekan bel berkali-kali, dan menggedor pintu tapi tidak ada jawaban. Ponselnya pun malah tidak aktif.

"Mas Arga aku tahu kamu di dalam, cepat buka pintunya!" teriakku dari depan pintu. Jelas saja dia ada di dalam karena mobilnya pun ada di halaman rumahnya.

"Mas ... kalau tidak dibuka terpaksa Rain dobrak nih," ancamku karena tak kunjung ada jawaban.

Aku merutuk diri ku pelan, mas Arga gak bakalan percaya lah kalau aku bisa ngedobrak pintunya.

"Mas aku bisa panggil tukang buat dobrak pintu kamu loh," ucapku lagi setengah berteriak.

Ceklek ...

Aku tersenyum senang begitu pintu terbuka, tapi pemandangan di depan ku cukup membuat aku terkejut.

"Ma—mas ... kamu sakit?" tanyaku memperhatikan wajahnya yang sangat pucat dan matanya yang sayu.

Dia tak menjawab dan masuk kembali ke dalam rumah. Aku pun mengikutinya.

Mas Arga mendudukan dirinya di sofa dan memandang ke arah ku yang duduk di sampingnya.

"Kamu—"

"Syutt," potongku

"Mas kamu demam. Badan kamu panas banget," ucapku begitu menempelkan tangan ku ke keningnya.

"Ayo kita ke rumah sakit!" ajakku.

"Gak usah. Kamu ngapain ke sini? Dan dari mana tahu alamat rumah saya?"

"Apasih yang aku gak tahu!" jawabku.

"Kamu menyalahgunakan kekuasaan lagi kan?" cercanya.

"Ya ampun Mas, udahlah jangan dulu ceramah. Ayo cepat kita ke rumah sakit," paksa ku dan berdiri sambil menarik lengannya.

"Saya bilang tidak usah," jawabnya tetap bersikukuh.

"Mas tahu gak sih dari semalam saya khawatir karena kamu gak ada kabar!" ucapku dengan nada cukup tinggi.

"Hari ini juga saya dan mbak Sri kerepotan karena harus reschedule kegiatan kamu," lanjutku.

"Kalau sakit ya berobat bukan malah diam kaya gini. Mas kan bukan anak kecil lagi! Lawyer tapi mikir gak pake logika," ucapku dengan kesal.

"Rain, itu gak sopan!"

"Masa bodo dengan kesopanan. Ke rumah sakit gak?" tanyaku dengan penuh penekanan.

Tidak ada jawaban dari mas Arga. Ini orang kenapa sih?

"Yaudah kalau gak mau ke rumah sakit, saya panggil dokter keluarga saya saja kesini," ucapku dan mengambil ponsel di dalam saku.

"Ok, kita pergi," ujar mas Arga pada akhirnya.

Aku tersenyum penuh kemenangan dan akhirnya memapah dia menuju mobil ku.

"Kamu tahu Rain? Pemaksaan termasuk kedalam pelanggaran HAM!" ucapnya saat mobil berhenti di lampu merah.

"Mas ini itu bukan pemaksaan. Aku hanya melakukan kegiatan kemanusiaan dengan membawa kamu ke rumah sakit. Ini juga demi kebaikan kamu," ujarku sambil menoleh sekilas dan kembali melajukan mobil saat traffic light berubah warna menjadi hijau.

"Bukankah kita tidak pernah objektif menentukan kebaikan untuk orang lain?" tanya mas Arga.

"Mas, kamu mendingan diem deh. Jangan borosin sisa tenaga kamu yang tidak seberapa itu untuk mengajak aku debat," ucap ku malas.

"Bukan debat Rain, tapi diskusi," koreksinya.

"Iya sebahagianya mas Arga aja," jawabku karena malas menanggapi nya.

Ini orang walaupun sakit tapi sifat kompetitifnya gak pernah hilang ya?

***

"Rain kok saya malah dirawat sih?" protes mas Arga setelah kami berada di ruang rawat inap pasien vip.

"Mas, kamu denger kan kata dokter tadi? Kamu itu terkena typus dan harus di rawat!" ucapku. Kenapa pria ini begitu keras kepala?

"Tapi saya bisa di rawat di rumah," ucapnya masih keras kepala.

"Emangnya di rumah kamu ada yang ngurusin? Udah deh Mas di sini aja. Semakin kamu cepat pulih, semakin baik kan?" jawabku.

Dia pun hanya memejamkan matanya sebentar dan kemudian menatapku lagi.

"Aku gak mau dengerin protes mas lagi! Kalau mau protes mending pergi ke pengadilan aja!" ujarku cepat begitu bisa menebak apa yang ingin dia katakan.

Mas Arga tidak membalas ucapanku, tapi dia malah tertawa pelan. What? Ini pertama kalinya aku melihat dia tertawa, dan entah kenapa rasanya jantung ku hendak meledak!

"Mas Arga sehat?" tanya ku dengan ragu.

"Stupid question Rain! Kalau sehat mana mungkin saya ada di rumah sakit." Jawabannya membuat ku mendengkus pelan.

"Aku pulang dulu ya Mas, ntar kesini lagi sekalian bawa keperluan kamu," ucapku dan melirik jam di tangan yang menunjukkan pukul setengah tujuh malam.

"Ok," jawabnya singkat sambil memandang lurus ke arah ku. Tak mau ambil pusing akhirnya aku pun keluar dari ruangannya untuk pulang terlebih dahulu ke rumah ku.

***

"Kamu pulang aja."

Aku menghela napas bosan mendengar perintah dari mas Arga yang mungkin sudah di ucapkan lebih dari lima kali.

"Mas udah deh berisik, kamu istirahat aja!" ucapku.

"Saya mau istirahat kalau kamu udah pulang," jawabnya tetap teguh dengan pendirian.

"Terserah deh," ucapku dan merebahkan diri di sofa.

"Rain ... ini udah malam loh, kamu besok pasti banyak kerjaan."

"Mas!"

"Ini rumah sakit ku, jadi terserah aku mau pulang atau pun enggak!" ucapku dengan posisi sudah terduduk dan menatap tajam ke arahnya. Saat ini mas Arga memang di rawat di Balla's Hospital.

"Itu sombong Rain," ujarnya.

"Bodo amat! Mas udah tidur aja. Aku juga mau tidur!" ucapku dan kembali merebahkan diri.

Kudengar helaan napasnya, tapi aku tidak mau mempedulikan itu. Saat ini, aku hanya ingin menemani dia.

Pagi ini aku sudah sibuk mencatat perkataan mas Arga di buku catatan kecil ku.

"Ada lagi Mas?" tanya ku.

"Udah segitu aja. Nanti saya bisa hubungi Sri untuk hal-hal lainnya," ucapnya.

Ini masih sangat pagi dan aku berniat pulang ke rumah karena harus bekerja. Mas Arga sudah memberi ku setumpuk tugas yang sudah pasti membuat ku lembur hari ini. Dia sepertinya sengaja supaya aku tidak kesini nanti malam. Menyebalkan!

"Aku pamit," ucapku dan keluar dari ruang rawatnya.

"Rain!" aku menghentikan langkah ku saat di lobby mendengar sebuah panggilan.

"Om Bian," ucapku.

"Kamu ngapain di sini?" tanya om Bian begitu sudah di hadapan ku.

"Aku nemenin temen yang lagi sakit." bohongku. Semalam aku izin pada mom dan dad juga dengan alasan yang sama.

"Sakit apa?" tanya om Bian.

"Typus. Om Bian masih pagi kok udah di sini?" tanyaku.

"Mau ada operasi," jawabnya.

"Yaudah Om, Rain pamit ya. Mau ke rumah terus kerja deh," ucap ku.

"Ok, hati-hati little girl." ucapnya sambil mengacak rambut ku.

Aku hanya bisa mendengkus dan berjalan keluar sambil merapihkan rambut ku.





Lebaran sebentar lagi...

Hayoo siapa yang sambil nyanyi, wkwk

Btw maafkeun aku yang telat update karena menjelang libur idul fitri pekerjaan numpuk gais:(

Hari ini aku double up ya, seneng gak? komen dong><

Btw ada yang kenal dengan ruangan rawat diatas gak? Hayoo di cerita mana:)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top