1. Sepuluh Tahun Kemudian

Foto di atas adalah foto warna iris mata para peri. Jika ada warna yang salah maafkan aku, karena aku juga kurang tahu soal nama warna, aku menemukannya di google. Kalian bisa langsung mengkritik aku lewat komen.

Happy reading.

***

"Ingatlah, jika kalian ingin bertarung melihatlah iris mata mereka, jika tidak mengalami cedera yang parah. Dari level terendah lavendel, lila, anggrek, ungu, ametis, iris sampai violet level tertinggi. Saya di sini hanya ingin mengingatkan kalian," ucap guru dengan gaun dari daun kuning tersebut sambil terbang mondar-mandir dengan sayap bening.

Gadis beriris ungu itu menatap gurunya tanpa minat. Dia sudah bosan mendengar gurunya yang terus mengingatkan hal itu, bahkan dia yakin murid lain juga sama bosannya. Namun, tidak ada yang berani protes.

Lonceng akhirnya berbunyi. Tanda sudah selesainya pelajaran mereka. Gadis bernama Cessia itu langsung keluar kelas setelah gurunya keluar. Dia tidak sabar ingin menunjukkan sihir yang diuji tadi pagi.

Cessia terbang menggunakan sayap bening dengan cepat agar cepat sampai di istana pula. Dia tidak sabar ingin menunjukkan sihir itu pada kedua sahabatnya.

Saat memasuki gerbang, Cessia langsung menemukan cowok beriris ametis memakai pakaian dari daun kuning dengan sayap bening di punggung, duduk di tengah lapangan istana. Dia malah tambah semangat dan menambah kekuatan terbangnya.

"Deo, Deo!" panggil Cessia yang sudah di samping Deo yang lebih muda darinya 2 tahun.

"Ulang tahun ketujuh belasmu sudah lewat, saat musim panas kemarin, bahkan sekarang sudah memasuki musim gugur. Kenapa menurutku kamu lebih kekanakan dariku?" kata Deo yang masih fokus dengan bukunya.

Cessia hanya cengar-cengir mendengar perkataan Deo. Deo yang tadi sedang membaca menoleh ke arah Cessia setelah menutup bukunya dan taruh di atas meja. "Que esvapal (Ada apa)?"

"Lagi-lagi saat ujian aku yang tertinggi. Aku sudah menguasai sihir yang hampir setingkat denganmu, Deo," kata Cessia percaya diri.

"Montrame (Tunjukkan)."

"Panggil Laudilla, aku mau tunjukkan ke dia juga."

Deo menjentikkan jarinya hingga muncul kilatan cahaya berwarna ametis. Muncullah seorang gadis beriris anggrek memakai gaun dari daun kuning dengan sayap bening di punggung berdiri di sampingnya. Laudilla itu langsung menatap Deo tajam, tidak terima tiba-tiba dipanggil begini.

"Deo, bisa tidak, kamu jangan tiba-tiba memanggilku seperti ini, aku lagi siram bunga tadi."

"Aku suruh yang lain menggantikan dan jangan melupakan bahwa kamu adalah pelayan pribadiku bukan pelayan istana, jadi siram bunga itu bukan urusanmu," kata Deo dengan santai kemudian menyuruh pelayan yang ada di sekitar sana untuk menyiram bunga di taman belakang.

"Molesyeu (Sebal)." Laudilla memutar bola mata lalu melipat tangannya di dada.

Cessia hanya terkekeh melihat interaksi mereka berdua. Ia merasa keduanya sangat cocok, berharap raja akan memilih Laudilla sebagai pasangan Deo.

"Mana? Tunjukkan sekarang." Deo menaikkan sebelah alisnya menatap Cessia.

Laudilla yang mengerti Cessia akan menunjukkan sihir barunya langsung menatap Cessia dengan antusias, melupakan kekesalannya pada Deo tadi.

Cessia menatap buku yang tadi dibaca Deo dan memutuskan untuk memakai buku itu sebagai percobaannya. Dia terus memikirkan buku itu, ketika dia menjentikkan jarinya buku itu pindah ke tangannya dengan muncul kilatan cahaya ungu. Laudilla tepuk tangan heboh sedangkan Deo memutar bola mata.

"Ces, jangan terlalu pintar jadi peri, capek aku. Disuruh bersaing terus sama kamu."

Cessia memamerkan deretan gigi putihnya. "Enggak apa-apa Deo, mengasah sihir."

"Tapi aku capek belajar sihir baru terus." Deo menghela napas. "Coba saja ada Azka."

Cessia yang tadi ceria mendadak menjadi murung, mengingat temannya bernama Azka, kakak Deo yang seumuran dengannya. Laudilla menyikut Deo dengan keras dan mengode Deo untuk melihat Cessia yang murung. Deo langsung merasa bersalah, dia lupa Cessia paling sedih saat Azka dinyatakan meninggal sepuluh tahun yang lalu.

"Hei, bagaimana kalau aku masak buat kita semua. Pas banget, semalam mama aku ngajarin resep baru, katanya sih, buat persiapan pernikahan." Laudilla memecahkan keheningan yang sempat terjadi beberapa saat yang lalu.

Cessia mengerutkan dahi, dia merasa tidak mendengar berita ada yang akan menikah. "Siapa yang mau nikah?"

Laudilla membulatkan matanya sedetik, tetapi dengan cepat mengangkat kedua bahunya. "Tidak tahu, aku tidak tanya pada Mama. Yuk, aku masak, aku pakai dapur istana ya, Deo." Laudilla langsung menarik Cessia dan Deo.

Diam-diam Deo menghela napas lega karena Cessia tidak lagi tanya soal pernikahan.

***

Cessia yang kenyang karena makanan yang dimasak Laudilla tadi, sekarang dia terbang menuju rumahnya. Di sepanjang jalan dia terus memamerkan senyumannya, senang karena kenyang.

Cessia lagi-lagi merasa aneh dengan peri-peri yang selalu membungkukkan badannya saat bertemu dengannya, jelas-jelas dirinya bukanlah putri raja. Namun, ini berlangsung dari minggu lalu. Apakah karena rumah pohonnya yang paling besar? Atau keluarganya dekat dengan keluarga raja? Itu tidak mungkin, kalau benar karena hal itu seharusnya mereka seperti itu sejak dulu. Pasti ada sesuatu yang tidak diketahuinya.

Cessia yang sampai depan pintu rumah pohon memelankan gerakan sayapnya, samar-samar dia mendengar mamanya sedang ngobrol dengan seseorang yang suaranya berat. Sepertinya itu pria.

Cessia segera menjetikkan jarinya sehingga mengeluarkan kilatan cahaya ungu untuk mengecilkan tubuhnya agar bisa masuk ke dalam rumah. Setelah itu membuka dan menutup pintu rumah dengan pelan, kemudian bersandar di tembok untuk mendengarkan perbincangan mereka.

"Jadi sekarang apa keputusannya, Terella?" tanya pria itu.

"Sirur (Hamba) belum menanyakannya pada putri sirur (hamba), Vot Alteza (Yang Mulia)." Cessia tau ini adalah suara mamanya, Terella.

Cessia mengerutkan dahinya. Dia anak satu-satunya Terella dan Lichael, jadi yang dimaksud adalah dirinya? Ada apa dengan dirinya?

"Kapan kamu akan menanyakannya, Terella? Kalau kamu terus menunda-nunda, tidak akan cukup waktu untuk mempersiapkan pernikahannya."

Pernikahan? Apakah ini pernikahan yang dimaksud Laudilla. Terus apa kaitannya dengan Cessia? Tunggu, jangan-jangan Raja Nazka menjodohkannya dengan lelaki lain tanpa memberitahunya? Dia tidak mau menikah dengan lelaki yang tidak dia cintai!

"Vot Alteza(Yang Mulia), sirur (hamba) hanya takut Cessia menolak menikah. Sirur (Hamba) yakin, Cessia dan Deo pasti hanya ingin tetap menjalin hubungan persahabatan."

Cessia membulatkan bola matanya, jadi ini alasan peri-peri selalu membungkukkan badannya saat bertemu dengannya?

"Jadi, hamba dijodohkan dengan Deo, Vot Alteza(Yang Mulia)?" Cessia muncul di hadapan Raja Nazka dan Terella.

Terella beriris ametis dan Nazka beriris violet kompak menoleh ke arah Cessia, Terella menatapnya terkejut sedangkan Nazka biasa saja.

"Benar, Cessia," jawab Nazka.

"Sirur (Hamba) tidak mau."

"Cessia, apakah kamu lupa jika kamu melawan perkataan lerey (raja) hukumannya mati?" kata Nazka.

Terella menatap Nazka tidak percaya. "Vot Alteza (Yang Mulia) ingin membunuh anak sirur (hamba)?"

Cessia tidak menemukan kata-kata yang tepat untuk menjawab, dia justru memikirkan dirinya dieksekusi depan orang tuanya. Terlebih dia tahu Nazka yang tidak menginginkan penolakan, padahal dia hanya menganggap Deo sebagai sahabatnya.

Nazka tersenyum, "Cessia, kamu bisa memikirkannya selama seminggu. Minggu depan aku akan datang lagi."

Cessia menatap kepergian Nazka dan muncul kilatan cahaya berwarna violet di kaca pintu bertanda Nazka mengubah ukuran tubuhnya. Cessia tidak mengacuhkan Terella yang ingin bicara, dia segera terbang menuju kamarnya.

Cessia merebahkan tubuh di kasur, netranya menatap langit-langit kayu kamar. Apakah dia hanya bisa menikah dengan pangeran? Apakah dia tidak bisa menikah dengan laki-laki yang dia cintai kelak?

Berbagai pikiran buruk dalam kepala. Cessia memilih merendam di kumpulan kilauan putih untuk menjernihkan pikirannya.

***

Terella menatap suaminya, Lichael beriris iris yang baru selesai mandi, sehingga banyak kilauan putih yang menempel di tubuhnya.

Terella yang duduk di tepi kasur memulai pembicaraan. "Tadi lerey (raja) datang lagi."

"Bukannya sudah biasa?" tanya Lichael sambil mengeringkan rambutnya.

"Namun, tadi Cessia mendengar pembicaraan kami. Lerey (Raja) minggu depan akan datang lagi untuk mendengar jawaban Cessia dan dia tidak menginginkan penolakan. Sedangkan kita tahu, yang disukai Cessia bukanlah Deo."

Lichael duduk di samping istrinya lalu mengusap kepalanya. "Jangan melupakan sifat pesimis yang membuatnya sering melakukan sesuatu di luar pikiran kita. Aku yakin dia sudah cukup dewasa untuk menyelesaikan masalahnya sendiri."

***

Tbc.

Awal yang rumit XD

Btw, selamat hari pahlawan. Dan juga selamat malam minggu.

10 Nov 2018

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top