Roleplay 6 : Antara Hidup dan Mati

Catatan:

Rekapan roleplay ini diedit sesuai sudut pandang J. Sehingga detail-detail atau kejadian yang terjadi pada karakter lain tidak tertulis di sini.

Silahkan mampir ke cerita masing-masing karakter untuk sudut pandang yang berbeda:

Kabur - Catsummoner
Faith in The Dessert - rafpieces
In Transit - amelaerliana
Litus Kultura - frixasga
Noil Desperare - Shireishou
Acta Diurna - boiwhodreams_

[Libertè]

J mengalihkan pandangannya dari pintu. Xi terlihat berdiri memandangi layar yang berada di ruangan itu. Penasaran apa yang dilihatnya, akhirnya J menghampiri Xi.

Dari layar itu, J bisa melihat kekacuan yang terjadi di luar. Kacau sekali, orang-orang berlarian melampari sesuatu, asap hitam dimana-mana, menutupi langit bersih Libertè.

J tidak melihat Ducky dan Raz diantara kerumunan orang itu. Entah dirinya bisa merasa tenang atau tidak. Karena J pun tidak tahu, apa tidak adanya kebaradaan Ducky diantara mereka adalah kabar baik atau buruk.

Namun, salah satu layar menangkap perhatian J. Lima orang terkapar di dalam ruangan itu, kondisi mereka terlihat buruk sampai J tidak tahu apa mereka masih hidup atau tidak.

"Apa mereka... masih hidup?" J menoleh pada Xi, meminta pendapatnya.

"Jujur saja, aku tidak tahu," ucap Xi sambil berjalan menuju pintu ruangan itu. Pintu sungguhan, bukan pintu rahasia yang tersembunyi di balik lukisan. J mengangguk kecil. Benar juga, mereka tidak akan tahu apa orang-orang itu selamat jika hanya melihat dari layar begini, J harus mendatanginya langsung.

"J, ayo kita pergi." Xi memanggilnya sembari membuka pintu, J yang semula masih menatap seksama layar-layar di depannya menoleh, "oke," ucapnya sembari menyusul Xi.

Sebelum keluar, J melihat kotak yang tertempel di dinding. Terdapat lampu merah berkedip di setiap kotak itu. J tidak tahu itu apa, tapi kini dia memutuskan untuk keluar dari ruangan terlebih dahulu.

Begitu keluar, J semakin dibuat bingung melihat semakin banyak pintu-pintu yang muncul di lorong.

Namun lorong itu kosong, tidak ada siapapun. Lalu dimana orang-orang yang berada di layar itu?

"Apa kita buka satu-persatu pintunya?" Tanya J.

Xi terlihat berpikir sejenak sebelum menjawab, "seharusnya ada peta gedung di dekat pintu darurat. Kau coba cari di sisi sana, aku ke sisi sini," kata Xi sambil menunjuk ke kiri. "Kau boleh memeriksa pintu-pintu yang kaulewati, tapi jangan sembarangan masuk. Panggil aku dulu kalau kau menemukan sesuatu yang mencurigakan."

"Oke." J mengangguk dan pergi mencari ke sisi kanan. J menatap sekilas pintu-pintu itu sebelum berjalan, dia penasaran ada apa di balik pintu itu. Tapi Xi bilang jangan sembarangan membuka, jadi J berusaha mengabaikannya.

J terus berjalan menyusuri lorong itu, tatapannya menyisir setiap sisi lorong, menyadari bahwa kotak dengan lampu merah itu bahkan masih ada di lorong ini. Tapi bukan itu yang J cari, J harus mencari peta seperti yang Xi katakan.

Terus berjalan, J masih saja tidak melihat apa-apa kecuali pintu yang tertutup sempurna dan kotak dengan lampu merah itu. 

"J! Kau menemukan sesuatu?"J menoleh mendengar teriakan Xi yang menggema, dia sudah menelurusuri hingga ujung lorong namun tidak menemukan apapun.

"Tidak!" J balas berteriak, dia tidak melihat apapun selain pintu dan kotak yang tertempel di dinding.

Puas mencari, J memilih menghampiri Xi yang berada di ujung lorong satunya. "Bagaimana dengan Xi? Dapat sesuatu? Atau kita buka saja pintunya?" Dia bertanya begitu jaraknya sudah cukup dekat dengan Xi yang berdiri di depan lift.

J datang menghampirinya dan balas bertanya. Xi menggeleng lemah. "Liftnya mati. Kurasa aliran listriknya terputus." J membisu, kalau begitu sama saja mereka terjebak di ruangan ini.

"Ikuti aku, J." J mengekori di belakang Xi dengan patuh hingga Xi berhenti di depan salah satu pintu. J tidak tahu apa di dalamnya, namun pintu baja di depannya terlihat berbeda dari pintu-pintu lain. 

"Ada yang aneh dengan pintu ini. Apa menurutmu kita harus coba membukanya?" Xi menoleh pada J setelah dia mengetuk-ngetuk pintu baja di depannya.

"Boleh saja, ayo kita coba." J mengeluarkan batu dari ranselnya yang sudah terasa lebih ringan dari sebelumnya.

Sebenarnya jika di depannya pintu biasa, J bisa mengakali untuk membuka pintunya, karena dia seorang pencuri. Namun pintu di depannya sedikit berbeda dan lebih rumit. Tapi pintu tetaplah pintu, jika caranya tepat pasti bisa dibuka.

J melihat layar kecil yang tertempel pada samping pintu, nomor nol hingga sembilan terlihat di sana, J simpulkan layar itu adalah kunci dari pintu di hadapannya.

"Semoga saja tidak terjadi hal buruk jika aku merusak kunci ini." J melirik Xi sebelum mengangkat batu yang sebesar dua tangannya itu tinggi-tinggi dan membenturkannya pada layar kunci itu.

Sekali, dua kali, tiga kali, hingga akhirnya kunci itu rusak. Cipratan-cipratan listrik tercipta saat kunci itu rusak.

Pintu itu perlahan terbuka dengan suara nyaring, seperti bunyi pada pintu besi karat yang dipaksa terbuka.

"Tunggu di sini, J" pinta Xi. Kedua tangannya meraih golok di pinggang dan mulai melangkah dengan waspada. J menurut, menunggu di depan pintu.

Hingga pintu itu terbuka sepenuhnya, J tidak melihat apapun yang berbahaya, hanya sebuah meja yang penuh dengan tombol-tombol dan dua kursi.

Ah, ada jendela di sa-

Napas J tercekat, J berjalan lebih maju untuk melihat isi ruangan itu.

Kacau, beberapa kursi terlihat tergeletak di lantai, lima orang terkapar di lantai. Seolah telah terjadi perkelahian di dalam sana.

J tidak yakin mereka hidup atau tidak tapi ...

"Sepertinya jalan keluarnya bukan di sini. Ayo kita pergi."

"Mereka masih hidup, 'kan?" Tanyanya, mengabaikan ucapan Xi sebelumnya. Pertanyaannya lebih terdengar seperti berharap.

J tidak mendengar apa yang Xi katakan setelahnya, dirinya lebih dulu menghampiri pintu yang sepertinya mengarah ke ruangan di depan mereka.

Xi berusaha memasang raut tegas. "Itu bukan urusan kita, J. Lebih baik kita segera mencari jalan keluar."

Mengabaikan ucapan Xi, J sudah lebih dulu membuka pintu dan melangkah masuk ke ruangan itu.

Seketika, udara di sekitarnya terasa berat dan sesak begitu dirinya masuk. Entah karena suasana ruangan itu, atau memang udara di ruangan itu cukup berbeda.

J mengedarkan pandangan, ruangan itu terlihat sama kacaunya saat J melihat di balik jendela tadi. Beberapa kursi tergeletak di lantai, salah satu orang yang berseragam terlihat dalam kondisi yang buruk sekali. Tenggorokannya berlubang, darah yang mengering terlihat di leher orang itu.

J tidak bisa mengontrol ekspresinya, kedua alisnya menyatu, dahinya mengerut. Mulutnya sedikit terbuka melihat kondisi orang itu.

J memutar pandangannya, mencoba untuk tidak menatap mayat itu, namun matanya justru melihat tiga orang yang terkulai di lantai, wajah mereka terlihat pucat.

Tanpa basa-basi, J menghampiri seorang pria yang paling dekat dengan posisinya. Pria berkacamata.

"Anda tidak apa?" J mengenggam bahu pria itu, mengguncangnya pelan. Namun pria itu tidak menjawab. J menggertak giginya, kebingungan harus melakukan apa.

Namun firasatnya mengatakan, sesuatu di ruangan ini tengah perlahan-lahan membunuh kelima orang itu, dan J harus mengeluarkannya.

Xi tiba-tiba sampai di sampingnya, menyentuh leher pria itu dengan dua jarinya. J menatap Xi penuh harap."Dia masih hidup. Setidaknya untuk saat ini," ucap Xi lalu bergeser untuk memeriksa satu-satunya wanita di ruangan itu.

Wanita itu berambut perak seperti Xi. Kulitnya begitu pucat. Ada noda darah di bagian wajah wanita itu, entah darah siapa. 

Sama seperti sebelumnya, Xi menyimpan kedua jarinya pada leher wanita itu, pula dengan pria besar yang tidak jauh dari wanita sebelumnya. Kaki pria itu terluka terluka.

Xi bertukar pandang dengan J yang tampak kebingungan. "Tidak ada yang bisa kita lakukan, J. Lagi pula, kita tidak tahu apakah mereka lawan atau kawan."

J menghela napas kecil, dia tidak bisa meninggalkan ketiga orang itu begitu saja.

"Setidaknya, jika mereka lawan mungkin bisa berguna untuk mendapatkan informasi 'kan?" J menatap Xi penuh harap, dia benar-benar tidak sanggup meninggalkan mereka.

"Mereka hanya akan memperlambat kita, J." Xi membuang napas dengan kasar. "Okelah, masing-masing dari kita bisa menyeret satu orang. Tetap saja ada satu orang yang harus kita tinggalkan." 

"Kalau begitu aku akan menyeret dua orang." Tanpa basa-basi lagi, J mulai mengangkat pria berkcamata yang berada di dekatnya. Menyadari dirinya tidak sekuat itu, akhirnya J memilih menyeretnya keluar.

Xi mengusap wajahnya dengan kasar. Terlihat tidak tahan dengan sikap keras kepala J. "J, dengar! Kotak-kotak yang kau lihat tadi, yang lampunya berkedip-kedip merah. Kemungkinan itu adalah bom. Gedung ini bisa meledak kapan saja! Pikirkanlah dirimu sendiri. Kau tidak bisa lari cepat kalau harus menyeret orang-orang ini." Xi berseru, membuat J cukup terkejut mendengar Xi berteriak padanya, bahkan pria yang sedang diseretnya nyaris terjatuh jika J tidak segera mengeratkan genggamannya pada orang itu.

Namun J tidak berencana meninggalkan mereka walau Xi memarahinya, bahkan dengan bom yang memenuhi gedung pun tidak. Tapi lain hal dengan Xi, jika benar di gedung ini adalah bom, J tidak bisa membiarkan Xi berada di gedung ini lebih lama karena keputusan egoisnya.

"Kalau begitu, Xi pergi duluan saja. Xi bisa mencari jalan keluar lebih dulu dan aku menyusul di belakang." J menatap Xi lurus, dan setelahnya menurunkan pria berkacamata itu begitu sampai di ruangan sebelumnya.

Selanjutnya J menghampiri lelaki  bertubuh besar di depan Xi. Sebelum J mengangkatnya, dia menoleh pada Xi, "sebaiknya Xi bergegas jika tidak ingin meledak bersama gedung ini." J mengucapkannya dengan yakin, dan setelahnya mengangkat pria bertubuh besar itu.

"Ukh!" Napas J tertahan begitu mengangkat tubuh pria itu, wajahnya terlihat memerah.

dia berat sekali! Sepertinya menyeretnya pun akan susah

Walau begitu, J tetap berusaha mengangkat dan menyeret pria besar itu.

"Kita angkat dia ke kursi di ruangan sebelah. Setelah itu kita bisa mendorongnya keluar dengan kursi," ucap Xi sambil memberi kode pada J untuk terus berjalan. J menatap Xi kebingungan, J pikir Xi ingin menyelamatkan dirinya, tapi dia malah membantu J.

Sejujurnya J khawatir jika Xi juga jadi ikut terluka karena tetap berada di sini, ingin J menyuruhnya pergi terlebih dahulu. Namun batal begitu melihat wajah kesal Xi, J tidak ingin diteriaki lagi seperti tadi, jadi dia memilih menurut.

Dengan susah payah, mereka mengangkat pria besar itu ke ruangan sebelumnya dan menghempaskannya ke kursi.

"Biar aku yang bawa satu orang lagi." J berkata dengan napas yang agak tersengal. Mengangkat pria itu ternyata menguras tenaganya, padahal dia sudah mengangkatnya bersama Xi.

"Nanti letakkan saja wanita itu di kurai yang satu lagi. Tinggalkan dua orang yanglain, mereka sudah tidak dapat diselamatkan." J ingin bertanya lagi, memastikan kematian mereka, namun Xi sudah lebih dulu pergi meninggalkan J di ruangan itu.

"Lebih baik aku memindahkan dulu wanita itu." J bergumam dan kembali ke ruangan tadi.

Tidak seperti dua pria lainnya, wanita itu terasa sangat ringat saat J menyeretnya. Dia bahkan bisa dengan mudahnya meletakkan wanita itu di kursi.

Tepat setelah J selesai, Xi masuk kembali ke ruangan membawa kabel di tangannya. "Apa itu aman?"

"Kita tidak punya banyak pilihan, J," timpal Xi dengan nada ketus. Dia kemudian melemparkan dua kabel pada J, J menangkapnya. "Ikat badan dan kaki pria itu ke kursi. Yang kencang, supaya dia tidak terjungkal." Xi kemudian mulai mengikat badan wanita berkulit pucat itu ke kursi. 

Melihat Xi mulai mengikat wanita berambut putih itu, J akhirnya mulai mengikat pria besar itu dengan kabel yang Xi berikan.

Sejujurnya cukup sulit untuk mengikatnya, badan pria itu tidak bisa diam, sehingga J harus mengikatnya sembari menahan tubuh pria itu agar tidak kemana-mana.

Selesai mengikat pria itu, J menoleh pada Xi yang juga sudah selesi mengikat wanita itu pada kursi.

Sebelum membawa mereka pergi, J berharap bom yang berada di gedung ini tidak duluan meledak sebelum mereka keluar.

.

.

.

.

.

.

.

.

15 Mei 2022

Author's Note

Ges, do'ain saya mau menggacha kemungkinan J selamat. Gachanya serem kali ini, deg-degan aku. :")

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top