5~Melarikandiri
"Apa kau ingin mengodaku lagi?"
"A-apa? Bu-bukan. Aku hanya...hanya..." ucap sang gadis dengan nada terbata-bata.
Shin menaikan sebelah alisnya, " Hanya apa?"
"...i-itu...ke-kenapa tuan tidak menghisap habis darahku?"
Shin terkekeh pelan dan melepaskan tangan sang gadis, "Kau harus membantuku melarikan diri dari penjara busuk ini."
"Melarikan diri?"
"Dan hanya kau yang bisa menghancurkan mantranya."
"Mantra?"
"Kau lihat kertas kecil yang tertempel di dinding jendela yang disana?" ucap Shin sambil menunjuk ke arah tengah jendela di mana terdapat secarik kertas dengan sebuah simbol terukir di kertas tersebut.
"...aku tidak bisa menghancurkannya. Jika aku memegang kertas itu, maka aku bisa mati. Kau mau membantuku?"
"Ta-tapi..."
"Jangan tapi-tapi. Kau itu makananku, jadi kau milikku. Ikuti saja apa yang aku katakan, dan aku janji akan membunuhmu jika kita terbebas dari sini." Shin melihat sang gadis masih terdiam diposisinya, membuatnya kembali mengoda sang gadis, "dan lagi, apa kau masih betah dalam posisi begini?" Mendengar ucapan Shin, memebuat sang gadis langsung bangkit dari posisinya, sambil merunduk malu.
"Sudah selesai? Aku mau tidur, ngantuk sekali, " keluhnya sambil menarik selimutnya dan membenamkan wajahnya dalam bantal.
"A-ah..."
Shin mendongak menatap sang gadis lagi, " Ada apa?"
" ...Kau, kau...kau tampan," ucap sang gadis dengan polosnya membuat Shin sedikit tersikap, namun sedetik kemudian ekspresinya berubah datar, "Aku tahu, terima kasih." Shin kembali membenamkan wajahnya dan memejamkan matanya.
"A-ah...itu..."
Shin kembali mengangkat wajahnya sambil berdecak kesal, "Ish...Apa lagi?!"
"A-aku lapar... " tutur sang gadis sambil merunduk malu.
Shin yang mendengar itu spontan meledakan tawanya. Sementara sang gadis semakin merunduk malu.
"Kau ingin mati, tapi kau lapar. Lucu sekali." Shin berusaha meredakan tawanya, "ada-ada saja. Di meja dekat lemari ada keranjang berisi buah apel, makanlah. Dan jangan mengangguku lagi, aku sangat mengantuk," ucap Shin kembali memejamkan matanya sambil menarik selimut hingga menutupi kepalanya.
Sang gadis berjalan mendekat ke arah meja di samping lemari. Ada vas bunga, buku dan beberapa pajangan hias meja. Sang gadis mendekati keranjang buah yang berisi beberapa buah apel. Sang gadis mengambilnya dan memakan apel tersebut. Seharian penuh, waktunya di habiskan untuk membaca beberapa buku yang tersusun di salah satu ujung meja. Tak terasa langit sudah gelap. Sang gadis menyudahi membacanya dan melihat keluar jendela. Langit malam tanpa taburan bintang ataupun sang bulan, membuat sang langit terlihat seperti selimut hitam tanpa hiasan. Beberapa deduanan pohon yang ada di luar sedikit bergerak, karena terpaan angin malam.
Suara decingan pintu terdengar, membuat sang gadis tersentak dari lamunannya dan menoleh ke sumber suara. Shin keluar dari kamar mandi sambil mengacak-ngacak rambutnya yang basah. Sejak kapan dia bangun? Batin sang gadis.
Dan sepertinya sang gadis terpesona dengan penampilan Shin, yang kini mengenakan celana panjang berwarna hitam, dan kemeja coklat tanpa di kancing satupun. Ujung rambutnya yang mesih basah, menambah nilai plus bahwa pria yang berada di depannya sangatlah mempesona. Merasa ditatap oleh sang gadis, Shin pun menatap sang gadis yang sepertinya masih terpsona dengan penampilannya, "Apa?"
Suara Shin langsung membuatnya tersadar, dan langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Shin yang melihat itu, mengendus geli dan melempar handuk kecilnya ke tempat tidur. Sementara sang gadis meruntuki kelakuan dirinya yang menurutnya memalukan, "Bodohnya aku," guman sang gadis.
"Apa katamu?"
"Eh? Ti-tidak ada."
"Kemarilah," titah Shin.
Sang gadis pun berjalan ragu ke arah Shin, dan berhenti di depan Shin dengan jarak yang cukup dekat. Shin menarik dagu sang gadis hingga kedua iris mata coklat sang gadis menatap kedua iris biru malam milik Shin.
"Apa kau tertarik padaku,hm?"
"I-itu...aku..."
Shin mendadak menarik dan menjatuhkan sang gadis ke tempat tidur. Shin memegang kedua tangan sang gadis, membuat sang gadis jadi salah tingkah. Perlahan, di dekatkan wajahnya pada leher sang gadis. Hembusan nafas Shin mengelitik leher sang gadis. Ketika taring Shin ingin menancap di leher sang gadis, suara kunci pintu terdengar. Segera Shin menarik selimut hingga menutup seluruh tubuh, kecuali kepalanya. Kemudian dipeluknya sang gadis dengan erat.
"Masuk!" Seorang wanita muda terjatuh ketika masuk ke kamar Shin, disusul dengan Natsu yang ikut masuk ke kamar Shin.
"LEPASAKAN ! TOLONG LEPASKAN AKU ! JANGAN MEMBUNUHKU!" teriak sang wanita yang kini kedua matanya tertutup dengan kain, dan kedua tangannya diikat ke belakang.
"DIAM!" bentak Natsu, membuat sang wanita yang menjerit sambil menangis tadi terdiam seketika. Hanya suara isak tangisnya yang halus terdengar.
Natsu memijit keningnya dan menghela nafas, "Merepotkan. Hoi! Ini jatahmu hari ini." Natsu pun kembali keluar dari kamar Shin. Sepertinya mood pria itu sedang tidak baik.
"Tu-tuan..." Shin mengisyaratkan sang gadis untuk diam, dan tidak lama kemudian seorang pria kembali masuk ke kamar Shin.
"Kau sedang tidur, Tuan Shin?"
"Tidak. Mau apa kau kesini?"
"Hmm...hidungku ini sedang mencium aroma darah yang lumayan mengiurkan di kamarmu ini," dia menarik nafasnya dan menghembuskannya dengan lega, "apa gadis malang ini?" ucapnya sambil melihat wanita yang kini tengah meringkuk ketakutan. Kedua tangannya terikat, rambutnya berantakan, dan penutup matanya basah karena air matanya.
"Boleh untukku?" ujarnya lagi sambil menoleh ke arah di mana Shin tidur.
"Ambil saja. Aku lagi tidak ingin minum," dusta Shin. Sementara pria itu terlihat sangat senang mendengar ucapan Shin, "Boleh? Wah...ternyata kau baik juga. Orang bilang kau itu sudah gila, ternyata kau masih waras. Tuan Vincent benar-benar kejam padamu, yah. Oke, Aku ambil yah." Sang wanita itu digendong pakasa oleh pria tersebut, dan pintu kembali dikunci.
Shin melepaskan pelukannya, dan menyibak selimut yang menutupi dirinya, "Mereka pergi?" tanya sang gadis.
"Sepertinya, untunglah mereka tidak merasakan keberadaanmu di sini. Jika mereka tahu kau masih hidup, rencanaku akan gagal total karena kau adalah kunci kebebasanku untuk keluar dari tempat busuk ini."
Sang gadis pun bangun dari posisi tidurnya, "Tu-"
"Shin, namaku Shin. Dan jangan memanggilku dengan sebutan tuan, itu terdengar mengelikan jika kau yang mengatakannya. Namamu?" potong Shin cepat.
Sang gadis hanya merunduk, tidak menjawab pertanyaan Shin. Apa dia tidak punya nama? Batin Shin.
"Kau tidak punya nama?" dan sang gadis hanya menganguk pelan.
"Yui...sekarang namamu adalah Yui."
"Yui..." ucap sang gadis sambil tersenyum kecil. Ada rasa bahagia ketika Shin memberi nama untuknya yang bagus. Karena sebelumnya dia selalu di sebut-sebut sebagai anak haram, anak terkutuk dan lain sebagainya.
"Sekarang, lakukan seperti yang aku katakan. Kita akan keluar dari sini ketika siang hari, karena hanya di siang hari saja penjagaan di sini menjadi melemah," ujar Shin dan Yui pun hanya mengangguk.
Mereka pun merencanakan sebuah pelarian. Dan esoknya, tepat ketika matahari sudah meninggi di angkasa, mereka pun mulai melakukan pelarian mereka. Siang itu pancaran sinar matahari cukup menyilaukan, menerpa jendela yang kini sudah terlepas dari kertas mantra. Shin yang berdiri di depan jendela, langsung menyirit sambil menghalagi sinar matahari dengan menggunakan lengannya, "Sigh...aku benci matahari. Tapi mau gimana lagi," Shin menoleh ke arah Yui, "Yui, kau sudah siap?" Yui yang sudah memegang sebuah kain hanya mengangguk.
Shin berjalan mendekati Yui, dan mengendongnya. Segera Yui menutup wajah Shin dengan kain yang dibawanya, "Pegangan yang kuat," ujar Shin dan kemudian melompat keluar dari jendela. Shin mendarat lembut di rerumputan. Shin dengan cepat berlari ke arah pagar dan melompatinya dengan mudah. Mereka berdua mulai menjauh dari villa milik Vincent. Setelah cukup jauh mereka keluar dari villa, Shin berhenti di bawah pohon yang cukup besar, dan menurunkan Yui di sana. Shin segera melepaskan kain yang menutup kepalanya, dan menarik Yui mendekat padanya.
Yui memekik kesakitan, ketika Shin menancapkan kedua taringnya di leher Yui. Hanya hembusan angin siang, kicauan burung dan suara isapan yang terdengar oleh Yui. Tubuh Yui merasa begitu lemah, hingga tubuhnya hampir jatuh, jika saja Shin tidak menahan tubuhnya. Tak lama Shin menyudahi kegiatannya dan mengelap darah yang menetes di bawah bibirnya.
"Apa kau masih sanggup melanjutkan perjalanan?" Yui hanya mengangguk lemah. Shin kembali mengedongnya, dan mereka mulai berjalan kembali.
Akhirnya mereka tiba di sebuah vila kecil, yang berada di tengah hutan. Vila itu terlihat sangat tidak terurus, terlihat dengan banyaknya dedaunan kering yang bertaburan di depan teras, rumput liar yang meninggi, serta sarang laba-laba yang bergantungan di langit-langit setiap sudut.
"Kupikir aku bakalan tersesat, ternyata aku masih ingat tempat ini," guman Shin sambil menurunkan Yui di depan pintu Vila tersebut. Shin menekan beberapa angka, hingga suara bunyi pintu terbuka.
"Ayo masuk," kata Shin sambil berjalan masuk ke dalam vila.
Yui pun berjalan pelan masuk ke dalam vila. Suasana rumah yang berdebu dan beberapa sarang laba-laba yang berada di setiap sudut, membuktikan bahwa Vila ini sudah lama sekali tidak ditempati.
"Shin, ini rumah siapa?"
"Ini villa rahasiaku. Ketika aku masih kecil, aku selalu main kemari jika aku kabur dari rumah," ucap Shin sambil meraba dinding yang berada tidak jauh dari Yui berdiri.
Yui berjalan pelan sambil melihat sekeliling. "Dimana lagi pintunya," guman Shin sambil mengetuk dinding.
"Ah, di sini." Shin langsung menendang bagian bawah dinding, hingga sebuah pintu rahasia terbuka tepat di bagian atas tempat Shin menendangnya.
"Kurasa uang ini cukup untuk makan dan tinggal disini," ujar Shin sambil memegang beberapa lembar uang yang nominalnya cukup besar.
"Kenapa Shin tidak menyimpannya di Bank?" tanya Yui
"Ah, dulu aku kan masih kecil, dan aku lebih suka menyimpannya di tempat rahasia seperti ini. Untuk main permainan mencari harta karun bersama kakekuk. Ayo, kita akan pergi belanja hari ini."
Sementara itu, seorang pria yang mengenakan jas berwarna putih menatap tajam ke arah jendela yang terbuka, dengan sebuah mantra tergeletak tepat di sebelah kakinya. Iris mata hijaunya perlahan berubah menjadi merah menyala. Benda apapun yang terbuat dari kaca di dalam ruangan itu, semuanya langsung pecah menjadi serpihan kaca.
"Natsu. Temukan Shin segera!"
"Baik Master."
Kedua tangannya tergepal erat. Tidak kusangka kau memanfaatkan seorang manusia untuk melarikan diri, kali ini tidak ada pengampuan bagimu. Aku akan membunuhmu, Shin. Walaupun aku sudah janji pada dia untuk tidak menbunuhnmu. Tapi aku tidak akan puas sebelum aku membunuhmu batinnya.
Bersambung...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top