3~Taring Kematian

     Sebuah ruangan gelap tanpa pencahayaan seluas dua kali tiga itu, terdapat batang-batang besi yang menjulang menutupi satu bagian ruangan yang merupakan pintu keluar-masuk dari ruangan tersebut. Di ruangan itu juga seorang gadis yang mengenakan dress merah, tergeletak dalam keadaan tidak sadar, dengan kedua tangannya terikat kedepan.

Kedua kelopak matanya yang tertutup sempurna itu, kini perlahan terbuka dan menatap ke sekitar. Apakah aku sudah mati? Batinya. Tidak lama kemudian, pintu di luar jeruji terbuka bersamaan dengan langkah yang terdengar konstan mendekati ruang yang di tempati sang gadis. Sang gadis menyipitkan mata karena cahaya terang tiba-tiba masuk ke ruangan tersebut. Suara pintu jeruji terbuka dan kembali terdengar suara langkah kaki. Sang gadis mendongak mendapati pria berpostur tinggi, berbadan kurus, wajahnya pucat, kini tengah berjongkok di depan sang gadis dengan senyuman manis yang memperlihatkan dua taring di giginya.

"Jangan takut, ikutlah denganku," ucapnya

"Kau akan membawaku kemana?" ucap sang gadis dengan nada lirih.

"Aku akan membawamu ke tempat istimewa, aku yakin kau pasti suka."

"Apa itu kematianku? "

Pria itu sedikit kaget mendengar perkataan sang gadis. Namun sedetik kemudian ekspresi terkejutnya tergantikan dengan sebuah senyum tipis.

"Yah...lebih kurang begitulah. Apa kau tidak suka dengan hidupmu?" tanyanya

Namun sang gadis hanya diam, dengan tatapan matanya yang kosong. Pria itu mengendus geli, dan mengambil tali panjang yang terhubung pada ikatan di kedua tangan sang gadis.

"Bangunlah. Kita keluar dari sini."

Sang gadis pun perlahan bangun, dan mengikuti pria tersebut dari belakang. Pertama kali yang terlihat oleh kedua pasang mata sang gadis, ketika keluar dari ruangan gelap itu adalah suasana bergaya Eropa, dengan beberpa lukisan terpajang di sepanjang koridor. Beberapa guci besar, dan beberapa bunga dalam vas kaca, ikut menghiasi sepanjang koridor yang di lewati sang gadis. Beberapa orang mengenakan pakaian pelayan melewati sang gadis, begitu saja tanpa ada niat untuk sekedar melirik. Bagi mereka, itu sudah menjadi hal yang lumrah. Sang gadis dan pria tersebut naik sebuah tangga yang terhubung pada lantai atas, dan berbelok ke arah kanan. Mereka berdua pun berhenti di depan sebuah pintu kayu bergaya eropa, pria itu pun merogoh sakunya.

"Wah...ini jatah pria gila itu hari ini yah?" ucap seorang pria berambut merah panjang sebahu, sambil berjalan mendekati sang gadis. Di condongkan tubuhnya ke leher sang gadis, lalu mengendusnya, "Wangi darahnya terasa ambar. Hoi, Natsu, apa tidak ada gadis lain selain ini? Kelihatannya hari ini kau malas sekali mencari makanan."

"Ini bukan untukmu, bodoh. Cari sendiri jika ingin yang enak," ujar Natsu, tatapannya tersirat sedikit tidak suka pada pria berambut merah itu.

"Kau pelit sekali Natsu. Yah sudah deh. Selamat bersenang-senang nona," ucap pria itu dan pergi begitu saja.

Pria yang di panggil Natsu itu mendecih sebal dan kembali menatap sang gadis, "Kau tidak takut? Kau akan di jadikan kantong darah, loh."

Sang gadis hanya mengeleng tanpa menatap Natsu. Natsu mengangkat bahunya acuh, dan memutar kunci untuk membuka pintu tersebut. Ruangan gelap tanpa pencahayaan menyambutnya.

"Masuklah," ucap Natsu.

Sang gadis menuruti perkataan Natsu, dan berjalan masuk ke dalam ruangan tersebut. Suasana kamar terlihat samar karena tidak adanya cahaya. Aroma amis darah tercium sangat halus. Natsu menutup pintunya, dan kembali mengunci kamar tersebut. Kini hanya tinggal sang gadis dan sosok bayang berpostur tegap berdiri di dekat gorden jendela.

"Apa kau mau membunuhku?" ucap sang gadis dengan nada pelan.

Sosok yang berdiri di dekat gorden jendela tersebut sedikit terkejut, namun sedetik kemudian tatapannya kembali datar, "Apa kau tidak takut padaku?" tanyanya dan sang gadis hanya mengeleng lemas sebagai jawaban. Langkah kakinya yang ringan itu membawanya mendekati sosok berpostur tegap itu.

"Apa kau akan memakanku? Aku yang dikucilkan oleh tuhan ini?" ujar sang gadis, membuat sosok tersebut menyirit heran, dan tidak menjawab pertanyaan sang gadis.

"Lepaskan tali yang mengikat dikedua tanganku. Aku janji, aku tidak akan kabur," ucapnya lagi. Sosok itu menuruti keingian sang gadis. Sang gadis menarik helaian rambutnya ke samping, dan mendekatkan tubuhnya pada sosok tegap yang merupakan seorang pria. Melihat tindakan tiba-tiba sang gadis, membuat pria itu mundur ke belakang.

"A-apa yang kau lakukan?"

"Minumlah darahku. Minumlah sampai habis. Aku ingin mati, aku ingin mati."

Pria itu pun mendekatkan wajahnya ke leher sang gadis. Hembusan nafasnya yang dingin menerpa permukaan leher sang gadis. Kedua taringnya akhirnya menancap di leher sang gadis. Suara isapan terdengar di telinga sang gadis. Matanya mentap nanar langit-langit kamar yang gelap. Inilah akhir hidupku yang menyedihkan, kematian kambali mendatangiku, dan merarik jiwaku terlepas dari tubuhku, batinya.

Pria itu pun menarik taringnya keluar dari kulit sang gadis. Bibirnya berlumuran darah sampai menetes di dagunya. Ketika pria itu ingin mengelap darah yang menetes di dagunya, sang gadis sudah mengelap darah tersebut dengan tangannya dan menjilat darah tersebut.

"Aku tidak tahu bagaimana rasa darah yang manis, dengan yang ambar. Tapi, benar kata mereka, darahku terasa ambar," ucap sang gadis sambil memeluk pria tersebut dengan lembut. Membuat pria yang di peluknya berjingit kaget.

"Tolong cepat makan aku. Walapun darahku tidak enak, tapi aku mohon padamu, bunuhlah aku. Aku ingin mati, se-setidaknya untuk seorang yang di kucilkan tuhan ini. Aku tidak sanggup lagi mengalami ini semua. Aku ingin mati di dalam pelukan orang yang membunuhku," ucap sang gadis yang kini air matanya perlahan mengalir di ujung matanya.

Pandangan matanya memburam, sesasi rasa lemas dan mengigil mendominasi seluruh tubuh sang gadis, dan berakhir pingsan dalam keadaan menangis. Pria yang kini sedang menahan sang gadis agar tidak jatuh, hanya bisa membeku di tempat. Setelah mendengar perkataan, dan keluh kesah sang gadis, membuatnya berpikir keras. Mengapa dia begitu gigihnya memintaku untuk cepat membunuhnya? Apa hidupnya begitu menderita? Ujarnya dalam hati.

Kedua iris matanya yang se-biru malam itu, menatap datar ke wajah sang gadis yang setengah wajahnya tertutup oleh helaian rambut panjangnya. Pria yang biasa dipanggil Shin itu menghela nafas berat, sambil memijit keningnya. Aku pusing mencari jalan keluar dari sini, dan sekarang seorang wanita menangis memintaku untuk segera membunuhnya. Merepotkan, batin Shin.

Shin kembali menatap sang gadis, yang kini dalam keadaan tidak sadar dengan sisa air mata yang mengalir di wajahnya. Shin pun mengendong sang gadis dan membawanya ke tempat tidur berukuran medium. Shin menutup tubuh gadis tersebut dengan selimut hingga ke dada. Shin menatap sang gadis dengan tatapan datar sambil menyibak helaian rambut sang gadis, hingga terlihat jelas wajah sang gadis. Apakah kau begitu menginginkan kematian? Batin Shin.

Bersambung ...

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top