8
Halooo....
Selamat malam. Akhirnya LDR bisa update setelah enam purnama. ლ(´ ❥ 'ლ) Beneran enam purnama lo, apa lebih?
So, happy reading n tinggalin jejak ya.
###
Satu jam kemudian mereka berempat sudah kembali ke rumah. Jelita yang ingin berpamitan kembali ke paviliunnya gagal karena Erina memaksanya untuk sarapan di rumah. Awalnya Jelita menolak, tapi karena Prayudha dan Eric yang juga meminta hal yang sama. Jelita pun akhirnya menuruti keinginan ketiga orang itu. Sarapan di area belakang rumah dengan pemandangan taman yang cantik dan kolam renang yang begitu menggoda untuk dinikmati kesegaran airnya.
Sepertinya apa yang Jelita pikirkan terbaca oleh Erina, gadis itu dengan riang mengajaknya untuk berenang selesai sarapan. Hal yang tentu saja Jelita tolak mentah-mentah. Ia tak mungkin berenang di tempat ini, apa lagi ada dua pria asing di sekitarnya.
Hampir pukul sembilan, Jelita pamit kembali ke paviliunnya. Meskipun berat Erina terpaksa melepas wanita itu. Gadis itu masih ingin menikmati waktu santai dengan Jelita. Namun, karena ia cukup tahu diri, gadis itu tak berani memaksakan keinginannya.
Mandi adalah hal pertama yang Jelita lakukan setelah memasuki paviliunnya. Ia nyaris melupakan ponsel yang ia tinggal sejak pagi tadi jika saja benda persegi itu tak berdenting dan menunjukkan jika hampir kehabisan daya. Dengan berat, Jelita meraih ponsel lalu menyambungkan dengan pengisi daya. Sekilas ia lihat notifikasi di ponselnya dan lagi-lagi dadanya berdenyut nyeri. Tak ada apapun yang Andre lakukan untuknya. Sejenak terlintas satu hal di otaknya. Mematikan ponsel. Namun, saat memikirkan lagi, hal itu bukanlah solusi untuk menyelesaikan masalahnya. Bahkan menghubungi Andre pun ia rasa bukanlah cara yang tepat.
Kembali, Jelita mengembuskan napas pasrah. Ia memang tak berguna. Bahkan untuk memastikan kekhawatiran di hatinya pun ia tak mampu.
***
Entah pikiran dari mana, seketika saja nama Latisha mampir di kepalanya. Ya, Latisha. Ibu satu anak yang tinggal di depan rumahnya. Ia belum pernah menelepon wanita itu sama sekali. Beberapa pesan whatsapp pernah ia kirim setelah ia sampai di Surabaya. Namun, mereka hanya membahas tentang tempat tinggal dan pekerjaan baru Jelita. Tak ada pembicaraan tentang Andre sama sekali.
Tak membuang waktu, Jelita pun meraih ponselnya. Mencari kontak Latisha lalu segera melakukan panggilan kepada wanita yang menjadi temannya itu.
Dua kali panggilan ia lakukan, tapi tak ada respons. Untung saja panggilan ketiga tak mengecewakan. Nada ceria seketika merasuki telinga saat panggilan itu terjawab.
"Ya ampun, Jelita. Akhirnya kamu telpon juga. Gimana kabar kamu? Aku dari kemarin-kemarin mau hubungi kamu tapi khawatir kamu masih sibuk. Jadi aku cuma jadi penunggu."
Jelita yakin tetangganya itu pasti sedang mencebik saat mengakhiri kalimatnya.
"Kabarku baik, Sha. Maaf, ya, aku emang baru sempat hubungi kamu. Maklum, baru pindah jadi masih butuh banyak waktu adaptasi." Hal yang tak sepenuhnya benar, tapi juga tak sepenuhnya salah. "Oh iya, gimana kabar Mas Dito dan Rey Mereka sehat, kan? Kangen nih pengen gendong." Jelita menyebut suami dan anak Latisha yang masih berusia beberapa bulan.
"Mas Dito ya kayak biasanya. Masih jutek tuh sama si Andre. Rey udah makin gak bisa diem. Kemarin sempat jatuh dari tempat tidur karena gak bisa diem." Latisha bercerita dengan nada ceria.
"Kenapa lagi kok jutek sama Andre Sha?" Jelita seketika menaruh perhatian pada jawaban tetangganya baru saja.
"Ck." Latisha berdecak. "Ya, kayak biasanya. Andre yang masa bodo dan Mas Dito yang over."
Jelita tak mungkin lupa. Kedua pria itu, Andre dan Dito begitu sulit untuk akur meskipun hidup bertetangga. Ada saja hal kecil yang menjadi bahan bakar setiap permasalahan di antara mereka. Rata-rata disebabkan sikap tak peduli Andre dan sikap perfectionis Dito.
Andre yang terlampau cuek pernah beberapa kali mencuci mobil di depan rumah sehingga jalanan di depan rumahnya dan Dito basah. Dito yang baru pulang kantor merasa terganggu akibat ban mobilnya yang basah ketika melewati jalanan yang terkena air. Sehingga saat mobil memasuki lantai garasinya, lantai akan kotor akibat jejak ban yang basah.
Pria itu juga merasa terganggu saat pot-pot tanaman cantik di rumahnya terciprat air bercampur butiran pasir saat Andre mencuci mobil atau menyiram jalanan di depan rumahnya. Selain kedua hal kecil itu, masih banyak hal lain yang sering di keluhkan tetangga Jelita itu. Untung saja Jelita dan Latisha tak terlalu menggubris urusan para pria. Meskipun suami mereka kurang begitu akur, hal berbeda dirasakan Jelita dan Latisha.
"Yang sekarang apa lagi, Sha?" Jelita mulai penasaran dengan keluhan tetangganya itu. Ia kira Andre dan Dito sudah tak lagi berselisih, eh ternyata Jelita salah.
"Gara-gara tanaman kamu."
"Eh? Tanamanku. Maksudnya?" Jelita makin penasaran.
"Mas Dito ngeluh karena tiap hari dia harus nyiram tanaman kamu. Itu tuh, krisan yang aku kasih ke kamu. Ada beberapa pot, kan. Nah si Andre tuh nggak pernah nyiram tanaman itu. Mas Dito merasa sayang banget kalau lihat tanaman yang aku kasih disia-siain dan nggak dirawat."
Jelita seketika paham. Ia memang mendapatkan beberapa pot berisi bunga yang diberikan oleh Latisha. Jelita memang sering kali meminta tolong Latisha untuk membantunya menyiram tanaman saat ia keluar kota selama beberapa hari. Hal itu ia lakukan karena rumahnya memang tidak berpagar. Jadi Latisha bisa bebas memasuki area depan rumah Jelita.
"Bilang aja ke Andre, Sha. Jangan ngerepotin Mas Dito. Atau ntar deh aku bilang."
"Maunya sih bilang, tapi Andrenya jarang banget di rumah sejak kamu di Surabaya. Beberapa hari lalu aku ketemu, dia bilang dinas luar kota. Lagian nggak ada kamu di rumah jadi kalau ada dinas luar kota, dia yang sering berangkat. Gitu sih katanya." Kalimat Latisha seketika membuat Dada Jelita berdesir tak nyaman.
Andre.
Keluar kota?
Kapan?
"Setelah dia balik, dia nggak ngurusin tanamanku, ya, Sha?" Sepertinya pertanyaan itu aman untuk diberikan.
"Mungkin karena udah disiram Mas Dito, jadi Andre taunya tanamannya baik-baik aja. Nggak butuh air, nggak butuh apa-apa." Latisha terbahak.
"Nanti aku bilang sama Andre kalau gitu, Sha. Aku jadi nggak enak sama Mas Dito. Jadi ngerepotin."
"Halah, cuma urusan nyiram. Si bapak satu itu emang baperan. Oh iya, beberapa hari lalu juga ada paket. Sama kurir ditaruh di depan pintu. Karena Andre masih belum pulang akhirnya aku ambil. Takut hilang. Emang kapan dia pulangnya, Lit? Masih lama, ya?" Sejujurnya Jelita pun tak tahu. Dari komunikasinya selama ini, Andre tak sekalipun mengatakan jika dirinya sedang dinas keluar kota. Pria itu selalu pulang ke rumah meskipun sudah demikian larut. Atau mungkin karena Andre pulang larut, maka Latisha tidak tahu jika sebenarnya Andre ada di rumah?
Ya. Mungkin saja hal itu yang terjadi.
Namun.
Kenapa Latisha mengatakan jika Andre sendiri yang menyampaikan jika ia dinas keluar kota?
Ah. Sepertinya Jelita tak akan tenang melanjutkan sisa harinya.
###
Lama banget ya updatenya? Maafkan penulisnya yg sok sibuk eheee....
Makasih kl masih ada yg mau nungguin. Kl ada yg sudah lupa ceritanya ini gimana, bisa baca ulang. Masih dikit kok. Eheee... (๑˙❥˙๑)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top