7

Ada yang masih bingung dengan dua paragraf terakhir bab sebelumnya?

Kalau masih ingat di bab awal yang bahas tentang jam di rumah Jelita pasti nyambung. Pelan-pelan aja, ya bacanya.

Bab ini boring n gak gerakin alur. Jadi meskipun gak dibaca gak bakalan ketinggalan😂😂😂

Makasih buat teman2 yg masih ingat untuk mampir setelah sekian lama. Maafin penulisnya yg selalu sok sibuk eheee....

###

Jelita terbangun dengan mata sembab. Dua jam yang lalu ia akhirnya tertidur karena kelelahan dan baru terbangun saat alarm yang ia nyalakan berbunyi. Saat mematikan alarm di ponselnya, sekilas ia melihat notifikasi yang muncul di sana. Dan sesuai dugaannya, tak ada pesan atau panggilan tak terjawab dari Andre.

Mengabaikan rasa kecewanya, Jelita beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri lalu melaksanakan kewajibannya. Tiga puluh menit kemudian ia sudah mengganti bajunya untuk bersiap berangkat jogging dengan Erina. Meskipun ia tak bersemangat, tapi ia tak ingin mengecewakan orang lain. Cukup dirinya saja yang kecewa dengan sikap Andre. Jangan sampai orang lain merasakan hal serupa.

Tak berapa lama, ketukan di pintu depan terdengar. Jelita bergegas membuka pintu. Meninggalkan ponselnya begitu saja. Ia tak ingin terlalu berharap pada Andre. Lagi pula ia ingin tahu, apa yang akan Andre katakan saat nanti pria itu menghubunginya. Atau mungkin lebih dulu Jelita yang menghubungi.

"Mbak, udah siap, kan?" tanya Erina bersemangat saat Jelita membuka pintu paviliunnya. Gadis itu terlihat segar dengan rambut yang diikat membentuk ekor kuda. Sama seperti Jelita.

"Ayo. Mau berangkat sekarang?" Jelita tak ingin membuang waktu.

"Iya dong. Makin cepat, makin enak biar gak terlalu panas. Udaranya juga masih bersih. Ayo." Erina berjalan mendahului. Gadis itu berjalan ke depan, menuju pintu pagar. Sekilas Jelita menyapukan pandangan ke sekeliling. Bukankah gadis itu semalam mengatakan akan mengajak kakak dan ayahnya. Apakah mereka berdua tidak jadi ikut? Jika mereka tidak ikut sebenarnya bagus juga untuknya karena tidak akan ada terlalu banyak orang yang memperhatikan wajah sembabnya. Beruntung Erina sepertinya tidak menyadari hal itu.

Baru saja Jelita merasa bersyukur, tapi ternyata hal itu tak berlangsung lama. Sesaat setelah kakinya menginjak trotoar di depan pagar. Dua orang pria terlihat berdiri sambil melakukan pemanasan. Mau tak mau Jelita mengulas senyuman dan menyapa kedua pria itu.

"Mbak, ini Mas Eric. Mbak Jelita belum kenalan, kan? Kenalan dulu. Mas Eric ini udah semester akhir di UB. Bentar lagi wisuda." Erina menyebut salah satu universitas di Malang tempat sang kakak kuliah.

Jelita menyapa pria muda itu sambil mengulurkan tangan. Sejenak, ia merasa terpana. Kakak Erina itu benar-benar duplikat sang ayah. Baik tinggi badan maupun wajah. Jelita yakin sang ayah pasti serupa pria muda yang ia jabat tangannya ini di masa lalu.

"Mbak Jelita kaget, ya. Mas Eric mirip banget sama papa? Banyak orang yang bilang gitu kok kalau baru lihat. Kalau Mas Eric mirip papa seratus persen sedangkan aku campuran mama sama papa." Erina terkikik. Gadis itu ternyata menyadari Jelita yang terdiam saat bersalaman dengan kakaknya.

Setelah berbasa-basi sesaat dan menentukan rute yang akan mereka lalui, semuanya pun mulai menyusuri jalanan yang masih tak terlalu ramai.

Erina yang terlalu bersemangat bahkan sampai saling kejar dengan sang kakak. Hingga Jelita dan Prayudha tertinggal di belakang. Membuat Jelita merasakan suasana canggung tak terhindarkan. Padahal semalam mereka sudah mulai berbincang akrab saat di perjalanan pulang dari rumah Pak Surya. Yah, meskipun percakapan mereka lebih banyak membahas atasan Jelita tersebut.

Jelita bingung harus memulai percakapan dari mana. Saat ini ia tidak dalam situasi hati yang baik. Otaknya masih berputar pada Andre dan Andre.

"Sudah satu minggu, ya, Jelita tinggal di Surabaya. Gimana, betah? Diajak ke mana aja sama Erina?" Suara Prayudha seketika membuyarkan lamunan Jelita.

Diulasnya senyuman sebelum menjawab pertanyaan pria di sebelahnya. "Alhamdulillah, Pak, semuanya nyaman untuk saya. Terutama Erina. Mohon maaf jika saya sering kali merepotkan Erina."

"Repot apa. Dia malah senang. Pagi, sore, malam yang diceritain cuma Jelita, Jelita, dan Jelita. Saya lega akhirnya dia kembali punya teman di rumah. Jadi dia tidak harus terlalu sering di luar."

"Syukurlah kalau Erina menyukai keberadaan saya. Sebab saya merasa seolah-olah memanfaatkan kebaikannya demi kepentingan pribadi saya." Jelita tersenyum simpul. Ia memang khawatir jika sampai tanpa sengaja memanfaatkan kebaikan teman barunya itu.

"Erina beberapa kali mengantar dan menjemput saya bekerja. Dia juga membawa saya mengunjungi tempat-tempat baru yang belum pernah saya tahu."

"Sepertinya justru kamu yang dimanfaatkan Erina." Prayudha tertawa pelan. "Sejak ada kamu, dia bisa keluar dengan alasan mengajakmu berkeliling agar tahu Surabaya."

Jelita terkekeh mendengar ucapan Prayudha.

"Sebenarnya Erina adalah gadis yang sulit didekati. Pertama kali mengenalnya mungkin orang akan berpikir jika dia adalah gadis yang ramah. Namun, saat gadis itu merasa bosan, dia bisa saja menjadi gadis pemarah dan tak berperasaan. Dia juga keras kepala. Apapun yang diinginkan, dia akan berusaha mendapatkannya. Jadi semoga saja kamu tidak merasa terganggu jika Erina mengeluarkan taringnya." Kalimat Prayudha diakhiri tawa keras Eric yang ternyata sudah berada di depan mereka. Pemuda itu sepertinya mendengar kalimat yang dilontarkan sang ayah.

"Apaan sih, Papa pakai fitnah-fitnah gitu." Erina yang berada di belakang Eric seketika berdiri di hadapan mereka semua. "Ini pada curang semua, deh. Katanya jogging, tapi kok malah jalan lemes gitu. Mana gak ada kringetnya lagi." Erina mencebik.

"Yang pengin jogging kan kamu, Rin. Aku, Papa, sama Mbak Jelita cuma ngikutin kamu. Takut ngambek." Tawa Eric kembali terdengar lalu pemuda itu menjulurkan lidah sambil menarik rambut sang adik. Pemuda itu secepat kilat berlari meninggalkan mereka semua. Membuat Erina yang semula bersungut sebal pun berteriak mengejar.

Jelita menarik napas berat. Pemandangan seperti ini benar-benar membuat perasaannya terasa ringan. Entah, kapan ia merasakan hal yang sama seperti keluarga mereka? Sepertinya sudah cukup lama. Terutama sejak pertengkarannya dengan Andre beberapa bulan lalu saat ada pengusulan promosi untuknya. Andre memintanya untuk mengambil kesempatan itu. Namun, Jelita sebenarnya enggan. Dari hal itulah pertengkaran-pertengkaran berikutnya sering terjadi bahkan di saat Jelita menuruti keinginan suaminya.

"Ayo, lanjut." Suara pelan di sisi Jelita kembali mengusik lamunan wanita itu. Ditariknya napas berat untuk melegakan sesak sebelum kemudian mensejajari langkah lebar Prayudha.

"Bapak beruntung mempunyai keluarga yang begitu sayang satu sama lain. Anak-anak yang juga saling menyayangi."

Mendengar kalimat Jelita, Prayudha menoleh. Sekilas, matanya menangkap kegetiran dari raut dan juga suara Jelita yang terdengar berbeda. Namun, wanita itu seolah pintar memasang kembali raut ceria di wajahnya. Hingga Prayudha tak yakin dengan apa yang telinga dan matanya tangkap baru saja.

"Terkadang apa yang terlihat di depan semua orang tidak sama dengan yang terjadi di dalam. Bersyukur dengan apa yang kita miliki, selalu berusaha memperbaiki diri dan membahagiakan diri sendiri adalah hal yang bisa kita lakukan untuk terus bisa menjalani hidup dengan baik."

Jelita membenarkan kalimat panjang Prayudha dalam hati. Ya, sepertinya ia harus mulai menerima keadaannya saat ini dan mulai berbahagia dengan apa yang ia miliki.

"Bapak adalah ayah yang hebat." Kalimat itulah yang terlintas di kepala Jelita setelah mendengar ucapan Prayuda. Pria ini adalah pria yang baik, yang sepertinya selalu menomorsatukan keluarganya.

"Saya adalah ayah yang gagal untuk mereka. Saya tidak bisa memberikan keluarga yang utuh dan bahagia layaknya orang-orang di luar sana."

Jelita terdiam mendengar kalimat pria itu. Erina memang pernah bercerita jika ibunya sudah tiada dan sejak kecil sang ayah yang membesarkan dirinya dan sang kakak. Lalu kenapa pria ini mengatakan jika dirinya adalah ayah yang gagal? Bukankah hidup dan mati seseorang adalah takdir Yang Maha Kuasa?

###
Nia Andhika
17082024

Gimana, sudah nyambung? Ketahuan kan apa yg bikin Jelita kalang kabut.

Oh ya, bab ini ditulis satu atau dua bulan lalu tapi baru sekarang dipublish. 🤣🤣🤣

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top