9
"Wanita itu ... wanita itu adalah Maria Lee, bukan? Ibumu yang dinyatakan meninggal beberapa tahun lalu?"
"Bisakah kalian tidak mengintip dan kembali?" Aiden Lee mengamati potongan lengan wanita itu di tangannya, lalu menatap Kiel dengan ujung matanya.
"Sejujurnya ini terlalu terang-terangan untuk disebut mengintip, tapi oke, maaf telah melihat."
"Jadi, kalian adalah teman-teman Deenie?" ucap si wanita paruh baya berlengan robot itu sembari bangkit dari tempatnya duduk dan memandangi Kiel-Naomi bergantian.
"Deenie?" Kiel menaikkan sebelah alisnya.
"Wow, Aiden tidak terdengar seperti Deenie." Naomi menggeleng kecil dan melempar tawa mngejek pada Aiden Lee yang hanya membalas dengan memutar bola matanya.
Kiel membulatkan mata dan mengedipkannya berulang-ulang saat mengetahui wanita itu benar hidup dan bukan robot pajangan yang menjadi teman halusinasi Aiden Lee.
"Sudah kubilang, kami tidak seperti itu--."
"Namaku Naomi Blake. Aku ... kenalan Aiden Lee." Sebuah spontanitas dari Naomi membawanya keluar dari perlindungan di punggung Kiel, "Pria ini Kiel. Kenalanku."
"Oh, aku senang akhirnya ada teman Deenie yang datang untuk berkunjung."
Sekali lagi Aiden Lee menghela napas jengah dan memutar potongan lengan di tangannya dengan enggan, "Terserah," katanya. Aiden Lee menoleh pada Kiel dan Naomi. "Bisakah kalian menunggu di luar sedangkan aku akan membetulkan ..." Aiden Lee mengangkat lengan itu barengan dengan pundaknya, " ... ini?"
Kiel yang pertama, dengan segenap rasa tahu diri, mengundurkan diri dari depan pintu dan menggeret teman tak tahu dirinya, Naomi, untuk pergi dari sana. Naomi sempat mengomel seperti dirinya ingin bicara dengan wanita robot yang sangat mirip dengan foto Maria Lee yang dilihat Kiel dalam penelusurannya pada latar belakang pria itu.
"Apa kauyakin wanita itu adalah Maria Lee? Ibu Aiden Lee?"
"Aku membaca dokumen itu dengan teliti, Naomi."
Mereka duduk kembali di tempat yang tadi mereka duduki.
"Tapi aku yakin, suara berisik itu berasal dari atas."
"Ruangan bawah tanah selalu memantulkan suara dan membuat ilusi pendengaran."
Naomi memutar bola matanya dengan malas, sama sekali tidak terlihat bersemangat dengan penjelasan Kiel.
"Tunjukkan padaku dokuman Aiden Lee yang kaumiliki."
"Aku lupa tidak membawanya bersamaku."
"Apa? Seharusnya di saat seperti ini, biasanya kau, tokoh cerdas yang berpengaruh dalam plot cerita di sebuah film akan menjelaskan hal-hal seperti itu secara dramatis."
Kiel menggeleng, "Naomi, ini bukan film dan yang biasanya menjelaskan hal-hal seperti itu di sebuah film adalah tokoh-tokoh seperti FBI, CIA, dokter, hacker, atau seseorang yang ahli di bidangnya."
"Tapi kau adalah seorang peneliti!"
"Asisten peneliti."
"Yang lupa membawa data penelitiannya pada pendananya."
Kiel mengeratkan rahangnya dan menggeleng kecil melihat Naomi yang berpura-pura tidur sambil menyandarkan kepala pada beberapa tumpukan buku.
Kiel mencoba menyamai apa yang Naomi lakukan; bersandar di tumpukan buku di belakangnya. Ia menghela napas panjang, kemudian membiarkan pikirannya mengendalikan seluruh kesadarannya.
Kiel memutar kembali ingatannya. Wajah wanita paruh baya itu memang sama persis dengan foto terakhir Maria Lee sebelum ia dinyatakan menghilang bersama jejak Aiden Lee. Apa yang sebenarnya terjadi di masa hilangnya mereka? Apa Aiden Lee melakukan percobaan pada manusia, ibunya sendiri? Apa ia berhasil melakukan proyek untuk menyembuhkan seseorang dari Red Killer? Atau yang baru ia lihat itu sama sekali bukan manusia dan benar-benar sebuah robot yang dibuat sedemikian rupa hingga berbentuk manusia?
Pikiran-pikiran Kiel yang melalang buana itu berujung membawanya ke mimpi.
"Aiden ...." Naomi berdiri dengan sigap saat gadis jangkung pirang itu kembali pada mereka.
Kiel pun langsung terbangun, dengan sigap mengkomposisikan tubuhnya untuk waspada.
Aiden Lee terlihat lelah. Kiel masih berusaha mengawasi gerak-gerik gadis itu di antara kesadarannya yang baru saja kembali. Ujung jemari Aiden Lee gemetaran, tak luput dari pengamatan Kiem. Jemari itu sama sekali jauh lebih panjang dan terlihat seperti tulang yang dibungkus dengan kulit pucat pasinya. Sama sekali jauh jika di bandingkan jemari Naomi yang mulus dan kecil. Kiel yakin, jemari itu benarlah milik seorang pekerja teknik yang hebat.
"Aku harus membunuh kalian karena sudah melihat sesuatu yang tidak seharusnya kalian lihat."
Ucapan dingin gadis pirang itu mengirim sinyal kengerian pada Kiel dan Naomi. Secara natural, Kiel segera berdiri, melindungi Naomi di belakangnya.
"Aku bukan pria yang akan melayangkan tangan pada wanita. Namun, aku bisa melanggar laranganku sendiri jika ini berarti aku harus melindunginya, Aiden Lee."
Aiden Lee menatap tepat pada kedua mata Kiel, masih terlihat setengah hati. Kemudian gadis itu tertawa pelan. Tawa itu menjadi sebuah kekehan, lalu terbahak-bahak. Sedangkan Kiel menelan ludah, memastikan pistol revolver yang ia dapatkan dari Dr Adolf sebagai hadiah ulang tahunnya yang ke-23, masih tersimpan di balik jasnya.
"Theo memiliki teman dan rekan kerja yang sangat aneh," Aiden Lee berusaha menyelesaikan tawanya dan berkata demikian. Lalu gadis itu tersenyum, seperti orang gila, dan menatap Kiel dan Naomi bergantin, "Aku harus, tapi aku tidak akan melakukannya."
"Syukurlah. Aku tahu, kau tidak akan menyakiti kami." Sebuah reaksi yang luar biasa positif dari Naomi.
"Kenapa?" Kiel menaikkan sebelah alisnya, masih tidak percaya.
"Apa kaulebih senang aku melakukannya saja? Tidak akan ada yang menemukan mayat kalian di sini."
"Tidak. Aku mengapresiasi keputusanmu sebelumnya. Tapi kenapa?"
Aiden Lee diam sejenak, kemudian mengusap bibirnya sambil menunduk, lalu melihat bekas pewarna bibir berwarna ungu yang menodai kulit putihnya.
"Karena Theo tidak akan suka jika aku melakukan itu."
"Dan kenapa kau harus menjaga perasaan pria itu?"
Aiden Lee mendongak dan tersenyum, "Karena Theo Adolf adalah pendanaku."
Kiel mengeratkan rahangnya. Theo Adolf tidak pernah mendanai penelitian seseorang. Dirinyalah yang membuat para pendana itu berebut untuk mendanai penelitian-penelitian yang ia buat.
"Terserah jika kalian tidak percaya. Lagipula, aku tidak mempunyai kewajiban untuk membuat kalian percaya."
"Jadi," Kiel yang merasakan hilangnya aura berbahaya dari Aiden Lee menurunkan tangannya dan mencoba untuk menenangkan diri. "Apa ... itu tadi?"
"Itu tadi Maria Lee," katanya sembari kembali duduk dengan santai dan mengangkat wajah untuk mengamati mereka berdua yang masih berdiri dan siaga di depannya, "Ibuku."
"Ibumu?" Naomi kelihatan bingung.
"Ibuku terjangkit virus itu saat saat para peneliti Utara gagal menghentikan penyebarannya dari Greenland. Ya, itu terjadi. Tapi ... mereka membuatku melakukan ini."
"Mereka siapa?" Naomi menggeleng tak mengerti.
"Semua orang. Norma sosial. Mereka memaksaku untuk melakukan ini?"
"Maksudmu ..." Kiel angkat bicara, membuat kedua gadis itu menatapnya, "Merealisasikan projek yang ditolak oleh universitasmu? Maksudku, mantan universitas. Kau tahu apa yang kumaksud. Projek Lazarus's Heart."
"Kau benar-benar mengganggu, Tuan White."
"Apa itu Projek Lazarus's Heart?" Naomi kini menghadapkan dirinya pada Kiel.
Aiden Lee menggaruk rambutnya, kemudian berdiri. Ia berjalan ke arah sudut ruangan. Tangannya dengan cekatan menyingkirkan beberapa perabotan rumah. Kemudian terlihatlah sesuatu yang tidak diduga oleh Naomi dan Kiel.
Sebuah akuarium yang cukup luas untuk empat ekor ikan. Atau lebih tepatnya robot ikan. Robot-robot itu berenang dengan lincah seperti ikan sungguhan. Gerakan alami itu membuat Kiel dan Naomi takjub. Terlebih bagaimana robot itu memiliki ketahanan terhadap tekanan air, meski tidak terlalu dalam. Aiden Lee benar-benar tahu bakatnya.
"Wah! Itu lucu sekali!" Naomi seperti melupakan segalanya berlarian menuju akuarium itu dan menempelkan wajahnya ke sana, dengan kedua bola mata mengikuti pola berenang ikan-ikan sintetis itu.
Aiden Lee tertawa kecil melihat bagaimana manisnya tingkah Naomi dan berjalan mendekatinya, "Yang warna merah itu, Nobunaga. Yang putih itu Kenshin. Yang kuning adalah Yukimura. Dan yang cokelat itu Ieyasu."
Naomi membulatkan mata, berbalik dan menatap Aiden Lee dengan mulut terbuka karena kagum, "Wah! Itu seperti nama kaisar-kaisar Jepang zaman dulu, bukan?"
Aiden Lee hanya mengangguk dan ... apa itu hanya halusinasi Kiel, tapi Aiden Lee terlihat melemparkan senyuman hangat yang manis pada Naomi. Mungkin memang, terlepas dari bagaimana sikap gadis itu, Aiden Lee memang bukan gadis semenyebalkan yang ia pikirkan.
"Theo tinggal di sini cukup lama. Aku harus memulihkan tubuhnya yang lemah akibat ia melarikan diri dari kelompok peneliti dan para Bangsawan." Jemari Aiden Lee menyapu permukaan aquarium itu.
"Sudah kuduga Dr. Adolf melarikan diri, tapi aku tetap tidak bisa membayangkan bagaimana ia melakukannya." Kiel memijat keningnya.
"Dia bilang padaku bahwa ia membayar seseorang untuk membantunya melarikan diri, tapi tentu saja, itu hanya bertahan selama beberapa waktu sebelum ia jadi buronan dan hampir mati saat sampai ke Kuugaruk." Aiden Lee menoleh pada Kiel dan Naomi lalu kembali menatap gerak-gerik ikan robot di depannya.
"Selama tinggal di sini, Theo mengagumi ikan warlord-ku. Lalu saat menyadari bahwa Ibuku bukan benar-benar manusia, dia segera saja mengetahui apa yang kukerjakan. Yang terjadi kemudian, aku mengajarinya segala yang kutahu mengenai biorobotik. Itu cukup menyenangkan, Theo bukan murid yang susah dididik. Bahkan ia seorang jenius."
Tidak ada sanggahan. Tidak ada yang meragukannya.
"Oh, tunggu, Deenie—"
"Kau pasti bercanda memanggilku demikian, Naomi."
"—Dr. Adolf tahu tentang Ibumu?"
Aiden Lee menghela napas pasrah.
"Ya. Bagaimana bisa tidak. Ia tinggal di sini selama lebih dari satu bulan. Ibu tidak akan betah berdiam dalam kamar selama itu."
"Jadi, maksudmu Ibumu ... maaf, tapi apa maksudmu robot wanita itu hidup?"
Aiden Lee mengerutkan alisnya yang tertata rapi, berwarna cokelat indah, "Kau lihat ikan-ikan ini? Apa mereka hidup?"
Kiel diam, tidak merespons. Ia hanya menatap bagaimana ikan-ikan itu bergerak dengan pola tertentu. Mereka bergerak. Seperti wanita itu. Tapi mereka memiliki satu kesamaan. Tidak benar-benar hidup.
"Ibu!" teriakan Aiden Lee membuat perhatian Kiel terfokus pada kamar tempat di mana wanita robot itu bersembunyi. "Ada yang ingin bicara denganmu!"
Kiel dan Naomi berdiri berdampingan, keduanya terlihat tegang. Mata mereka terus tertuju pada pintu yang perlahan terbuka dan menunjukkan sosok wanita itu.
Wanita berambut bob, hitam, dan memiliki leher jenjang, berjalan santai keluar dari ruangan.
"Apa kalian mau minum cokelat?"
"Biskuit, Bu. Tolong."
"Oke."
Wanita itu berjalan dengan santai ke arah dapur dan mulai memasak.
"Robot itu bisa memasak?" Kiel masih tertegun.
"Klona itu, dengan ilmu bioteknik dan biorobotik yang kumiliki, mempunyai ingatan yang sama dengan DNA aslinya."
"Jadi, kau mengklona manusia?"
"Ya, di dalam ruangan di mana aku menyembunyikan Ibuku tadi."
"Aku baru saja mau menanyakan asal dari beberapa mesin canggih di dalam ruangan itu."
Naomi bergantian melihat antara Kiel dan Aiden Lee. Ia sama sekali tidak menduga pada perkataan mereka berdua. Ruangan di mana Maria Lee berada tadi memang sangat gelap. Dirinya tak memerhatikan apa pun selain lengan robot yang tergeletak di atas lantai. Naomi baru menyadari pengamatan Kiel benar-benar jeli.
"Ya, aku melarikan uang asuransi ayahku untuk membangun itu semua."
"Oh, jadi karena itu beberapa hari sebelum keluarga Lee menghilang, kau mengeklaim asuransi ayahmu yang awalnya disimpan Maria Lee di bank untuk biaya kuliahmu."
"Tentu, awalnya tidak secanggih itu, hanya sebuah rahim buatan dan beberapa mesin pendukung. Karena itu, model pertama yang kubuat tidak sempurna. Bagian tubuh Ibu lainnya juga sering lepas dari tempatnya seperti yang kalian lihat tadi."
Kiel diam. Menunggu.
"Lalu Theo mendanaiku dan aku bisa mempercanggih mesin-mesin tua itu."
Naomi bisa melihat jelas amarah terbesit di mata Kiel. Namun, pria itu tetap diam. Sebuah pengendalian diri yang sungguh baik.
"Kenapa dia mau membiayaimu?"
Aiden Lee melirik Kiel. Suara yang tak asing di telinga Aiden Lee selama bertahun-tahun. Suara yang merengek, itu adalah sebuah kedengkian.
"Theo awalnya tidak mengakui, namun akhirnya aku berhasil membuat pria itu mengaku bahwa ia adalah salah satu peneliti terpilih yang baru saja pulang dari Greenland. Tentu, saat itu, kegagalan misi itu sudah terdengar ke seluruh pelosok negeri.
"Saat pertama melihat Ibu, tak seperti kalian, mata Theo bersinar. Dari situ, aku tahu, ia mengalami kehilangan seperti bagaimana kehilangan itu menghantuiku setiap malam."
Kiel dan Naomi diam. Tak perlu ada yang menjelaskan mengenai mimpi buruk itu. Aiden Lee juga telah melihat sang Ibu meninggal akibat Red Killer. Sebagaimana Meredith Blake dan orang-orang terdekat Theo.
"Berbeda denganku yang menanggung mimpi itu sendirian, Theo harus menerima kenyataan bahwa ia tak bisa menghentikan virus itu membunuh orang-orang penting baginya, bahkan orang-orang tak berdaya yang semoat menjadi korban sebelum The Great Tree berfungsi sepenuhnya. Aku tak menyalahkan dirinya yang takut unruk sekedar menutup matanya satu atau dua jam untuk beristirahat. Red Killer sudah merusak jiwanya."
"Lalu, apa yang terjadi?" tanya Kiel dengan tak sabar.
"Apa yang sudah kulakukan ini, semata-mata untuk menjadi terapi palsu untuk menghilangkan mimpi buruk tentang kehilangan satu-satunya keluargaku yang tersisa. Sayangnya, Theo tidak melihat penemuan ini hanya sekedar terapi," Aiden Lee diam beberapa saat, mungkin hampir beberapa menit, meski sikapnya gugup.
Gadis pirang itu menyembunyikan sesuatu.
"Aiden Lee, katakan apa yang terjadi." perintah itu dikatakan Kiel sembari melangkah mendekatinya dan berdiri tepat di depan Aiden Lee.
"Theo mengklonakan kekasihnya, Meredith Blake. Dan aku tahu, sesuatu terjadi pada klona itu membuat Theo harus mengirim kalian padaku."
.
.
to be continued, 🐨
Edited: Wed, Oct 30
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top