4

"Tidak biasanya kau pergi setelah kerja."

Kiel mengacuhkan seseorang yang tidak diundang sedang berkicau di depan pintu kamar. Pria itu tidak biasanya berada dekat dengan kamarnya. Dia pasti membau rahasia yang bukan miliknya, dan dia tidak suka itu.

Memangnya, dia sendiri yang bisa memiliki rahasia?

"Memang biasanya aku ke mana, Dok?" 

Itu terdengar seperti sebuah tantangan. Mungkin, Kiel tidak pernah mengakuinya, tapi pemuda itu menganggap Dr Adolf seperti keluarganya sendiri, atau lebih tepatnya, ayah yang tidak pernah ia temui sejak ia kecil. Dr Adolf kerap mengajak Kiel menemaninya ke acara-acara penting, meski dia hanya menjadikan Kiel portir atau asisten. Atau hanya menemaninya memancing di akhir pekan. Yang membuat Kiel tidak menolak ajakan pria itu adalah dari beberapa rekan peneliti kawakan lainnya, atau orang-orang lain yang ingin berada di sekitar pria itu, Dr Adolf selalu memilih dirinya.

Tapi itu bukan berarti Dr Adolf menganggapnya spesial, seperti bagaimana Kiel menganggap pria itu. Kiel sangat yakin pria itu tidak tahu apa-apa mengenai dirinya. Termasuk apa jadwal hariannya setelah bekerja.

Dr. Adolf masih berdiri diambang pintu, senyuman mengesalkan yang khas, yang sangat dihafal Kiel, terpampang di wajahnya yang berjanggut.

"Kau berdandan," ucapnya sambil menyeringai.

"Aku tidak!"

"Siapa cewek itu? Apa kau akan membawanya kemari? Aku tidak akan melarangmu jika kau--"

"Hei." Kiel sedikit meninggikan suaranya. Setelah itu, ia segera membungkam mulut besarnya dan menelan ludah, "Tidak seperti aku akan membawa seorang gadis kemari dan membuatnya mendengar ocehanmu." Kiel memakai coat musim gugurnya dan berjalan ke arah Dr Adolf setelah menyambar kunci mobilnya dari atas meja. "Dan jangan menyebutnya seperti dia adalah gadis nakal."

Kiel dan Dr Adolf berdiam beberapa detik setelah Kiel berdiri di ambang pintu.

"Kau menghalangi jalan, Pak Tua."

Dr Adolf tetap di tempatnya dan mengamati Kiel tepat di matanya. Dari situ, Kiel tahu Dr Adolf kiranya sudah menduga siapa yang akan ia temui. 

Menolak kemungkinan ia harus berdebat dengan Dr Adolf masalah ini, Kiel menjejakkan kakinya dengan mantap dan mendorong Dr Adolf minggir dari tempatnya berdiri.

"Aku membawa kunci. Jangan menungguku."

"Tidak akan," jawab pria itu dingin. Ia kemudian menambahkan, "Kirimkan salamku padanya."

Kiel tak mengiyakan kalimat itu. Ia terus berjalan, langkahnya menggema di koridor gelap asrama. Kiel menunduk, untuk memakai topi fedora yang sewarna dengan coatnya. Menyembunyikan bagaimana ia mengeratkan rahang kuat-kuat karena amarah yang asalnya tidak jelas dari mana yang kini kembali meluap-luap.

Kiel harus menenangkan diri sejenak saat ia berada dalam mobilnya. Ia tidak ingin hubungannya dengan Dr Adolf menjadi setegang ini akibat pikiran negatifnya sendiri. Dr Adolf sendiri bahkan sama sekali tidak terlihat terganggu dengan apa yang terjadi di antara mereka. Pria itu jelas bersikap normal seperti biasa.

"Kau datang." 

Senyuman yang manis dan penampilan kaku gadis itu menyambutnya ketika Kiel sampai di Riviera, sebuah restoran mewah yang hanya dibuka untuk Para Bangsawan. Kiel tahu itu, dan ia sempat ragu dirinya tidak akan diizinkan memasuki restoran itu.

Entah bagaimana caranya, pelayan yang berjaga di depan waiting list bisa mengenali dirinya dan membawanya masuk menuju ruangan VVIP.

"Apa kau sudah lama menunggu?"

"Lama atau tidaknya waktu itu adalah relatif, Tuan White." Kiel tersenyum kecil mendengar jawaban Naomi. Melihat senyum itu Naomi segera menyadari betapa anehnya pernyataannya tadi, dan ia buru-buru menambahkan, "Tidak, um ... maksudku ... aku tidak menunggu lama."

Mereka kemudian duduk berhadap-hadapan di kursi mereka masing-masing setelah berbasa-basi. Waiter mendatangi meja mereka, dan mereka hanya memesan minuman. 

"Kau yakin tidak memesan makan, Tuan White?"

"Mendengarkan ceritamu adalah satu-satunya alasan aku berada di sini, Nona Blake."

"Ah ... um ... maaf, baiklah." Gadis itu menunduk beberapa saat, memainkan jemarinya yang memerah dengan ragu, "pertama-tama, apa yang kaupikirkan tentangku dan Theo? Maksudku ... Dr. Adolf, aku yakin kau memanggilnya demikian."

Itu cukup aneh untuk jadi pembukaan dari pembicaraan ini.

"Kalian terlihat cukup dekat," jawab Kiel seadanya.

Senyuman sedih muncul di wajah gadis itu, "Dr. Adolf hampir menjadi kakak iparku."

Kakak ipar? Seseorang seperti Theo Adolf? Pernikahan tidak akan pernah cocok dengan pribadi menyebalkan milik Dr. Adolf.

"Kau terlihat terkejut, Tuan White."

"Tentang itu ..." Kiel memijat kening dengan satu tangan dan tangan lainnya maju untuk menghentikan ucapan Naomi. "Kau bisa memanggilku Kiel saja. Sikap sopanmu itu menyenangkan, Nona Blake. Tapi kurasa itu—"

"Panggil aku Naomi kalau begitu, Kiel," ucap Naomi tersenyum lebar dengan polosnya tak menutupi ekspresi wajahnya sama sekali. Mata hijau itu berpendar penuh kebahagiaan. Kiel menghela napas lega karena Naomi sudah tidak terlihat terlalu kaku dan lebih rileks.

"Oke, jadi apa yang membuat Dr. Adolf hampir menjadi kakak iparmu? Coba kutebak, karena kau menyadari betapa menyebalkannya dia, dan kau menyelamatkan keluargamu darinya."

Tawa Naomi pecah. Hanya beberapa detik. Ia lalu menahan tawanya dan menutup mulut sambil menggeleng.

"Theo memang banyak berubah. Dia berhak untuk itu. Dunia menyiksanya dengan banyak kekejaman dan merusak senyumnya," balas gadis itu. Garis di bibir Naomi menyiratkan sebuah kesedihan. Kemudian gambaran itu hilang, Naomi menutupinya dengan wajah cerianya yang sedikit kaku, "Tapi dulu, percayalah, Theo adalah pria yang sangat hangat, baik dan menyenangkan. Aku mengenalnya sejak SMP dan ia menjadi sosok kakak laki-laki yang paling baik yang bisa kauminta."

"Oke, cukup sulit untukku membayangkan masa muda pria itu mengasuh seorang gadis SMP."

"Teruslah berusaha, karena Theo memang sebaik itu," ucap Naomi, ia tiba-tiba terlihat murung dan nada suaranya melemah. "Kakakku, Meredith, sangat mencintainya."

"Meredith ...?" bukan sebuah nama yang asing tapi entah bagaimana Kiel melupakannya.

"Meredith Blake. Kakak perempuanku. Ia adalah kekasih Theo sejak mereka kuliah di jurusan yang sama. Mereka sudah tinggal selama kurang lebih lima tahun bersama. Sebelum ke Greenland, Meredith bilang padaku, ia menemukan rahasia kecil Theo saat ia sedang membereskan rumah mereka. Theo menyimpan sebuah cincin. Dan beberapa hari sebelumnya, Theo sudah meminta Meredith untuk mengosongkan waktu setelah pulangnya ia dari Greenland."

Kiel terdiam, mengamati bagaimana gadis itu bercerita dengan memaksakan senyumnya. Ada siksaan kecil bagi sesuatu dalam dadanya saat melihat Naomi bercerita dengan memasang wajah seperti itu. Tapi Kiel berhasil menahan diri dari segala kemungkinan buruk; seperti tiba-tiba memeluknya.

"Apa kakak perempuanmu tidak pulang?"

Naomi mengusap wajahnya dari kesedihan dan tersenyum lebar, "Meredith pulang, Kiel. Ia pulang bersama peneliti lainnya. Tapi Meredith ...."

Naomi menunduk, tangannya gemetaran dan napasnya mulai pendek-pendek. Naomi tak perlu melanjutkan kalimatnya.

Meredith pulang dalam keadaan tak bernyawa.

Kiel dengan kaku meletakkan sebelah tangannya di atas kedua tangan Naomi yang saling memilin, begitu ia sadar. Kiel menggenggam kedua tangan kecil yang dingin itu dalam tangannya. Naomi awalnya terlihat kaget. Itu juga membuat Kiel menyadari betapa anehnya sikap mereka saat ini. Jadi, secepat yang ia bisa, Kiel menarik tangannya dan menyimpannya untuk dirinya sendiri.

"Maafkan aku. Aku turut berduka," ucap Kiel dengan canggung.

Gadis itu tersenyum, sangat polos, bahkan ia seperti sudah melupakan kecanggungan mereka. 

"Saat itu aku melihat titik terendah Theo. Para peneliti di Utara yang menjadi korban lainnya juga adalah rekan-rekan terbaik Theo. Mendengar itu saja, dia sudah jatuh, saat ia pulang, ia harus menerima kenyataan bahwa kekasihnya juga meninggal akibat virus itu."

Sebagai salah satu mahasiswa yang mengagumi Dr Adolf, Kiel sudah membaca hingga hafal biografi seorang Theo Adolf. Yang Kiel tahu, di sana tertulis bahwa Dr Adolf memang kehilangan banyak sekali setelah kembali dari Selatan. 

Tapi tentang kehilangan kekasihnya dalam misi itu ... sama sekali tidak ada pemberitaan tentangnya. Kiel menduga bahwa ini adalah salah satu rahasia yang dijaga Dr Adolf.

Lebih dari semua fakta yang mengikutinya, mengagetkan. Ternyata keluarga salah satu bangsawan adalah seorang peneliti yang memiliki cukup nyali untuk pergi ke salah satu misi yang terkenal itu.

Tunggu dulu.

Kakak Naomi, yang tak lain adalah salah satu dari Para Bangsawan, adalah seorang peneliti.

Wanita itu meninggal saat menyelesaikan misi.

Apa jangan-jangan ....

"Kemudian, Theo menyalahkan dirinya sendiri," lanjut Naomi membuyarkan angan-angan Kiel. "Ia memiliki kesempatan untuk melarang Meredith pergi. Theo memang selalu melarang Meredith mengerjakan proyek penelitian yang berbahaya. Tapi saat itu, Theo bilang, Meredith terlihat saat antusias. Meredith mengerjakan proyek The Great Tree sejak beberapa tahun sebelumnya. Dan proyek ini adalah puncak karier bagi Meredith."

"Apakah kita sedang membicarakan wanita pahlawan itu? Monumen The Brave Meredith Blake?"

Naomi terkekeh kecil, "Oh, monumen itu," katanya sambil menutup bibir dan kemudian menggeleng lagi, "kau terlihat kaget. Memangnya ada berapa Meredith Blake yang pergi ke Utara?"

"Astaga, itu adalah kakakmu. Harusnya aku tahu," Kiel memaksakan senyumnya, "aku pernah melihat foto Dr Adolf bersama seorang wanita berambut sewarna denganmu," Kiel mengangguk paham, "kalian berdua mirip."

Naomi menyambut ucapan itu dengan antusias. Kiel tak menduga seorang Bangsawan kelas tinggi seperti Naomi Blake adalah seorang gadis yang ceria. Gadis yang cenderung terlihat kesepian dan ketika ia melihat Kiel, ia seperti baru saja mendapat teman untuk diajaknya bicara setelah terasingkan selama bertahun-tahun sendirian di balik kastelnnya. Naomi menceritakan banyak hal tentang bagaimana masa muda Dr Adolf bersama Meredith versinya dengan mata berbinar dan bibir yang tak henti-hentinya tersenyum.

Sementara Kiel mengamati bagaimana gadis itu dengan semangatnya bercerita,  ia merenung, menggabungkan potongan-potongan petunjuk menjadi penggambaran jelas.

Theo Adolf dan Meredith Blake menjalin hubungan sejak mereka kuliah. Kemudian menjadi peneliti handal yang bertanggung  jawab atas operasi di Utara dan Selatan. Meredith tidak selamat dalam misi itu dan meninggalkan Theo dalam duka. Duka itu mengalahkan Theo dan pria itu menghilang selama dua tahun. Tahun berikutnya, Theo itu kembali muncul dan menerima pekerjaan di kampus terbaik di Alberta. 

Saat itu Kiel menjadi saksi hidup bagaimana para Bangsawan berlomba-lomba mengambil hati Theo Adolf sebagai pendana proyek-proyek pria itu, bukan sebaliknya. Lalu di tahun berikutnya, Theo Adolf berhenti bekerja sebagai tenaga pengajar dan mengabdikan dirinya pada laboratorium virologi terbesar milik pemerintahan. 

Itulah yang ganjil. 

Di antara Para Bangsawan, Theo Adolf memilih Laila Adams sebagai pendananya.

Laila Adams.

"Kau tahu, salah satu penyesalan terbesarku adalah aku tidak berada di sana saat Meredith tiada," ucap Naomi bersedih.

"Kita bisa mengenangnya dengan pergi ke monumen itu," hibur Kiel.

"Maukah kau pergi ke sana bersamaku, kapan-kapan?"

Kiel membulatkan mata, "O-oh, tentu."

"Bagus! Sudah lama sekali aku tidak ke sana, setelah peresmian monumen itu dibuka untuk umum."

"Monumen itu ..." Kiel memelankan suaranya dan menatap dalam mata Naomi, "The Brave Meredith Blake, dibuat berkat kerjasama antara gubernur yang menjabat pada masa itu dan pemimpin daerah setempat, bukan? kau berada di sana saat pembukaannya?"

Senyum sedih muncul di wajah cantik gadis itu.

 "Sebagai anggota terakhir keluarga Blake, tentu aku di sana."

"Bersama Laila Adams?"

Raut wajah Naomi yang tadinya kosong, kini kembali dan menatap Kiel dalam seperti sedang menerka apa yang dipikirkan pria itu.

"Iya."

"Acara amal lalu juga diadakan di gedung milik keluargamu. Sepertinya kau memiliki hubungan yang cukup dekat dengannya."

"Kiel ...."

"Ya?"

"Apa kau mengenal Laila Adams?"

Kiel mengerutkan alisnya dalam dan mengamati mata Naomi tanpa menjawabnya.

"Aku tahu kau sedang menggali informasi dariku mengenai Laila Adams."

"Baiklah, kalau begitu, mari kita sepakati pembicaraan apa yang kauinginkan hingga membuat pertemuan rahasia ini, Naomi." Kiel melipat tangan dan mengistirahatkan punggungnya untuk bersandar di kursi.

"Dia, Laila Adams, adalah inti dari pembicaraan ini, Kiel," Naomi menelan ludahnya sebelum kembali meneruskan, "Laila dan Ayahku, bersama para petinggi negara lainnya, membiayai dana penelitian Theo dkk demi melenyapkan antivirus itu. Setelah Meredith meninggal, Theo menghilang selama beberapa tahun kemudian, dan baru muncul beberapa tahun belakangan sebagai seorang tenaga pengajar di universitas di mana kau menimba ilmu dulu. Selama hilangnya Theo, penelitian-penelitian itu nyaris stagnan di mana Theo meninggalnya. Semua usaha peneliti lainnya menemukan jalan buntu dalam upaya meneruskan penelitian Theo dan Meredith."

Membayangkan dirinya berada di posisi Dr Adolf, Kiel mulai memahami alasan Dr Adolf enggan menemui wanita itu. Karena ia harus meminta maaf pada wanita itu atas penyelewengan pendanaan penelitiannya dan menghilang begitu saja.

"Jadi, apa sekarang Laila menuntut Dr. Adolf untuk bertanggung jawab atas mengembalikan dana penelitian itu atau semacamnya?"

"Uang itu? Tidak. Laila tidak membutuhkan uangnya. Ia ingin Theo kembali berada dalam timnya, dan pergi ke Greenland." Naomi menatap Kiel dengan mata sendu yang tidak bisa dimengerti oleh lawan bicaranya. "Laila membawa paksa Theo untuk kembali pada titik terendahnya, mengatasnamakan sebuah misi yang dulu dipikul, Meredith, kekasihnya."

"Apa maksudmu—?"

"Kiel, aku ingin kau melakukan sesuatu untukku," Naomi menghiraukan kebingungan Kiel dan terus bicara. "Kita tahu bahwa Theo selalu meneliti virus dan penyebaran wabah itu. Dia menyimpan banyak sekali rahasia dari hasil penelitiannya," mata hijau Naomi yang indah mengamati sekitar dengan gugup, "kau mungkin tidak akan percaya dengan apa yang akan kukatakan karena kau selalu bersamanya. Tapi aku mendapat informasi bahwa Theo meneliti sesuatu yang lain. Sesuatu yang di luar bidangnya."

"Sesuatu yang di luar virologi?"

Kiel hampir menertawakan ucapan gadis itu. Selama berada di laboratorium, Kiel selalu mendapati pria itu tengah berada di dalam penelitiannya mengenai virus pembawa Red Killer itu, hingga terlelap, hingga terbangun lagi. Membayangkan seorang Theo Adolf menggeluti bidang ilmu lainnya rasanya sama tidak mungkinnya dengan mengakui keberadaan putri duyung.

"Seseorang bernama Aiden Lee." Naomi mengulurkan sebuah folder berisi dokumen penuh data-data. Kiel tanpa ragu mengambil folder itu dan mengamatinya. Aiden Lee adalah seorang wanita pirang bermata biru pucat dan memiliki rahang tegas.

"Siapa dia?"

"Wanita itu membantu Theo dalam sub-penelitian rahasianya. Bisakah kau cari tahu apa yang dipelajari Theo melalui dokumen-dokumennya?"

Kiel menahan napasnya. Ketika Naomi menanyakan tentang dokumen-dokumen rahasia milik Dr Adolf, ia memang sempat memikirkan beberapa tempat yang kiranya jadi tempat persembunyian data rahasia Dr Adolf. Namun, ia sama sekali tidak bisa begitu saja mempertaruhkan kariernya demi gadis di depannya itu. Terlebih, Kiel tak tahu apa motif Naomi melakukan semua ini.

"Kau tahu, Naomi. Mencari data seperti itu tidak terdengar semudah kau mengatakannya—"

"Kau harus menemukannya, Kiel!" Suara Naomi bergetar, matanya berpendar akan kesungguhan, "kumohon, temukan data-data itu dan sembunyikan benda itu dari jangkauan siapa pun."

"Kenapa aku harus melakukannya?"

"Karena jika Laila menemukannya terlebih dahulu, ia akan memaksa Theo menonaktifkan The Great Tree dan membuat virus Ref Killer kembali menyebar. Karena itu, kumohon temukan dokumen-dokumen itu dan sembunyikan benda itu, bahkan dariku." []

.
.
To be continued, 🐨

Edited: Thu, Oct 3

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top