28 - End

Mansion keluarga Blake masih berdiri megah, meski pemiliknya tak menjamah tempat itu selama lebih dari enam bulan.

Iris menghela napas berat dan melanjutkan patroli hariannya, atau sebuah kegiatan yang lebih tepatnya seperti mengelilingi rumah raksasa dan melamun di spot-spot yang indah.

Salah satunya adalah di taman yang ada di balkon luas seberang kamar utama mendiang Meredith Blake. Kamar serba putih itu menyuguhkan pemandangan hutan dan bukit yang luar biasa indah ketika musim gugur seperti sekarang. Dari balik pintu dan dinding kaca kamar itu, terbentang pemandangan berwarna emas yang terdiri dari pepohonan dan daun-daun yang menjadi kuning, jatuh dari tempatnya, menyelimuti tanah.

Tapi ada sesuatu yang tidak biasa dilihat Iris di balkon itu.

"Kau datang lagi, Kiel."

Kedatangan Iris sepertinya membuat renungan pria itu kacau. Kiel yang tadinya memandang hamparan bukit, segera berbalik dengan sedikit terjingkat dan tertawa kecil, "Iris kau tidak bersuara saat masuk."

Iris membalas, "Maaf, sudah menjadi bagian dari pekerjaan."

Kiel tersenyum dan kembali menatap perbukitan di depan mereka, sementara Iris berjalan untuk bersandar di pilar di ujung balkon.

"Bagaimana dengan pekerjaanmu?" Iris memecahkan diam di antara mereka.

Kiel membetulkan kacamatanya, kemudian mengangguk pelan, "Kami masih berjibaku dengan pembuatan vaksin. Theo akan mencoba bicara pada Laila, agar ia dan pemerintah lainnya mempertimbangkan percobaan vaksin kami untuk digunakan secara global."

Iris mengangguk ragu, "Theo Adolf ..." Mata gadis itu mengelana di pemandangan indah di depannya, "... Bagaimana keadaannya?"

"Dia terpukul. Ya. Sangat." Kiel menghela napas berat, "Ia kehilangan banyak sekali. Blue print langka yang berharga, hasil-hasil penelitian panjang, formula, rumus, kerangka projek, banyak sekali. Terlebih saat Laila bilang, ia akan berhenti mendanai semua penelitiannya."

Iris tersenyum, "Naomi jelas sangat berpengaruh. Penasehat keluarga Blake menjadi pendana utama laboratorium kalian sekarang, benar?"

Senyum Kiel menghilang, wajah khawatir jelas terpajang di wajahnya yang tersiram sinar jingga matahari sore.

"Ya, dia cukup menelepon bendahara keuangan keluarganya dan memerintahkan ini itu; termasuk memintamu menjadi salah satu pasukan elite pengawas mansion Blanc, lalu semuanya ada dalam kendali." Kiel menghela napas berat, menggeleng, kemudian menggosok-gosok rambut hitamnya.

"Gadis itu baik-baik saja," Iris tersenyum kecil, melihat bagaimana mudahnya ia membaca ekspresi Kiel, "Aiden Lee bersamanya. Dia akan baik-baik saja."

Sejak nama itu muncul, Kiel sontak merasa berhak untuk cemberut. Iris sengaja mengganti topik itu dan membiarkan sisa pembicaraan itu menjadi pahit di ujung lidah Kiel.

"Daripada mengkhawatirkan Naomi, bagaimana dengan Meredith dan Mrs. Lee?"

"Theo sudah mencoba melacak dua klona itu dengan segala kemampuan yang ia mampu, namun hasilnya nihil. Dua gadis itu sama sekali tidak bisa dilacak keberadaannya setelah menghilang dari laboratorium milik Laila."

Iris tertawa kecil, "Aku baru saja membayangkan jika mereka adalah aku, dan aku tahu ke mana mereka akan pergi."

Mata Kiel membelalak dan ia memandang Iris dengan penuh harap, "Ke mana?"

"Ke tempat yang jauh di mana tak ada yang mengenalku dan hidup bebas."

Jawaban Iris membuat Kiel merenung. Kemudian diikuti rasa kesal setengah mati. Sisa waktu senja itu ingin dihabiskan Kiel dalam diam, sampai ponselnya berdering dan mengacaukan keheningan.

Iris beranjak dari tempatnya menikmati pemandangan. Dirinya teringat tugas harian yang belum ia selesaikan, sekaligus memberi Kiel waktu untuk menjawab teleponnya.

"Dr. Adolf?"

Langkah Iris terhenti saat Kiel mengangkat telepon.

"Apa?!"

Sentakan dari Kiel membuat Iris menoleh padanya dan mereka saling bertukar pandang. Kiel segera menutup telepon miliknya dan berlari ke arah pintu keluar.

"Dia di sini, Iris!"

"Dia siapa?"

"Naomi!"

***

Theo menghela napas berat dan menutup teleponnya.

"Kau puas?"

Theo tersenyum ringan pada seseorang di layar laptopnya.

Aiden Lee menghisap rokoknya, menghabiskan sisa batang terakhir, kemudian melirik Theo.

"Itu tidak perlu ditanyakan. Kita tahu jawabannya," jawab pria itu santai.

"Kalian berhasil mengubur koper-koper berisi virus itu ke Es Abadi-"

"Yap. Dan jangan harap aku akan memberitahukanmu di mana tepatnya Es Abadi itu."

"Aku bahkan tidak akan mulai untuk mencoba. Aku akan menemukannya sendiri."

"Aku akan menunggu saat itu, Theo."

Seringaian menyebalkan Aiden Lee membuat Theo menggelengkan kepala. Kemudian dia mengulangi. Dengan lebih jelas.

"Kalian berhasil melenyapkan virus itu dari mata para bangsawan, membuatku tak bergerak dalam laboratorium, membatalkan projek Laila. Kemudian setelah menilai semuanya aman, kau mengirim Naomi kembali ke sini. Sendirian."

"Kalau kau berharap aku akan kembali ke sana, kau hanya akan menggangguku untuk membujukku ikut menjadi salah satu bagian dari penelitimu. Dan aku menolak. Dengan jalan ini, salah satunya."

"Aku bisa melacakmu selama kau sedang menelepon seperti ini."

"Ya, coba saja datangi."

Theo menghela napas berat lainnya. Ia takkan menemukan pria itu. Pikiran itu, entah bagaimana, membuat Theo tertawa kecil.

"Anyway, kau kehabisan makeup?"

Aiden Lee awalnya kaget, kemudian ia mengangkat bahu, "Ibuku sudah tidak di sini. Ia takkan khawatir tentara-tentara itu akan membawaku seperti mereka membawa suaminya. Aku tidak memerlukannya lagi."

Aiden Lee adalah pemuda yang sangat menyebalkan. Itu sudah tidak bisa diganggu gugat. Tapi melihatnya bisa menjadi dirinya sendiri, membuat Theo merasa lega. Bahkan tersenyum karenanya.

"Kau masih mencari mereka?" tanya Aiden Lee.

"Siapa?"

"Ibu. Dan Meredith."

Nada Aiden Lee terdengar ragu pada kalimat kedua.

Theo melihat mug kopinya. Mug yang selalu Meredith suguhkan padanya saat ia bekerja. Ia bahkan sudah melupakan seloki atau lowball glass yang beberapa tahun belakangan tak pernah absen dari meja kerjanya.

"Tidak."

Jawaban itu tak mendapat respons dari Aiden Lee. Dia hanya memandangi Theo yang seperti belum selesai bicara.

"Kau, anak muda yang selalu mengajariku, sekali lagi aku belajar darimu."

"Apa? Aku?" Aiden Lee merengutkan alis. "Jangan bilang, kau menemukan metode untuk mencari mereka dengan sistematika yang kubuat dalam tubuh klona itu. Karena itu tidak mungkin, Theo. Aku sudah mencoba dan-"

"Kau menyukai Naomi Blake."

Mulut Aiden Lee tertutup. Kemudian dengan segala kekuatan yang ia miliki, Aiden Lee memasang wajah datarnya kembali dan menggerakkan tangannya ke arah keyboard, lalu menutup panggilan itu tampa basa-basi.

Theo terkekeh kecil dan menggeleng.

"Dan kau membiarkannya pergi. Karena itu yang terbaik untuknya."

Theo bisa membayangkan bagaimana wajah khawatir Kiel saat menyambut Bangsawan kesayangannya itu kembali ke rumahnya yang besar, bagaimana wajah dua wanita petarung itu melembut dan memeluk satu sama lain setelah memastikan kawan mereka kembali dengan keadaan baik-baik saja.

Lalu Laila sudah menghentikan pencarian properti penelitian miliknya, Meredith, The Mother. Terakhir mereka berbicara, Theo cukup dikejutkan dengan bagaimana ia melihat Laila yang sama persis ia lihat di zaman kuliah.

Meredith pergi dengan menghapus semua data mengenai dirinya, tapi ia mengganti background komputerku dengan foto kami berdua saat kuliah. Dia tetap Meredith. Kita tidak akan menemukannya saat ia bersembunyi dan kita tidak akan bisa menghentikannya ketika ia sudah memutuskan sesuatu. Aku memberinya kebebasan terakhir sebagai kompensasi kelancanganku membawanya kembali ke dunia ini.

Sebuah ketukan membuyarkan lamunan Theo. Begitu Theo melihat siapa di balik pintu kacanya, ia mengangkat kedua alis.

"Dean?"

"Nona Blake telah kembali dan beliau mengundang Anda ke kediamannya."

Theo mengambil mugnya, dan meminum kopi dari dalam mug itu.

"Katakan padanya, aku akan di sana dalam waktu 15 menit."

Theo tak pernah ingat ia pernah tersenyum selebar itu. Tapi senyuman itu terasa sangat menyenangkan, seperti sebuah hadiah perpisahan.

Di mana ada perpisahan, di sana pasti akan ada pertemuan baru.

Semua berdamai dengan masa lalunya. Dan ia rasa, itu memang yang terbaik. Untuk saat ini. Tentu saja.

***

The end.

Edited: Sun, Dec 1

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top