27

Kiel, memanggul badan Theo susah payah di punggungnya sedangkan Iris mengamankan jalan. Jalur air bawah tanah itu cukup luas dan rumit dan terowongan-terowongan bercabang. Beruntung, Iris sudah menghafal jalur itu sejak ia memutuskan untuk menjadi salah satu bagian dari pasukan Laila.

"Iris?" Suara Amelia berdesingan di alat komunikasi Iris.

"Amelia," Iris berbisik untuk menjawabnya, "Hey, sobat. Bagaimana keadaanmu?"

"Kurirnya sudah datang. Aku akan menyimpan paketnya di rumahku."

Iris mengerutkan alis. Amelia berhasil menemukan Si Kurir, pembawa virus pembunuh itu, Aiden Lee dan Naomi. Namun, membawanya pulang? Pulang ke mana, tepatnya?

"Kau tidak akan menginap di rumahku?" tanya Iris sembari merapatkan punggung pada dinding di pertigaan koridor pengap itu. Ia mengatur napas sembari sesekali melirik Kiel yang kakinya sudah gemetar kerena menahan beban. Satu-satunya yang membuat pemuda itu bertahan adalah berkas-berkas cahaya yang semakin terang. "Aku ingin kita merayakannya, kau sudah berjanji kita akan bersenang-senang."

Amelia membutuhkan Iris untuk menangani rekan-rekan barunya. Iris sama sekali tak tahu apa yang harus ia lakukan pada orang-orang ini.

"Maaf, aku baru ingat, orang tuaku datang malam ini. Kuharap kau menemukan priamu di pesta. Oh, kudengar dia akan memakai tuxedo putih!"

Pasukan Laila sudah sampai?! Sial. mereka akan benar-benar kehabisan waktu! Van putih. Oke. Van putih. Di ujung koridor.

Iris mengintip, tak jauh dari pertigaan koridor di mana mereka bersembunyi.

"Oke, kalau begitu, aku akan mengambil semua jatahmu. Have fun there."

Tetap selamat. Kumohon, tetaplah hidup, Kawan.

Iris menutup teleponnya, menyimpan ponsel itu, kemudian membidik beberapa penjaga di mulut koridor dan mulai menembakinya. Baku tembak terjadi dengan sengit. Sementara itu, Kiel hanya bisa merutuk dirinya yang sama sekali tidak memiliki keahlian menembak untuk melindungi diri, di saat Iris berhasil membersihkan mulut koridor untuk mereka pergi.

"Ayo! Cepat!" Iris berlari untuk memastikan keadaan di luar aman.

Kiel baru saja mencapai mulut koridor pengap itu dan baru beberapa kali menghela udara segar, tiba-tiba kembali terdengar suara baku tembak. Kiel tanpa sengaja menjatuhkan tubuh Theo. Panik, ia harus buru-buru mengangkatnya lagi ke atas punggung sebelum mereka ditemukan.

Dor!

"Argh!"

Rintihan sakit Iris itu membuat Kiel membelalak tak percaya. Seseorang berhasil menembak paha Iris. Gadis itu jatuh di atas rerumputan kebun.

Kiel sudah berniat untuk menyembunyikan diri dengan masuk kembali ke dalam saluran air, sebelum ia mendengar suara yang familiar.

"Kau baik-baik saja?"

Seorang gadis menghampiri Iris.

"Naomi?" bisik Kiel. Ia perlahan berbalik.

Naomi, membawa Iris ke dalam mulut saluran air.

"Kiel," ucap Naomi denga napas terengah. "Kalian baik-baik saja?" tanyanya dengan wajah penuh kekhawatiran.

Kiel sedikit tersenyum, entah mendapat dukungan dari mana. "Ya. Seperti yang kaulihat."

"Bagus. Bagaimana dengan kakimu?" Naomi dengan cekatan memeriksa paha Iris yang berdarah. "Oh, syukurlah mereka tidak melubangimu."

"Ya," Iris mendesis, menahan rasa sakit, "mereka meleset." Mata gadis itu naik dari lukanya untuk menatap kedua mata Naomi. "jangan khawatir, aku akan baik-baik saja. Terima kasih."

Naomi memandang mata gadis itu. Ia tahu, Iris adalah seseorang yang memberikannya surat untuk menolong Amelia. Dan Iris berterima kasih lebih dari hanya karena Naomi memeriksa lukanya.

Naomi mengubah wajah lembut miliknya dan menegaskan suaranya, "Apa ada mobil yang sudah siap untuk membawa kita?"

"Ya, Dean sudah menunggu di balik kebun ini. Kita hanya harus melewati pagar batas dan berlari kurang lebih 50m untuk mencapai ke sana," jelas Iris.

Naomi terlihat berpikir keras, "Baiklah, aku mengerti. Aku dan Aiden Lee akan membukakan jalan untuk kalian." Gadis itu mengangkat pistol miliknya, memastikan amunisi di dalamnya. Kemudian setelah berpikir kurang lebih lima detik, Naomi kembali menunjukkan senyumnya yang manis, "Kumohon, jaga Theo dan Kiel bersamamu."

Dengan itu, Naomi beringsut kembali ke arah luar, "Setelah aba-abaku!" katanya sembari kembali maju ke area baku tembak di luar sana.

"Kau yakin dia adalah bangsawan yang dikatakan sebagai salah satu yang paling manis dan anggun?" Iris menahan tawanya melihat bagaimana sempurnanya posisi menembak Naomi dan menembaki musuh-musuhnya dengan lihai.

Kiel mengangkat bahu dan tersenyum, "Plot twist klasik, dia ingin menyembunyikan kekuatannya di balik pakaian ala putri rajanya itu."

Tak jauh dari sana, Naomi bisa melihat Aiden Lee mulai kehabisan peluru sisanya. Pria itu mengganti pistolnya dengan senapan semi-launcher yang sedaritadi menggantung di balik punggungnya. Mata Naomi terbelalak, ia tahu apa yang sedang dilakukan Aiden Lee.

"Sekarang!!" teriaknya sebelum segala suara teredam oleh ledakan luar biasa keras dari tembakan launcher itu.

Iris dengan segenap kekuatan yang tersisa, menuntun Kiel agar pria itu berlari mengikuti dirinya keluar dari mulut saluran air menuju pagar pembatas. Mereka berlari sekuat tenaga, selama asap-asap itu membutakan pandangan musuh mereka.

Di depan mereka, tak jauh dari sana, Aiden Lee membukakan jalan untuk mereka dan memberi isyarat kepada mereka agar mereka tetap berlari dengan meminimalisir suara. Sekonyong-konyong, sebuah pukulan mendarat tepat di pipi Aiden Lee hingga membuatnya jatuh terpungkur di atas tumpukan daun.

Iris menghentikan langkahnya dan bermaksud menolong Aiden Lee. Namun, sorot mata tajam mata pria itu membuat Iris mengurungkan niatnya. 

"Pergi!"

"Tapi kau--"

Suara langkah kaki membuat pandangan Aiden Lee kembali fokus pada sekitarnya. Di antara asap, ia mengangkat senapan dan menembak. Sesosok pria jatuh tak jauh kakinya.

"Pastikan dia selamat! Pergi! Aku butuh kau untuk melindungi mereka!"

Iris mengangguk, ini benar-benar sebuah pembagian tugas yang berat. Terlebih ketika ia melihat bagaimana dengan cerobohnya Kiel yang kakinya tersandung akar pohon dan jatuh tergelincir dan bergulung-gulung di atas tanah penuh daun kering. Iris menghela napas panjang melihat kehebohan yang tidak diperlukan itu, kemudian segera berlari menyusul mereka. Pesta semakin meriah ketika Iris melihat seorang penembak mulai membidik ke arah Kiel.

Astaga, Amelia akan melindungi dua orang yang tahu cara menembak dan bisa merubuhkan eskadron penjaga. Sedangkan dirinya? Yang satu tak sadarkan diri karena kehabisan darah, yang satu barusaja terjun indah di antara bukit landai karena kakinya terpeleset. Bagus. Sungguh pembagian yang adil.

Secepat mata berkedip, Iris membidik dan menembak musuhnya, ia kemudian berguling mendekat pada tubuh Theo dan membopongnya.

"Kiel, benar?"

Kiel mengangguk sambil memegangi pergelangan kakinya yang tadi membuatnya jatuh berguling.

"Masih sanggup berjalan?"

"Aku tahu kita harus berlari."

"Cerdas, seperti kelihatannyanya, Mr. Neutron," Iris memberikan tubuh Theo pada pundak Kiel yang terlihat berusaha keras tidak mengeluh. "Di depan sana, mobil Van putih--"

Desingan-desingan suara peluru dan tembakan di sekitar mereka membuat Iris harus menelan ucapannya.

"Mereka harus diberi pelajaran," Iris memindai dari mana saja arah tembakan itu kemudian menatap Kiel, "lari menuju mobil, aku akan melindungimu!"

Kiel membetulkan posisi kacamata di yang bertengger di hidungnya dengan gemetaran dan mengangguk sekali lagi. Kiel mengangkat tubuhnya, membetulkan posisi bayi besar Theo di punggungnya dan mulai berlari dari tembakan tembakan beruntun musuh. Iris dengan segala kemampuan militer yang ia miliki, berhasil menjatuhkan beberapa orang sniper dan detik berikutnya, ia menjadi sasaran utama tembakan.

"Ugh!" Iris terjatuh di lututnya. Paha kirinya masih berdarah. Sayangnya, pihak musuh sama sekali tidak memberikan keringanan padanya. Tembakan demi tembakan melesat di tanah di sekitarnya. Iris berguling bersembunyi di antara pohon dan melihat Kiel sudah menghilang di balik pagar pembatas yang tertutupi tanaman rambat.

Iris mengatur napas. Ia harus ke sana. Ia harus memastika Dean baik-baik saja dan mengantarkan mereka ke tempat yang aman. Tapi apa yang harus dilakukannya untuk ke menghindari hujan peluru itu? Apa itu masih sebuah pertanyaan? Ia adalah seorang penjaga, sudah sewajarnya ia berkorban demi keamanan orang yang dijaganya. Bangsawan itu, peneliti tampan yang kelihatan bodoh, dokter jenius gila, dan seorang pria yang menyamar sebagai wanita selama bertahun-tahun.

Layakkah mereka untuk tetap hidup? Layakkah mereka atas pengorbanan nyawanya?

Mereka layak.

Karena mereka menyelamatkan Amelia. Mantan Bangsawan yang keluarganya tidak bertahan dari krisis di Greenland dan seluruh keluarganya di bunuh tepat di depan wajahnya. Seorang gadis yang tetap memiliki senyum paling hangat di Greenland yang membekukan.

"Lari, Iris!"

Suara itu ....

Iris berbalik saat emndengar seseorang yang mendekat ke arahnya.

"Amelia?"

DOM!

Ledakan yang luar biasa menggetarkan tanah di sekitarnya, sebuah ledakan yang menimbulkan lebih banyak asap memburamkan pandangan Iris. Tapi Iris bisa melihat dengan jelas, Amelia menerobos masuk menggunakan Jeep, menabrak pagar pembatas dan melempar granat ke arah bertempur itu.

Usaha Amelia itu tidak disia-siakan oleh Iris. Secepat yang ia bisa, Iris bangkit dan mulai berlari, menerobos rimbunnya tumbuhan rambat yang melapisi pagar batas dan berlari menuju mobil van putih yang terparkir di jalan kecil belakang kebun yang luas itu. Mobil itu sudah dalam keadaan menyala, bersiap segera lari.

"Jika kau terlambat beberapa detik saja, Dean akan meninggalkanmu," ucap Kiel sambil tersenyum lega.

"Terima kasih, Dean," balas Iris sambil bersusah payah mengatur napasnya.

Dean yang tidak segera berangkat, masih melihat ke arah kebun, membuat Iris mengikuti arah pandangnya

"Bagaimana dengan Nona Blake?"

"Dia bersama rekanku. Mereka membawa mobil lain. Sekarang pergi!"

Kiel menutup matanya erat-erat dan melindungi kepalanya dengan kedua tangan saat beberapa orang mulai menembak ke arah mereka.

"Sial!" umpat Dean, masih diam, hanya mengeratkan pegangannya pada setir mobil seperti ia hendak menghancurkannya.

"Pergi sekarang atau tidak sama sekali!"

Setelah umpatan lainnya, Dean berhasil menginjak pedal gas dan melarikan mobil itu ke tempat yang aman meski ia sama sekali tidak merasa lega saat memikirkan kembali mengenai apa yang ia lakukan sekarang adalah meninggalkan majikannya di medan pertempuran.

.

.

To be continued, 🐨

Edited: Sat, Nov 30

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top