23
Di sebuah hutan, tenggara Ontario.
***
"Kiel?!"
"Apa yang terjadi?"
Aiden Lee dan Amelia bergegas menuju Kiel yang kembali dengan baju lusuh dan wajah penuh luka. Sendirian. Mereka bertemu di vila pribadi milik Naomi dalam sebuah hutan kecil di tenggara Ontario. Kiel menghubunginya dengan melalui sms beberapa jam lalu. Pria itu menulis dengan kode rahasia yang hanya diketahui Aiden Lee dan dirinya. Kode yang artinya satu jam lagi, di vila rahasia ini. Aiden Lee yang menyadari ada sesuatu yang tidak beres, karena vila ini hanya digunakan saat mereka tidak memiliki tempat lain lagi yang dirasa cukup aman.
"Di mana Naomi?" Aiden Lee mengalikan pandangan dari Kiel, ke arah mobil sedan yang dikendarai Kiel. Mobil yang kelihatan sedang sekarat.
"Mereka membawanya."
"Dan mengejarmu mati-matian," ucap Amelia yang mengikuti ke mana Aiden Lee memandang, "apa ada yang mengikutimu?"
Kiel menggeleng, tak bisa bicara, masih terengah.
"Aku sudah memeriksa dengan sensoe panas dalam radius 12 mil dari rumah ini. Dia sendirian," balas Aiden Lee sambil bersedekap.
"Kiel, apa yang sudah terjadi?" Amelia duduk di sisi sofa, sebelah Kiel menggeletakkan tubuhnya dengan lemas.
Kiel mendengkus sambil masih mengatur napasnya yang seakan habis, udara masih meninggalkan paru-parunya. "Apa kalian tahu apa yang terjadi di luar sana?"
"Ya, aku sudah mendengar beritanya." Aiden Lee menyalakan radio. "Hampir seluruh negara tengah membicarakan ini. Para pemimpin perusahaan-perusahaan besar di dunia, mulai kemarin, mengumumkan pembagian layanan-layanan gratis. Komunitas-komunitas sosial dibuat turun ke jalanan. Acara musik festival terbesar di dunia kembali dirayakan. Orang-orang terpandang di seluruh lapisan masyarakat mengadakan pidato, orasi dan sebagainya." Aiden Lee menatap kembali Kiel, "Mereka membuat massa sebanyak mungkin keluar ke tempat-tempat terbuka."
Amelia menambahkan, "Seluruh penduduk daerah sini berbondong-bondong ke arah pusat kota. Ini bersamaan dengan pelantikan walikota baru itu, Laila Adams. Info dari Kuugaruk, seluruh penduduknya juga sedang diarahkan menuju pusat kota." Amelia menambahkan, "mereka merencanakan sesuatu."
"Bukan lagi merencanakan, mereka sudah melakukan langkah terpenting dalam rencana mereka." kebencian terpajang jelas di mata Kiel. "Mereka akan melakukan genosida terhadap seluruh umat manusia yang tidak layak hidup menurut mereka."
Napas Aiden Lee terkesiap dan matanya nenajam. "Dengan Red Killer yang berhasil mereka bangunkan setelah mematikan The Great Tree menggunakan Theo dan Meredith."
Amelia tak ubahnya Aiden Lee, namun gadis itu angkat suara, "Itu sangat tipikal apa yang akan Para Bangsawan itu lakukan. Apa yang terjadi di pusat pemerintahan mereka saat aku bersama Naomi ke sana?"
"Dan apa maksudmu mereka membawa Naomi?" tambah Aiden Lee.
Kiel diam sejenak sebelum ia setuju untuk berbicara, menceritakan apa yang sudah dilihatnya.
"Mereka menembak Meredith itu, Meredith Blake buatan Dr. Adolf, tepat di depan mata Naomi." Kiel mengeluarkan sebuah disk portabel dan meletakkannya di atas meja di tengah-tengah mereka. "Sepertinya, entah bagaimana, Meredith sempat memberikan benda ini diam-diam pada Naomi sebelum ia tertembak. Dan Naomi mempercayakan benda ini padaku," papar Kiel sambil mengulurkan sebelah tangannya setelah ia mengambil sesuatu dari dalam saku outernya.
Tanpa banyak bicara, Aiden Lee segera menyahut benda itu dari tangan Kiel. Pria itu, pria yang tak lagi memakai mekap di wajahnya itu, membulatkan mata menatap apa yang ada di tangannya.
"USB portable?" Amelia menaikkan sebelah alisnya.
Tak menghabiskan banyak waktu lainnya, Aiden Lee mengambil langkah untuk segera ke ruangan yang sudah disiapkan Naomi khusus untuknya, duduk di depan komputernya dan menancapkan USB itu pada komputernya.
"Sebuah kode inskripsi," jelas Aiden Lee saat membenarkan posisi kacamata yang ia kenakan untuk melihat isi dari deretan kode di layar monitornya.
"Apa itu, lebih tepatnya?" tanya Amelia di belakangnya, merunduk untuk melihat lebih jelas, diikuti Kiel di belakangnya.
"Kuharap aku bisa membaca itu seperti makalah penelitian," ucap Kiel menyerah dan mengangkat bahu.
"Aku butuh waktu untuk membacanya. Sementara itu, bisakah kalian berbaik hati meninggalkanku sendiri? Pintu keluar tetap di sana. Terima kasih."
"Kuharap kau kau masih bisa dipercaya, Aiden." Kiel mendengkus dan menggeleng, lalu berjalan keluar dengan kesal.
"Tidak seperti aku menginginkanmu untuk memercayaiku," balas Aiden Lee ringan.
"Ya, tentu. Naomi juga tidak akan repot-repot memercayaimu lagi," balas Kiel sembari berlalu.
Amelia melihat punggung Kiel yang hilang di balik pintu, kemudian ia menatap Aiden Lee yang sama sekali tidak menggubris siapa pun—atau apa pun selain komputer di hadapannya. Meski Amelia tahu, setelah kalimat terakhir yang diucapkan Kiel selesai, jemari Aiden Lee membatu sepersekian detik di atas keyboard.
"Aku tahu apa yang sedang terjadi di antara kalian. Tolong lanjutkan pertengkaran perebutan betina di musim kawin ini, nanti setelah kita lolos dari genosida."
Ucapan Amelia itu sama sekali tidak menghentikan jemari Aiden Lee di atas keyboard. Namun, begitu gadis itu pergi menyusul Kiel, Aiden Lee benar-benar menghentikan semua aktifitasnya. Bahkan ia menahan napas.
Naomi.
Ia belum memberitahu Naomi bahwa selama ini dirinya adalah laki-laki. Tapi bagaimana? "Hai, Naomi. Sebenarnya aku laki-laki, maafkan aku sudah menipumu" bukanlah sesuatu yang mudah dikatakan seperti salam. Belum ada momen yang tepat. Gadis itu sudah menjalani rutinitasnya; menempatkan dirinya di keadaan hidup dan mati.
Jika kode inskripsi dari Meredith ini bisa menyelamatkan Naomi, sebelum terlambat, Aiden sadar bahwa dirinyalah sekarang pemegang kunci dari nyawa gadis manis itu dan berjuta orang di seluruh dunia. Pikiran itu, sekali lagi dirasakannya, membuatnya harus berkali-kali menghela napas panjang untuk menenangkan diri, kemudian melakukan yang terbaik yang ia bisa.
Sementara itu, di luar ruangan.
Kiel sedang berdiri di atas balkon. Matanya tak menuju pada taman atau pun hutan dan danau kecil di belakang vila.
"Dia memang menyebalkan. Secara natural." Sebuah langkah yang sudah diduga Kiel akan datang. Amelia, dengan sebuah senyum kecil, yang sangat jarang ia tunjukkan, menyanding pria itu memandangi pemandangan di hadapan mereka.
"Aku tahu itu sejak awal bertemu dengannya," balas Kiel dengan helaan napas panjang yang tidak perlu. Ia menyadari sedang bertingkah kekanakan saat itu, kemudian mengalihkan pandangannya kepada Amelia di sebelahnya, "Kau tidak perlu kemari hanya untuk mengatakan itu padaku, kau tahu. Aku tahu kau harus mempersiapkan banyak hal."
Amelia tertawa kecil, "Kau benar. Hampir seluruh penjaga mansion Blake adalah anak buah Para Bangsawan. Mereka akan mengorbankan nyawa untuk melindungi majikan mereka jika mereka tahu Naomi di sandera di sana. Mungkin mereka sudah tahu sekarang. Mereka memiliki tim keamanan yang hebat."
Kiel menggeleng dengan helaan napas kesal, "Mereka tidak tahu apa yang akan mereka hadapi di sana."
Kesunyian adalah hal berikutnya yang menggantung di antara mereka. Keduanya sama-sama sibuk dalam pikiran mereka sendiri. Amelia adalah yang pertama untuk bergerak dan menoleh pada Kiel.
"Theo Adolf adalah pemimpin misi ini."
Kiel mengeratkan rahangnya atas pernyataan menjebak itu. Ia mengangguk. "Meredith di sana. Apa lagi yang bisa dipikirkan selain itu? Aku berangkat ke sana bersama seorang bodyguard kepercayaan Naomi. Pria rambut merah dengan otot kekar itu, Naomi menyebut dirinya Dean."
"Dean, ya, aku tahu dia saat berada di mansion Blake."
"Saat aku berada di sana, aku dan Dean berpencar untuk mencari informasi sejauh mana rencana mereka sudah berjalan. Begitu aku menemukan bahwa pelantikan walikota Laila Adams akan jadi salah satu event besar untuk melancarkan rencana pembunuhan massal mereka, aku segera mencari Naomi."
"Yang terjadi kemudian adalah yang kauceritakan pada kami waktu kau baru saja kembali?"
"Bukan hanya itu, sejujurnya saat itu, seseorang memergokiku dan aku sedang dalam upaya melarikan diri darinya. Kurasa Dean juga sedang melakukan upaya yang sama. Dia sama sekali tidak bisa dihubungi setelah itu."
Amelia menatap langit yang cerah, awan-awan gemuk putih yang sama seperti hari-hari kemarin. Andai saja beberapa jam lagi tidak ada bencana itu, awan-awan itu akan terlihat indah seperti biasa.
"Apa lagi yang kautemukan? Apa yang akan mereka lakukan di sana?"
"Ini hanya asumsiku. Aku belum melihat dengan mata kepalaku sendiri, tapi kurasa mereka berhasil menonaktifkan The Great Tree."
Warna wajah Amelia berubah drastis. Gadis itu membelalakkan mata hingga Kiel bisa melihat bagaimana indah warna madu di mata gadis itu, andai tidak selalu berwajah muram. Atau lebih tepatnya ... sedih.
"Tidak mungkin."
"Ya, mereka memang tidak dapat dipercaya." Kiel menghela napas berat, "entah bagaimana, mereka akan memindahkan virus-virus yang telah terlepas dari Greenland menuju kota-kota pusat dan menyebarkan virus itu menggunakan drone."
Mata Amelia tidak lagi fokus. Ia menatap sekitar, seperti sedang mencari jalan keluar dari kekacauan itu.
"Drone ..." Amelia berdesis sambil mengigit bibir bawahnya, "melalui udara virus itu bisa membunuh seluruh Amerika Serikat dalam hitungan hari."
"Jam," Kiel membetulkan kacamatanya, "menurut perhitunganku. Dalam hitungan jam. Semua orang berada di luar. Itu akan mempermudah masuknya virus itu. Sisanya, mereka yang tidak ikut serta keluar rumah, akan tertular. Intinya, jika drone itu berhasil mengudara, kita semua akan tamat."
"Apa yang dilakukan pemerintah? Kita harus memperingatkan mereka."
"Tentu, pemerintah sayap kanan telah menguasai hampir seluruh pemerintahan dunia selama dekade terakhir setelah perang dunia tiga selesai. Ini adalah sebuah langkah besar yang sudah direncanakan bertahun-tahun. Pemerintah dunia, bersama pasukan pertahanan negara mereka pasti sudah mengantisipasi rencana dengan bersembunyi di sebuah tempat aman hingga beberapa waktu atau sudah menjadikan diri mereka kebal terhadap virus itu."
"Menjadikan diri mereka kebal? Maksudmu mereka telah menemukan alat untuk itu?"
"Lazarus." Sebuah suara lain bergabung bersama mereka dari dalam ruangan.
Kiel dan Amelia menoleh untuk menyambut Aiden Lee yang sudah datang dengan wajah serius dan pandangan tajamnya.
"Lazarus?" Amelia mengulang sambil mengerutkan alis.
"Aku menyebutnya begitu karena proses pengklonaan tubuh membutuhkan 24x3."
"Seperti Lazarus yang bangkit dari kematian setelah tiga hari kematiannya atas berkah Yesus," Kiel menyahut.
"Mereka yang memiliki jantung dan atau tubuh klona Lazarus akan kebal terhadap penyakit dari virus apa pun. Jantung mereka setengahnya terbuat dari silver. Setengah tubuh mereka adalah robot. Virus tidak akan sampai merusak kinerja jantung mereka," lanjut Aiden Lee bergabung bersama pembicaraan mereka.
"Demi-human." Kiel menatap Amelia, "projek gila ini akan mengubah sejarah alami manusia. Mereka bermaksud membuat manusia sebagai setengah robot untuk masa depan."
Aiden Lee mengeratkan genggaman tangannya, "Oke, waktu untuk berdongeng sudah selesai. Kita harus bergegas sekarang."
"Apa yang kau temukan di disk itu?" Kiel berjalan mendekati Aiden Lee.
"Harapan seluruh umat manusia."
Aiden Lee tak mengatakan apa pun lagi dan bergegas keluar ruangan agar Amelia dan Kiel segera mengikutinya.
"Kau tahu apa sisi positif dari kegilaan ini?" Amelia terkekeh kecil sambil melangkahkan kaki, makin lama makin cepat.
"Ada, memangnya?" Kiel menyusul sembari menaikkan sebelah alis.
"Aiden Lee berhenti memakai mekap. Dan aku akan senang melihat bagaimana pria itu akan menghancurkan mereka yang membuatnya memiliki kebiasaan bermekap."
"Sial, apa kau berpikir kita akan menghadapi militer juga?" Wajah Kiel menjadi pucat.
"Most likely," ucap Amelia sembari menunjukkan senyuman lebarnya.
.
.
To be continued,🐨
Edited: Mon, Nov 25
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top