16
Perempuan itu duduk. Theo telah menyetelnya agar ia bangun. Meredith membuka matanya. Duduk di pinggiran ranjang. Menatap kosong lantai tak jauh dari mereka.
Naomi bersandar di salah satu sudut mesin usang yang suda tak dipakai. Ia mengamati robot itu. Matanya menunjukkn bagaimana batinnya tengah berkecamuk.
"3x24 jam ... itu adalah waktu yang kaubutuhkan untuk membuat manusia buatan ini, mengembalikan mereka dari kematian. Karena itu kau menamainya Lazarus's Heart? Seperti Lazarus yang bangkit dari kematian tiga hari setelah ia dinyatakan meninggal?" Laila mengitari sosok Meredith yang masih duduk.
"Sejujurnya bukan aku yang menamai projek ini, tapi biarlah disebut begitu. Tapi, ya, inti dari kehidupan ini adalah otak yang bekerja, jantung yang berdetak dan konversi daya untuk menggerakkan saraf. Semua akan baik-baik saja jika kita bisa memberikan impuls ke otak, sebuah rangsangan dari saraf, tapi klonaku gagal mengalirkan darah dengan semestinya dan membuat saraf-saraf itu bekerja agar jantung kembali berdetak ketika aku menyuntikkan virus itu padanya. Karena itu, aku menyempurnakan temuan ini dengan metode biorobotik. Red Killer menyerang tubuh manusia, tapi sama sekali tidak bereaksi pada besi."
Theo mempersilakan Laila untuk melihat kerangka penelitiannya di tengah meja yang mencitrakan hologram bagian-bagian tubuh objek penelitian Theo di atasnya.
"Aku membuat jantung buatan yang memaksa darah dalam tubuh manusia mengalir melaluinya, mengedarkannya kembali dan melakukan semua tugas seperti seharusnya." Theo menunjuk beberapa pola di hologram itu; bagian serambi, bilik, katup dan pembuluh darah lainnya yang terbuat dari mesin.
Laila mencuri pandang pada Theo yang mengamati kembali hasil penelitian besar rahasianya itu. Ada beberapa gambaran dari masa lalu yang tiba-tiba menghampiri Laila saat menatap paras pria itu, setelah sekian lama Laila bisa menghempas citra buram dari jauh di masa lalu.
"Tapi itu tidak berarti kau membawa kembali Meredith dalam dunia ini, bukan?"
Ucapan Laila itu berhasil mengusik keheningan dalam pikiran Theo dan Naomi. Naomi mengalihkan pikiran sepenuhnya dari Meredith yang bukan Meredith itu dan menatap Laila seakan wanita itu baru saja menariknya dari imajinasi kanak-kanak bodoh yang hampir menyesatkannya, kemudian kembali menatap manusia setengah robot itu dengan pandangan menyesal.
Sedangkan Theo tersenyum kecil dan mengangguk. "Kau benar," katanya membenarkan. Theo menatap si robot dengan pandangan hangat yang tidak pernah bisa hilang dari ingatan Laila, "Memang, tidak ada yang bisa mengganti Meredith. Hei, Meredith."
Panggilan Theo membuat robot itu mengangkat kepalanya pada arah Theo. Rasa kaget, ngeri dan takjub, yang bercampur aduk di pikiran Naomi dan Laila tak bisa mereka sembunyikan dari ekspresi mereka saat itu.
"Itu saja sudah cukup," Theo tertawa kecil dan berjalan mendekati Meredith dan mengusap rambut panjang cokelat gelap yang hampir serupa dengan milik Naomi. "Aku tidak bisa memasukkan kembali ingatan tentang kami. Aku tidak sanggup mendengar hujatan yang akan keluar dari bibir Meredith jika ia tahu apa yang sudah aku lakukan padanya. Kalian tahu, secara teknis aku sedang menyelingkuhinya dengan gadis lain yang sangat mirip dengannya, benar?"
"Dia akan membunuhmu, kemudian entah dengan bagaimana, ia akan menghidupkanmu kembali hanya untuk membunuhmmu lagi dua kali." Naomi tertawa kecil sambil menatap mata Meredith yang melihat orang-orang sekitarnya dengan wajah kebingungan. "Meredith memang semengerikan itu."
"Caramu mengatakannya seakan itu bukan hal besar, lebih menakutkan, Lady Naomi." Laila berkecak pinggang kemudian menggeleng kecil. "Kita harus membawanya pergi dari sini, Theo."
"Apa? Kenapa?" Theo membulatkan mata. "Aku sudah bekerjasama sejauh ini. Kalian masih berniat menggangu hidup tenangku?"
Laila bersedekap, menghela napas panjang perlahan. Theo menoleh pada Naomi, meminta gadis itu untuk menjelaskan apa yang barusan Laila ucapkan--atau boleh dikatakan, di skenario paling buruk, Naomi bekerja sama dengan Laila untuk membawa temuannya keluar dari tempat persembunyian ini.
Kemungkinan itu tidak terbukti. Naomi tidak terlihat tahu menahu tentang apa maksud Laila. Naomi malah mengerutkan alis, seakan ia tidak ingin membenarkan dugaan buruk yang tiba-tiba keluar dalam kepalanya.
"Kau ingin membawa Merdith ke mana?"
"Kau dan Meredith bekerja untuk Para Bangsawan, Theo. Aku harus memberitahu apa yang kautemukan di sini. Jika tidak, cepat atau lambat mereka akan membawa robot itu secara paksa."
"Tidak jika kalian tutup mulut."
"Mereka akan tahu. Cepat atau lambat. Jika kau keras kepala, mereka akan mendatangi Aiden Lee dan ... kau tahu apa yang akan mereka lakukan pada gadis muda itu, si perempuan buronan interpol, seorang pengklona ilegal yang mengklonakan Ibu kandungnya sendiri."
Theo mengeratkan genggaman tangannya. Ia sudah berjanji pada gadis itu, Aiden Lee, untuk menjaganya beserta rahasianya di Kuugaruk. Tapi di sini, salah satu Bangsawan paling berpengaruh, bicara tentangnya seperti berita itu akan ia lihat di headline surat kabar esok hari.
Ini memang salahnya. Aiden Lee sudah menghimbau dirinya untuk tidak mencoba membuat klona dari apa yang sudah diajarkannya jika ia tetap ingin menikmati waktunya sebagai pertapa jenius. Tapi ego yang menyetir Theo untuk melakukan semua ini, tidak ada di mana pun untuk ditemukan.
"Beberapa waktu lalu, Bangsawan di India dikabarkan meninggal karena Red Killer. Disusul Bangsawan dati Indonesia, Thailand. Lalu Afrika Selatan. Laporan-laporan terus berdatangan dan Pemerintah Dunia Baru tidak bisa kehilangan orang-orang mereka."
Naomi menarik napas panjang kemudian mengembuskannya cepat, "Laila tidak bicara omong kosong, Theo. Ia benar. Aku mendengar bahwa virus itu sudah sampai di negara-negara di Selatan, di mana Red Killer lebih mudah berkembang biak. Hanya akan menjadi masalah waktu hingga virus itu membunuh seluruh daratan Amerika."
Theo menggeleng kecil, menatap Meredith yang masih menatapnya dengan pandangan polos. Setelah diam untuk beberapa detik, pria itu kemudian menoleh pada Laila dan Naomi.
"Akan kau apakan dia?"
"Kita akan membawanya ke Laboratorium untuk diteliti."
"Tidak."
Theo menggeleng cepat,dirinya tahu persis apa yang dimaksud laboratorium oleh Laila. Itu adalah tempat rahasia para peneliti terbaik dunia, membuat penemuan-penemuan bagi Para Bangsawan dan Pemerintah Dunia, baru kemudian dibuat versi downgrade-nya untuk di pasarkan di pasar dunia, setelah penemuan-penemuan itu dinilai layak.
Laila mengangkat dagu, "Kau tidak akan berkeras kepala dalam hal ini. Aku sedang menyelamatkanmu, Theo."
"Aku tidak butuh bantuan."
Laila, dalam sekejap mata, saat itu juga mengeluarkan pistol dari dalam cape cloak yang ia kenakan dan menembak. Bukan sebuah tembakan solid yang memang dilepas untuk menghentikan keras kepala Theo dengan membunuhnya, hanya sebuah tembakan untuk memperingatkan Theo bahwa Laila lebih berkuasa atas dirinya.
Theo mengerang, menahan nyeri di lengannya, sakit yang makin lama mkin terasa membakar. Noda merah darah menyebar dari lengannya, membasahi warna putih kemeja yang ia kenakan.
"Astaga, Laila! Apa yang kau telah kau lakukan?!" Naomi segera menunduk dan menahan punggung lebar Theo yang gemetar akibat rasa sakit yang membakar lengannya
"Apa yang sudah kulakukan? Menyelamatkanmu, dia dan aku. Aku melakukan ini untuk kebaikan kita." Setelah bicara pada Naomi, Laila menatap Theo, "Kau tidak butuh bantuan? Pikir lagi berapa lama kau akan bertahan dengan pendarahan yang akan kubuat berikutnya. Jadi menurut saja," tanpa banyak bicara lagi, Laila menarik tangan Meredith yang terlihat kebingungan dengan apa yang terjadi.
Meredith, yang melihat Theo ditembak, merasa bahwa siapa pun wanita yang menarik tangannya ini bukanlah seorang yang baik. Ia menarik tangan Laila, dengan kekuatan yang tidak dibayangkan Laila sebelumnya, hingga tubuhnya harus mundur beberapa langkah ke belakang. Meredith dengan sekejap saja mencekik Laila, kemudian mengangkat tubuhnya dan memojokkannya di dinding pilar tak jauh dari Laila berdiri.
Dengan susah payah Laila meraup udara untuk memenuhi kerongkongannya yang mulai sesak dan kehabisan napas. Dengan satu tangan, ia berusaha melepaskan tangan Meredith dari lehernya, sebelah tangan lain yang bebas mengarahkan pisto pada wajah Meredith yang masih bersikeras.
"Meredith! Astaga! Hentikan!" Naomi berseru dalam kengerian. Tapi itu tidak menghentikan keduanya.
"Cukup! Meredith, turunkan Laila!" Teriakan susah payah Theo itu membuat Meredith bereaksi. Perempuan itu segera melepaskan cengkramannya dari leher Laila dan membiarkannya terjatuh di lantai, terbatuk-batuk dan menghirup udara sebanyak mungkin untuk mengembalikan udara dalam paru-parunya.
Laila tidak berkata apa pun, seperti Theo yang diam meratapi rasa sakit mereka masing-masing.
"Meredith."
Meredith yang tidak kelihatan bermaksud menolong baik Theo maupun Laila yang masih terkapar, menoleh dengan pandangan jengkel pada Theo.
Theo tersenyum lembut, demi Tuhan ia sudah mengerahkan segala kekuatannya agar ia bisa melihat Meredith setidaknya membalas senyumnya, tapi yang ia dapatkan hanyalah kerutan di antara kedua alis perempuan itu.
"Tak apa, pergilah dengan Laila. Aku akan segera menyusul. Aku berjanji."
Meredith tak terlihat sepenuh hati mengikuti perintah--atau permintaan-- Theo, tapi ia kemudian membiarkan Laila berdiri dan menarik tangannya. Membiarkan Laila dan Theo saling bertatap pandang dengan komunikasi yang tidak dapat diartikan olehnya hingga Laila membawanya pergi dari ruangan itu.
Naomi baru saja selesai menghubungi para bodyguard untuk menyiapkan mobil dan melarikan Theo ke rumah sakit terdekat. Mengabaikan erangan-erangan kesakitan tidak penting yang keluar dari mulut Theo, Naomi membawa keluar dari ruangan bawah tanah itu dan memapah Theo hingga sampai di rumahnya. Naomi melemparkan pria itu ke atas sofa di ruang tengah. Ia kembali ke ruangan bawah tanah dan menguncinya, memastikan tempat itu tersembunyi seperti awal ia datang, kemudian kembali pada Theo yang menunggunya di atas.
"Aku sudah menguncinya kembali."
Dengan susah payah, Theo menelungkupkan sebelah tangannya ke atas, meminta kembali kunci ruangan itu. Naomi menggeleng dan mengeratkan kedua tangannya.
"Kunci ini milik kakakku."
"Aku tidak ingin kau berada dalam bahaya karena kunci yang harusnya dikubur itu, Nao."
"Kau tahu aku tidak akan memberikannya."
Theo menyerah, ia menurunkan kembali tangannya dan sedikit mendongak untuk melihat ambulans yang datang. Tersenyum, Theo berterima kasih pada Naomi. Gadis itu masih diam dan mengalihkan pandangannya dari Theo.
"Jangan memasang wajah bersalah seperti itu, Nao."
"Apa kau yakin menyerahkan perempuan robot itu pada Laila? Kau tidak akan pernah tahu apa yang akan Para Bangsawan lakukan jika menemukanmu menciptakan itu di masa seperti ini."
"Oh, aku tahu dengan pasti Naomi." Theo menghela napas saat melihat para medis berhamburan masuk. "Kaummu akan mengeksploitasiku sampai aku mati."
Meredith mengangguk kecil dengan ragu, "Kau sudah terlanjur menukar harta karunmu pada kami, jadi ambillah saja hadiahnya, Theo. Dan tetaplah hidup."
Theo mengangguk kecil dan membiarkan para medis mengerjakan tugas mereka, kemudian mengangkatnya ke tandu pasien.
"Berjanjilah padaku, biarkan aku melakukan ini dan menyelamatkanmu, Naomi."
Para medis itu mengangkat tandu dan dengan sigap membawa Theo pergi dari rumah itu menuju ambulans sebelum Naomi dapat menanyakan maksud dari kalimat pria itu.
.
.
to be contiued, 🐨
Edited: Sun, Nov 17
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top