I

"Roya.!"

Roya berbalik melihat Subhan, salah satu petugas jaga di gedung ini melambai padanya.
Roya tersenyum menurunkan payungnya lebih rendah agar hujan tidak membuatnya basah saat menunggu Subhan mendekat.

"Tadi aku beli kue tapi ternyata terlalu manis jadi ini untukmu saja."
Tawar Subhan menyerahkan kantong plastik berisikan kotak kecil.
"Tapi ini kue baru, bukan sisaku. Aku beli dua, satu sudah ku habiskan.
Kau suka makanan manis kan.!?"

Dari mana Subhan tau, pikir Roya yang mau tak mau menerima saja kantong tersebut.
Sebenarnya Roya tidak suka manis tapi gula darahnya selalu rendah jadi mau tak mau dia mengkonsumsi makanan dan minuman manis lebih sering kalau tidak dia hanya akan membuat orang lain repot saat dia pingsan tiba-tiba.
"Terimakasih." Ucap Roya pelan, menunduk tidak mau membalas tatapan Subhan, takut laki-laki itu salah paham dan menganggapnya genit.

"Kalau kau suka katakan saja, lain kali akan kubelikan lagi."
Subhan tersenyum, tetap tersenyum saat Roya mundur menjauh dari sentuhannya.

Lihatlah kukumu yang kuning oleh tanah, kulitmu yang berdebu dan rambutmu  yang kusut.
Dan suara tawamu itu sungguh memuakkan.
Kau pikir bakal ada laki-laki yang suka padamu.
Melihatmu saja sudah membuatku mual.
Gadis kampung miskin dan bau.!
Kau tau apa yang paling aku benci darimu, senyummu itu. Kau pikir aku tidak tau, dibalik sikap sok baikmu itu ada wanita jalang yang bermimpi memanjat tinggi untuk jadi nyonya kaya.
Tapi kau lupa kau tidak layak, kau tidak punya kualifikasi untuk itu.

"Baiklah, terimakasih." Bisik Roya berbalik sebelum tubuhnya gemetar diluar kendalinya.

tepat saat itu ada mobil hitam besar yang melintasi genangan air hingga membasahi Roya yang mengatupkan bibir rapat agar tidak berteriak.
Mobil orang kaya, Roya tidak ingin cari masalah, jadi dia makin menurunkan payungnya dan segera melangkah.
Jangan cari masalah, jalani saja hidup dengan tenang, tunggu kematian datang menghampiri dengan alami, tidak boleh marah atau bersedih, jangan pernah merespon dunia ini.

"Eeh Roya.!" Subhan mengejar Roya tapi belum apa-apa Roya sudah menjauh.
Subhan menghela napas.
Sudah setengah tahun dia mulai aktif berusaha mendekati wanita itu tapi tidak ada kemajuan yang berarti.
Semua orang-orang berbisik mengatakan Roya takut bersentuhan dengan laki-laki.
Tapi Roya tidak pernah takut dengan hujan, saat semua orang mencari tempat berlindung, wanita itu selalu berjalan tenang di bawah payung hitamnya mau sederas apapun hujan yang datang.
Banyak gosip hitam yang mengelilingi Roya tapi bagi Subhan dia punya penilaian sendiri tentang Roya dan dia suka serta dia ingin memiliki Roya.
Dia tidak akan menyerah.

Sementara itu Roya terus masuk ke gedung, melalui pintu belakang langsung menuju bagian Basemen dimana dia bertugas disana sebagai petugas kebersihan.
Roya Menganti bajunya dengan seragam berwarna cream dan coklat, memakai masker dan sarung tangan dan mulai melakukan aktifasi kerjanya setiap hari hingga jam makan siang di mulai.

"Aku dengar anak dari pendiri Firma hukum ini sudah sampai.
Dia juga akan jadi managing directior, tidak ada sistem partner lagi. Katanya dia tidak suka sistem seperti itu. Dia mau jadi pemimpin tunggal dan sang ayah menyerahkan keputusan di tangan putranya.
Aku rasa bakal ada perubahan posisi besar-besaran sebentar lagi."

"Tapi bukankah selama ini putranya berada di kota lain, kenapa tiba-tiba memutuskan pindah ke sini.?
Lagipula pekerja kebersihan seperti kita ini tidak akan dilirik, kita akan terus seperti ini."

"Aku tau.
Ini kan hanya gosip aja.
Katanya sih dia tidak pindah, hanya sementara sampai semuanya membaik.
Kalau dia sehebat yang diberitakan, paling tiga empat bulan sudah kembali ke kantor pusat."

"Tapi dalam waktu itu kita jadi punya hiburankan.
Aku dengar dia benar-benar tampan, bak model."

"Apa gunanya tampan kalau semua orang bilang dia kejam dan tak punya hati nurani."

Roya yang sudah selesai makan, langsung mengemas kotak makan siangnya.

"Eh Roya apa kau sudah selesai.?"

Roya mengangguk.

"Kalau begitu bisa bantu aku. Sebenarnya tadi masih ada satu kotak yang belum diambil dari lantai atas, ruang managing.
Barang lama harus dipindahkan, dibilah dan dibuang agar pak kepala yang baru bisa menyimpan barang yang dia mau."

Roya mengangguk.

"Maaf Roya, kotaknya juga agak besar. Kalau kau tidak kuat membawanya sendiri, tinggalkan saja. Nanti biar aku saja yang ambil."

Roya mengangguk lagi, lalu berdiri dan meninggal sekelompok rekan seprofesinya.

"Kenapa dia pendiam sekali ya.
Kalau kau tidak bicara, aku pikir dia itu bisu."

Roya tau sudah menduga begitu dia pergi maka dia lah jadi topik pembicaraan.
Sudah hukumnya, tidak merugikannya jadi biarkan saja, tidak ada juga yang bisa dilakukannya.

Roya naik Lift barang untuk naik ke lantai dasar, barulah di lantai dasar dia naik Lift lagi menuju lantai tujuh, lantai teratas gedung ini.
Takut ada yang terganggu dengannya, Roya berbalik memiringkan badannya agar tidak ada yang terkena olehnya saat Lift semakin penuh terisi.
Dia menunduk mendengarkan para pegawai berbisik-bisik mengenai bos atau kepala Firma yang baru.
Keluhan dan kecemasan, hanya itu kesimpulan yang Roya dengar.
Mereka semua tertekan oleh tuntutan dari sang bos, tapi tentu saja tidak ada kaitannya dengan Roya, dia tidak berhubungan langsung dengan bos.
Dia ada di basemen sedangkan sang bos baru ada di puncak.
Mereka tidak akan bertemu dan kerjanya tidak terhubung langsung dengan sang bos yang belum apa-apa sudah memberi teror pada para bawahannya.

Hanya Roya sendirian yang masih di dalam lift saat menuju lantai teratas.
Dia keluar dari sana, melihat kotak besar yang diletakkan di samping meja sekretaris.

"Kau mau mengambil kotak ini, di mana Cici.?"
Wanita yang bekerja sebagai sekretaris bos besar bicara pada Roya.

"Dia masih makan siang dan kebetulan aku sudah selesai dan tidak punya kerja."
Roya mulai menyeret kotak menuju lift.

"Harusnya kau menolak. Ini kerjanya. Kotak itu terlalu besar dan berat.
Lihat tubuhmu yang kurus kering itu. Aku khawatir tulangmu bisa patah."

Nama sekretaris itu Katy, wajah dan tubuhnya sempurna.
Selama ini dia cukup baik dan ramah setiap kali bertemu Roya.
"Aku baik-baik saja." Ucap Roya pelan, terus menarik kotak menuju Lift.

"Terserah kau saja." Jawab Katy kembali duduk dan fokus pada laptopnya lagi.

Roya akhirnya berhasil membawa kotak besar itu masuk ke dalam Lift dan tau nanti akan menerima banyak komplain dari para pegawai yang tak bisa masuk ke dalam Lift.
Roya meluruskan punggungnyanya dan memencet tombol, Berdiri tegak dengan tatapan lurus ke arah pintu ruangan bos besar saat pintu lift perlahan tertutup sedangkan pintu ruangan sang bos terbuka lebar dan membuatnya melihat siapa sosok yang keluar dari sana.

Roya bisa merasakan darah surut dari wajahnya, merasa mual luar biasa.
Lututnya goyah dan pandangannya langsung buram akibat airmata yang mucul.
"Silas.!" Bisik bibir pucatnya tanpa suara.

Namun Seolah mendengar panggilan Roya, dengan cepat kepala Silas berputar ke arah lift.
Mata Silas yang dingin langsung membesar, raut wajahnya mengatakan kalau dia melihat dan mengenali Roya meski sedetik setelahnya Lift menutup mengurung Roya yang langsung jatuh terduduk di lantai lift yang dingin seperti es.

Roya meremas dadanya, napasnya menderu.
Airmata langsung mengalir deras di pipinya.
Rasa panik menyerangnya.
"Tidak.!" Bisiknya.
"Tidak.!" Teriaknya kuat.
Dia sudah sembuh, dia tidak mau sakit lagi, menderita dan menyusahkan orang lain.

Mata Roya liar, wajahnya pucat pasi.
"Tidak mungkin dia.!" Tidak mungkin.!" Roya terengah.
"Empat tahun.. sudah empat tahun." Ucapnya terengah, keluar begitu saja dari lift yang terbuka, mengabaikan kotak dan orang-orang yang protes padanya.
"Aku pasti salah lihat. Pasti salah. Dia tidak mungkin disini."
Roya tidak peduli tatapan bingung yang dilemparkan orang-orang padanya yang sibuk bicara sendiri layaknya orang gila.
Tapi bukankah begitu, bukankah Roya memang orang gila.?
Satu tahun di rawat di rumah sakit jiwa, memang layak di sebut orang gila kan.!?
"Aku harus pergi. Lari.! Lari.!" Bisik Roya terseok-Seok keluar dari gedung tersebut, tak peduli hujan yang tak kunjung mereda.
Dia hanya ingin pergi, lari.!
Lari yang jauh dari Silas Armin.

***************************
(20012024) PYK

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top