Pregnancy Contract

Bab 1. Cakra Mesum Vulgar

Derit kasur bersahutan dengan desahan lirih dan erangan tertahan. Cahaya kekuningan yang terpancar dari lampu nakas menyalurkan bayang-bayang pasangan yang sedang memadu kasih di dinding seberang. Mereka saling mencumbu, mengusap, mengentak. Gerakan keduanya berakhir ketika si pria menggeram rendah, seakan menyuarakan keberhasilannya mencapai puncak kenikmatan.

Ratna mengulurkan tangan untuk mengusap Cakra yang terengah-engah menempelkan keningnya di belakang kepala Ratna. “Sudah, Cak?”

“Panggilan sayangnya hilang?”

Ratna mengembuskan napas panjang. “Sudah, Sayang?” ulangnya dengan nada dua kali lebih lembut dan lebih mendayu-dayu.

Anggukan Cakra hadir sebagai jawaban, pun begitu dengan kecupannya yang mampir di pipi Ratna. Saat Cakra menarik diri, Ratna melenguh. Dia merasakan basah di bawah sana, dan jantungnya mulai berdebar-debar tak karuan. Pikiran Ratna melayang-layang membayangkan bahwa setelah ini dia akan segera hamil.

“Kamu baru dapat sekali, kan?” tanya Cakra seraya menjatuhkan diri di samping Ratna. “Tunggu sebentar. Aku isi tenaga dulu. Sini, kamu tiduran di samping aku. Aku peluk.”

Namun, Ratna lebih memilih tetap berbaring telungkup dengan posisi pinggul terganjal bantal. Dia tidak ingin menyia-nyiakan apa yang telah Cakra berikan padanya. Ratna seperti sedang memberi waktu supaya paling tidak ada satu sel sperma yang cukup gigih berjuang mendapatkan kesempatan untuk bertemu dengan sel telurnya.

“Nggak capek gitu terus? Napas kamu nggak sesak?” Cakra jahil sekali. Cakra mulai menyapu punggung polos Ratna dan berakhir meremas-remas bokong bulatnya bergantian kanan-kiri.

“Jangan kayak gitu!” Ratna segera menampik tangan Cakra. “Nanti meluber keluar. Buang-buang. Sayang.”

“Keluar?”

Cakra tidak kunjung mendapat penjelasan. Ratna justru menunduk dan menyembunyikan muka di lengannya yang saling bersilang. Rambut panjangnya jatuh menutupi samping wajah sehingga Cakra secara total tak dapat menangkap rona merah muda di pipi sang istri.

“Astaga, Ratnaku Sayang!” Setelah beberapa detik, Cakra terbahak-bahak. “Maksud kamu, sayang kalau sampai spermaku terbuang? Nggak usah cemas. Bisa aku isi ulang. Mendekat ke sini, biar kamu bisa aku tidurin lagi!”

Ratna sudah menduga sejak insiden ciuman di hotel dulu bahwa mesum merupakan nama tengah Cakra. Nama akhirnya vulgar. Cakra Mesum Vulgar. Suaminya yang berlindung di balik selimut sungguh sangat berbeda dengan versi yang berlindung di balik toga dan simare. Cakra bisa menjadi sosok yang sangat mesum, tetapi di sisi lain juga menjadi sosok yang berwibawa di hadapan klien dan majelis hakim.

“Ini bukan cuma soal isi ulang, Cakra. Buktinya, selama setahun kita menikah, kamu nggak berhasil isi ulang rahimku,” balas Ratna ketus.

Seketika Cakra terdiam. Tidak terlihat binar jenaka di matanya. Cakra sangat terganggu dengan tuntutan Ratna yang satu itu.

“Kita sudah punya Raga. Kenapa kamu masih pengin punya anak, sih?”

“Rasanya beda, Cakra.”

“Kamu keterlaluan. Kita pernah bahas soal ini. Kamu bakal memperlakukan Raga seperti anak kandung. Nggak ada perbedaan pandangan.”

“Dan kamu sudah janji, Cak. Kamu bakal kooperatif dalam rencanaku untuk punya anak.”

Cakra terduduk. Dia mengusap wajah dan membuang napas panjang. “Kalau aku gagal bikin kamu hamil, jadinya kamu nggak bakal sayang sama Raga lagi? Begitu?”

“Nggak begitu!”

Ratna mendesis. Akibat berteriak, otot perutnya menegang. Dia dapat merasakan sesuatu yang berusaha dia jaga dari tadi mulai terdorong keluar. Sebab merasa percuma untuk terus berbaring, Ratna pun mengambil sikap duduk.

"Cakra, maaf kalau ucapanku tadi terkesan menyinggung," kata Ratna sambil meraih sebelah tangan suaminya.

"Bukan cuma terkesan. Tapi, memang sangat menyinggung."

"Iya. Aku minta maaf, ya?" Ratna mengecup pipi Cakra, kemudian lanjut bicara tanpa melepas genggaman tangan mereka. "Aku sayang sama Raga, nggak usah dipertanyakan. Aku juga sayang sama kamu, dan itu terlihat jelas. Aku bakal lebih happy lagi seandainya aku berhasil hamil anak kita, buah cinta kita."

Cakra melirik Ratna. Dari dulu hingga sekarang, wanita ini selalu tampak menarik ketika tampil dengan rambut panjangnya yang berantakan, wajah cantiknya yang berpeluh usai bercinta, dan kulit putihnya dihiasi bercak kemerahan hasil cumbuan. Biasanya Cakra tidak akan tahan melihat sisi lembut Ratna tanpa pertahanan seperti itu.

Namun, sekarang adalah pengecualian. Ada sesuatu yang terasa panas di dadanya. Cakra yakin itu bukan cinta, sebab Cakra justru ingin menampik pegangan Ratna dan menjauhinya.

Karena tak mau memperkeruh suasana, Cakra secara halus menarik diri. Dia bangkit, menampilkan ketelanjangan, tetapi sesungguhnya sedang menutup diri. Cakra mendapati sorot terluka di mata Ratna. Untuk sedikit mengobati, Cakra cuma bisa memberikan ciuman di kening, kemudian berlalu ke kamar mandi.

Cakra tidak yakin kata-kata ketidaksetujuan yang sudah bersiap di ujung lidah dapat bertahan lebih lama bila dia membuka mulut. Jadi, ini hal minimum yang bisa dia lakukan untuk menjaga perasaan pasangannya.

Di bawah kucuran air dingin, Cakra membasahi tubuh. Kedua tangannya terulur ke dinding seakan sedang mencari pegangan supaya tetap berpikir jernih. Dia tidak buru-buru meraih sabun. Jejak percintaan beberapa menit silam masih melekat dan Cakra tidak bernafsu untuk menghapusnya dengan segala wewangian.

"Cakra. Sayang."

Cakra tersentak. Pejaman matanya berakhir saat merasakan sepasang lengan melingkari perutnya dari belakang. Cakra melirik melewati bahu dan memastikan bahwa Ratna-lah yang memeluknya.

"Aku mau mandi. Cepat, kok. Kamu bisa pakai kamar mandinya setelah aku selesai," kata Cakra dengan nada sedatar papan. 

Demi membuktikan ucapannya, Cakra memutar keran shower. Air mancur berhenti. Cakra mulai menuang sabun cair ke telapak tangan, lantas membalurkan ke dada.

"Mandi bareng, ya?" rayu Ratna. Tangannya mulai ikut-ikutan mengusap dada Cakra yang licin.

"Kamu tahu kita bakal berakhir ngapain kalau benaran mandi bareng."

"Kamu nggak mau?" Usapan tangan Ratna menjalar ke bawah, mampir berputar-putar di perut Cakra. "Aku baru keluar sekali. Biasanya kamu selalu kasih bonus, lho."

Punggung Cakra melengkung ke belakang ketika Ratna melakukan serangan agresif. Kelemahannya berada di tangan Ratna. Dalam hati Cakra merutuki si sabun. Mengapa permainan jadi cepat memanas cuma karena busa sabun? Kalau begini, Cakra jadi kesusahan mengabaikan Ratna seperti rencana awal.

"Kenapa ditahan, Sayang?" Ratna berbisik di telinga Cakra. Sengaja sekali.

Cakra menggeram. "Kamu curang."

"Memang aku nggak boleh pegang-pegang kamu? Kamu, kan, suami aku."

"Ratna." Cakra menggeliat, berusaha melepaskan diri dari kungkungan Ratna. Dia berusaha menjauh, tetapi ruang shower terlalu sempit untuk mengambil banyak manuver. Punggungnya keburu menyentuh dinding dan dirinya makin terpepet. "Ditabung dulu aja. Next time, aku bakal bikin kamu melayang berkali-kali."

Ratna mundur selangkah sambil menggigit bibir. Kedua tangannya terkepal di sisi-sisi tubuh. Cakra melihat bahu istrinya sedikit bergetar, tetapi dia tahu itu bukan akibat kedinginan hasil dari ikut berbasah-basahan.

"Oke," kata Cakra mengalah. "Kita main lagi. Sekarang. Di sini."

"Kalau terpaksa, nggak usah," balas Ratna sengak. Akan tetapi, tampaknya wanita itu tidak berniat meninggalkan Cakra sendiri.

Cakra menepuk-nepuk dadanya yang masih agak berbusa. "Aku punya alasan kenapa kita harus main di sini. Aku mau kamu lanjut mandiin aku." Cakra menunjuk tubuh polos Ratna dengan tatapan naik turun. "Tolong sabunin aku pakai badan kamu."

"Cakra!"

"Kenapa? Kamu nggak mau?"

Ratna membuang muka. "Bu– bukan gitu."

"Kamu nyusul aku ke sini karena nggak mau aku ngambek, kan?" Cakra tersenyum miring saat Ratna membalas tatapannya dengan mimik terkejut. Tanpa membebaskan Ratna dari radar penglihatan, Cakra meraih botol sabun dan mulai menuangkan isinya ke dada. "Come here, Baby. Aku nggak bakal marah kalau kamu bantuin aku mandi malam ini."

"Ka– kamu tahu akhirnya bakal gimana."

"Ya, aku tahu. Aku lakuin ini sebagai preambule karena tadi kamu sempat minta jatah satu kali orgasme lagi."

Muka Ratna sukses memerah. Terlihat sekali batas tegas warnanya antara muka dan leher. Ratna sedang malu. Kesempatan itu Cakra gunakan untuk menarik Ratna mendekat. Dia memeluk pinggul Ratna, yang mana membuat celah di antara mereka menghilang.

"Gerak!" perintah Cakra. Tangan kirinya menyampirkan rambut Ratna ke balik bahu supaya tidak mengganggu adegan intim yang akan terjadi. "Masih bingung? Gerak aja. Bebas mau naik turun, kanan kiri, berputar. Anggap diri kamu sebagai sikat."

"Cakra," Ratna menepuk bahu suaminya, "kamu bikin aku malu."

"Oh, masih malu?" Cakra mengangkat sebelah alis tanpa tersenyum. Tangannya yang bebas kini mulai menyusuri garis tengah punggung istrinya dan terus turun. "Tunggu sebentar. Aku bikin kamu turn on dulu, biar rasa malu kamu hilang dan kamu bisa jadi lebih binal."

Cakra Mesum Vulgar telah kembali. Di sisi lain, Ratna tak punya pilihan selain menuruti.

***

Akhirnya selesai editing dan layouting ke dalam bentuk PDF!!! 😵‍💫

Sekarang kamu bisa membaca Pregnancy Contract di KaryaKarsa, baik dalam format e-book maupun dalam format tulisan yang khusus diunggah di sana. 🥰

Pregnancy Contract bukan sekadar extra chapter, tapi extra booklet 🎉

Puas banget, deh, ngikutin kehidupan pernikahan Ratna dan Cakra. Pasangan ini cukup unik. Kalau punya komitmen, harus dibikinin surat yang bakal disahkan ke notaris ⚖️ Salah satunya ... kontrak kehamilan.

Apa itu kontrak kehamilan?

Memang bisa bikin kontrak kehamilan sebelum Ratna hamil?

Apakah dengan adanya kontrak, mereka justru merasa terkekang?

Simak penjelasan di bawah ini 👇👇👇

***

Blurb

Kamu sudah janji. Kamu bakal kooperatif dalam rencanaku untuk punya anak.

– Ratna Karissa

Seks sudah nggak asyik lagi kalau kamu terus terobsesi sama isi kontrak. Pilih di antara dua: kamu abaikan kontrak itu atau kamu abaikan apa yang sudah kita capai bersama di pernikahan ini.

– Cakra Dhananjaya

Cita-cita Ratna setelah menikah adalah membuat Cakra berhasil menghamilinya. Namun, impian tinggal impian. Dalam masa satu tahun awal pernikahan, kabar baik tak kunjung terdengar.

Ratna lelah, pun begitu Cakra. Konflik kecil-kecil mencuat, menggunung, dan akhirnya meledak. Kontrak kehamilan yang mereka tanda tangani terasa seperti bahan olok-olokan.

Apa gunanya membuat kontrak kehamilan bila mereka tak kunjung diberi momongan?

***

Pregnancy Contract adalah extra booklet, lanjutan dari Law of Devotion karya Pingumerah.

Genre: Romance, marriage life, adult romance

Rating: 21+, mature content, sexual activities, harsh words.

Keterangan produk:

1 booklet berisi: 235 halaman PDF e-book, 13 bab, 15k+ jumlah kata (17.965 kata)

Harga: 13k rupiah

Daftar Isi:
1

. Cakra Mesum Vulgar
2. Gelagat Aneh Cakra
3. Wangi Kopi
4. Keinginan Ratna
5. Kutukan Raga
6. Kenyataan Pahit
7. Powerless
8. Restu Raga
9. Berbagi Peran
10. Keinginan yang Terkabul
11. Hari-Hari Paling Berat
12. Suratan Takdir
13. Perjuangan Masih Panjang

Cara akses:
1. Pastikan kamu memiliki akun KaryaKarsa.
2. Lakukan top up kakoin atau isi e-wallet.
3. Cari username penulis (pingumerah). Jangan lupa follow untuk mendapatkan notifikasi karya terbaru 💚
4. Lihat menu "Paket". Pilih paket "Serial Cakra-Ratna" seperti gambar di bawah.
5. Pilih metode pembayaran.
6. Untuk pembaca beruntung: Jangan lupa masukkan voucher potongan harga* sebelum melakukan pembayaran.

*voucher potongan harga bisa kamu dapatkan dari mengikuti giveaway seperti yang dijelaskan di Bab 61 atau ketika Pingumerah bagi-bagi voucher di waktu tertentu (info lebih update di media sosial).

Last but not least, happy reading! 🤗
Tunggu karya-karya berikutnya, ya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top