12 | Malu
Ratna menggeliat. Tangannya mengusap sarung bantal perlahan. Rasanya sangat lembut. Hal yang sama dia lakukan pada selimut tebal yang memeluk tubuh. Setelah beberapa saat, Ratna menyadari ada yang berbeda dari tempat berbaringnya. Ratna berusaha keras menghalau pening dan memaksa membuka kelopak mata.
Ratna terjaga. Di situlah dia tahu dirinya terdampar di tempat asing.
Kamar Ratna tidak seluas ini. Atapnya juga tidak tinggi. Alih-alih menemukan kertas dinding cokelat gelap, ruangan ini terlihat cerah dengan cat warna putih gading.
Ingatan Ratna melayang pada waktu kesadarannya belum mengabur. Karena kesal tak berhasil menaikkan status Dewa menjadi tersangka, Ratna tergoda untuk menghabiskan sisa harinya dengan pergi ke kelab malam. Biasanya dia cukup minum-minum di rumah. Malam itu, pertama kalinya Ratna memberanikan diri menginjakkan kaki di tempat yang menurutnya asing.
Ratna pikir, mencoba hal baru untuk bersenang-senang sepertinya asyik. Namun, yang dia dapati kini tidaklah demikian. Ketimbang senang, dia justru seperti orang bingung. Ratna tidak ingat apa saja yang dia perbuat di kelab, kecuali bahwa kenyataan dia memesan racikan alkohol yang lumayan kuat.
Ratna termenung. Berbagai kemungkinan cerita selanjutnya setelah dia mabuk berseliweran di kepala.
Apakah Ratna diculik seseorang ketika mabuk? Apakah dia terjebak dalam skenario cinta satu malam seperti di drama? Ratna segera mengintip ke balik selimut. Dia mengerang pelan begitu menyadari tubuh bagian bawahnya tak tertutup celana.
Wanita itu berusaha mencari-cari pakaiannya, tetapi tidak berhasil. Tatapan Ratna jatuh pada satu-satunya pilihan yang tersaji. Ratna segera memakai celana cargo selutut, terpaksa. Dari modelnya, ini jelas pakaian laki-laki.
Berpakaian lengkap membuat rasa aman Ratna perlahan timbul. Ratna pun mulai menjelajah ruangan. Dia mencari petunjuk dan berusaha memunculkan ingatannya yang berserakan. Dari pigura yang berada di meja kecil samping tempat tidur, Ratna akhirnya mengetahui siapa pemilik asli kamar ini.
"Cakra?" ucap Ratna kebingungan.
Ratna langsung berpikiran yang tidak-tidak. Dia gugup. Kalau begitu, apakah Cakra melihatnya tidur tanpa celana?
Ketukan ringan di pintu menarik perhatian Ratna. Wanita itu segera mengembalikan bingkai berisi potret Cakra dan Raga kembali di tempatnya semula. Daun pintu mengayun terbuka bertepatan dengan Ratna menoleh ke arah sana.
"Kirain belum bangun," sapa Cakra. Kepalanya melongok dari celah pintu. "Gimana? Masih pusing? Mau sarapan di kamar atau di meja makan?"
"Kok, aku bisa tidur di sini?"
Cakra berkedip dua kali, lalu memilih bersandar di kosen dan mendorong daun pintu lebih lebar. "Kamu mabuk di Cats Pajamas. Bartendernya telepon aku pakai HP kamu. Jadi, aku jemput aja."
Ratna mengusap tengkuk kikuk. Pertanyaan demi pertanyaan bermunculan. "Kenapa harus telepon kamu? Terus, kenapa kamu nggak antar aku pulang aja? Semalam aku lakuin sesuatu yang aneh, nggak?"
"Bartender bilang, kamu sendiri yang suruh dia hubungi nomor aku. Selama di mobil kamu juga curhat sambil panggil-panggil namaku. Aku punya alasan buat bawa kamu ke sini, bukan antar ke apartemen.” Cakra mengusap tengkuk. “Semalam aku ninggalin Raga sendirian waktu lagi jemput kamu. Aku jadi harus buru-buru pulang ke rumah."
"Pertanyaan terakhir aku," pinta Ratna mendesak. Wajahnya memerah hingga leher akibat kepalang malu. "Aku … nggak … you know … maksudnya … kita …."
Kuluman senyum Cakra berubah. Pria itu malah tertawa. Dia sangat mengerti perasaan Ratna. Sayangnya, penampilan acak-acakan Ratna yang ditunjang oleh sikap salah tingkahnya justru menyentuh sisi lembut di hati Cakra.
"Kita nggak tidur bareng, Na. Semalam aku tidur di kamar Raga," balas Cakra.
Mulut Ratna terbuka tanpa mengeluarkan suara. Dia mengangguk-angguk lega. Dari pesona yang selama ini Cakra tunjukkan, Ratna meyakini Cakra bukanlah tipe cowok berengsek yang suka menyentuh tubuh wanita mabuk.
"Lain kali, kalau mau minum, kamu harus bareng aku." Cakra tersenyum penuh arti. "Ini sudah kedua kalinya aku lihat aksi striptis kamu. Semalam bahkan kamu minta tolong aku untuk bukain celana. Aku nggak bisa bayangin kalau kamu begitu sama sembarang orang."
"Serius?" Ratna tercengang.
Cakra mengangguk meyakinkan bahwa Ratna tidak salah dengar. Cakra pun menceritakan kebiasaan buruk Ratna yang suka merasa kepanasan tiap habis minum. Kali ini tidak ada yang Cakra tutupi. Pria itu menceritakan kisah dua malam berbeda yang dia lalui bersama Ratna.
"Oh my God! I am so sorry!" pekik Ratna. Dia ingin mengubur wajah saking malunya menatap Cakra. "Aku nggak tahu kalau aku suka begitu pas mabuk. Aku newbie banget. Selama ini aku juga selalu minum sendiri, jadi nggak ada saksi mata yang kasih tahu kelakuan anehku itu."
Tatapan Cakra melembut. Kian hari dia bisa melihat Ratna dengan lebih jelas. Rupanya butuh waktu dan usaha yang tak mudah untuk membuka pesona diri Ratna lapis demi lapis.
"Nggak apa-apa," ucap Cakra menenangkan.
Ratna tersenyum tipis. “Terima kasih sudah jemput …,” Ratna memalingkan wajah sebab malu, “dan jagain aku.”
Cakra meninju pipi bagian dalamnya dengan lidah. Dia tidak bisa mengakui kelakuan bejatnya semalam. Cakra memang tidak menyentuh Ratna di dunia nyata. Akan tetapi, Cakra tak bisa menahan diri untuk melakukannya di dalam fantasi erotis yang dia ciptakan.
Ironisnya, Cakra justru merasa puas ketika melakukan hal itu sambil membayangkan Ratna. Lebih memuaskan ketimbang tubuhnya disentuh oleh wanita bayaran. Cakra mengira rasa puasnya melambung karena sudah lama tidak menyalurkan hasratnya. Di saat gelombang gairah mulai menyurut, Cakra justru merasa dirinya sangat kotor. Bisa-bisanya dia menyetubuhi Ratna, temannya sendiri, orang yang ingin dia lindungi, tanpa izin.
"Kalau gitu, aku mau pulang," ujar Ratna memecah keheningan yang menyesakkan.
"Makan dulu," sahut Cakra cepat. Dia tak terima tamunya akan minggat begitu saja. "Baju kamu baru aku cuci. Raga juga sudah nungguin kamu di meja makan." Cakra menjentikkan jarinya seakan teringat sesuatu. "Juga … aku mau dengar penjelasan kamu. Semalam kamu mengoceh nggak jelas sebut-sebut nama aku, Dewa, dan Haiyan. Aku masih kurang paham masalahnya."
"Harus hari ini banget?" Ratna mengeluh. Dia tidak bisa berlama-lama menatap wajah Cakra.
"Harus," ucap Cakra tak menerima penolakan. "Mumpung ini hari Sabtu dan kamu libur, Na. Aku juga nggak ada jadwal ketemu klien. I am all yours."
Kalimat terakhir Cakra membuat rasa jengah Ratna menjadi-jadi. Seakan belum cukup, Cakra menahan Ratna di kamar sampai dia menyodorkan jaket bertudung padanya.
"Kausku yang kamu pakai tipis. Jadi ada bayang-bayangnya. Pakai hoodie aku biar aman, seenggaknya sampai bra kamu kering."
"Kamu cuciin bra aku?" Ratna berseru terkejut.
Cakra mengangguk. Mata bulatnya membalas tatapan horor Ratna. Apa yang salah dari itu?
"Aku cuci pakai tangan, kok. Pakai sabun khusus juga. Tenang aja, bra kamu nggak bakal rusak.”
Oh, Tuhan! Ratna ingin menghilang ditelan bumi saja kalau begini.
***
Cakra, kok, bisa tahu cara mencuci bra yang baik dan benar? Kamu bisa, nggak? 😏
Jangan lupa like dan komen, ya!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top