Part 21
Mumpung lagi bagus mood-nya, aku mau bagi-bagi lagi! FYI, kebahagiaan kemarin hanya sementara, ya. Hahaha.
Oiya, sejauh ini ya, konflik apa saja yang menurut kalian belum terjawab di parts sebelumnya?
Selamat membaca!
"Cu-ci ca-but."
Meskipun pelafalan Joon belum jelas, Gayoung paham, anaknya sedang berusaha menuangkan kegiatannya dalam kata-kata. Gayoung pun harus memberikan contoh bagaimana berbicara yang baik dan memperkaya kosakata anak laki-lakinya itu.
"Iya, biar rambut Joon bersih."
Selama musim panas, Gayoung membiasakan Joon untuk mencuci rambut setiap hari. Anak itu mungkin terbiasa menurut pada neneknya. Jadi, ia sama sekali tidak berontak saat Gayoung mencuci rambutnya. Bahkan, kelopak matanya terlihat berat, beberapa kali ia terpejam.
"Papa!"
"Habis mandi main dengan Papa," ucap Gayoung menenangkan. Setiap harinya, Joon selalu mencari ayahnya untuk mengajak bermain. Tak bisa dipungkiri kalau sosok Chanyeol sangat menarik untuk bocah itu. Terkadang, pria itu juga tak segan mengajak Joon mandi bersamanya di bathub.
"Papa!" teriak Joon dengan tangan kanan yang berusaha menggapai sesuatu.
"Iya‒ "
Hampir Gayoung terlonjak melihat ke arah pintu, di mana seorang pria yang mengenakan kaos hitam polos dan celana kargo sedengkul bersandar dengan senyum smirk-nya. Pantas saja anaknya menyebut-nyebut 'Papa'.
Sembari mengelus dada, Gayoung mulai bicara, "Kau membuatku jantungan."
"Janganlah, yeobo, siapa yang bergantian mencuci rambut Joon nanti?" goda Chanyeol yang lantas berjalan santai menghampiri mereka.
"Hi...hi..." yang terkikik justru Joon.
Sebelum membilas rambut Joon, Gayoung menoleh lagi ke arah suaminya. Sekedar memastikan keberadaan pria itu.
"Kau tadi tidak menyahut dan aku dengar suara shower menyala. Kupikir kau membiarkan Joon sendirian saat mandi. Makanya aku masuk," jelas pria itu tanpa ditanya. Sedekat apapun mereka sekarang, Chanyeol tetap menghargai privasi wanita itu.
Gayoung mengangguk mengerti. Meskipun, mulai saat itu, ia pasti akan menyerahkan Joon pada Chanyeol sebelum mandi kalau anak mereka sudah bangun. Joon mulai masuk fase aktif-aktifnya. Senang memegang barang dan memasukkan apapun ke dalam mulut. Kalau dibiarkan sendirian bisa bahaya.
Drt... Drt... Drt ....
"Sebentar, ada Eomma," ujar Chanyeol saat membaca nama yang tertera di ponselnya. Pria itu mengangkat telepon, menjauh, tapi masih di dalam kamar Gayoung.
Meski kedua tangannya sibuk mengeringkan rambut Joon, Gayoung sesekali mengamati pria yang sama sekali tak beranjak dari kamar tidurnya.
"Papa! Papa! Mau main," teriak Joon lagi ketika Gayoung melilitkan handuk di tubuh bocah itu. Seperti biasanya, Gayoung membereskan kamar mandi. Ini menjadi kesempatan Joon untuk kabur. Secepat kilat, tubuh mungil itu berlari menuju sofa, tempat ayahnya duduk.
"Papa! Baju. Pa-kai baju," ucap Joon yang ternyata meminta bantuan ayahnya untuk mengenakan pakaian.
Walaupun mulutnya menjawab beberapa pertanyaan dari Eomma, tetap saja perhatian Chanyeol tersita pada Joon.
"Joon, jangan ganggu Papa, ya, sayang. Ayo pakai baju," ujar Gayoung saat menyadari tingkah anaknya. Buru-buru ia menjauhkan Joon dari Chanyeol dan mempersilakan pria itu melanjutkan percakapannya.
"Huuu... Papa," rengek Joon lagi meski Gayoung membawa Joon pergi agar tidak kebanyakan tingkah. Tidak biasanya bocah itu merajuk saat diingatkan.
"Sama Papa! Sama Papa!"
Dalam-dalam, Gayoung menarik napas dan menahan beberapa detik sebelum dihembuskannya lagi perlahan. Ini adalah caranya untuk menahan emosi saat Joon sedang tantrum. Kemudian, telunjuknya mengarah ke pintu sembari berujar hampir tak bersuara, "Sunbae di luar saja, ya. Joon cari perhatian."
***
"Gayoung-ah, Eomma ingin bertemu."
Refleks, Gayoung menghela napas. Ini yang selalu ia khawatirkan. Intervensi Chanyeol yang terlalu jauh dan akan membuat mereka kehilangan batasan.
"Kau bilang apa?"
"Eomma tak sengaja mendengar suara kalian. Tak butuh waktu lama untuk menyadari keberadaanmu dan dugaannya soal Joon. Meskipun aku mengelak, Eomma ingin menemuimu."
Pandangan Gayoung berubah nyalang, ia menggeleng dengan raut kecewa.
"Kemarin teman-temanmu, sekarang Eomma. Besok siapa? Sunbae, kita tidak di tahap untuk mempublikasikan hubungan kita pada khalayak. Sekali lagi aku ingatkan, kita sudah mau bercerai."
"Ini Eomma-ku."
"Aku tahu. Orang tuaku saja tidak tahu keputusan nekatku tinggal bersamamu. Mereka bisa kecewa, tapi tolong jangan kau perparah dengan memberitahukan yang lain."
"Gayoung-ah, aku serius tentang ajakan untuk merawat Joon bersama-sama."
Kata-kata Sehun sebelumnya terdengar nyata saat terucap dari bibir Gayoung, "I know, Joon is very important for us. He is changing everything. Termasuk membuatmu memenjarakanku di rumah ini."
"..."
"Aku minta, hentikan keterbukaanmu soal kami. Atau, aku akan pergi sekarang juga tanpa peduli keributan apa yang akan kita buat di meja hijau nanti."
Chanyeol menggaruk kepala frustasi. Belum sepatah kata pun bisa diucapkan sebagai pembelaan, tapi Gayoung sudah bicara tanpa henti.
"Ini bukan permintaan tambahan dan harusnya tidak sulit. Kau ingat kesepakatan kita 'kan?"
Manik mata Chanyeol menatap Gayoung lembut. Pria itu mengangkat kedua tangannya.
"Oke untuk tidak ada lagi orang lain, tapi aku mohon untuk orang tuaku. Mereka berhak tahu keberadaan cucunya. Eomma ... butuh semangat hidup dan aku yakin, Joon bisa memberikannya."
Ya, Gayoung sadar tujuan ini jauh lebih mulia, bahkan dibanding memberi tahu Nollaun Namja sekalipun. Namun, sikap Chanyeol sebelumnya sudah membuat Gayoung terancam.
"Pa-pa hiks... hiks..."
Untuk kesekian kalinya rengekan Joon menginterupsi mereka. Ia menghampiri Chanyeol dan memeluk kaki pria itu. Matanya merah dan air mata jatuh dari pelupuk matanya. Anak itu iba melihat ayahnya yang memohon.
Pemandangan ini mengusik naluri Gayoung. Ia sudah seperti nenek sihir di cerita dongeng.
"Kita bicara lagi nanti. Joon tidak bisa dengar pembicaraan kita yang seperti ini. Aku mau ke taman dan jangan ikut! Aku muak melihat wajah Sunbae!"
Tak ada perlawanan yang Chanyeol berikan. Memang ia yang mencari gara-gara dengan tiba-tiba mengajak Gayoung muncul bersama dan ini adalah konsekuensinya.
***
Ting tong... ting tong....
"Iya, sebentar," tanpa memeriksa layar, Gayoung bergegas berlari membuka pagar. Tak mungkin Chanyeol sudah pulang karena pria itu baru meninggalkan rumah dengan alasan cari angin. Lagi pula, pria itu tidak mungkin lupa password rumahnya. Pilihan terakhir jatuh pada delivery pizza yang akan menjadi kudapan mereka siang ini.
"Surprise!"
Terdengar suara renyah wanita dan anak kecil yang berusaha menirukan.
Gayoung mematung,"Sun-bae."
"Kau? Kenapa di sini?" nada bicara tamu tersebut berubah tidak bersahabat.
Wanita itu mengamati Gayoung dari ujung kepala sampai kaki dan mengakhirinya dengan senyum culas.
"Di mana Chanyeol?"
"Sunbae sedang pergi. Ada pesan?"
"Eomma," rengekan anak kecil yang Gayoung kenali sebagai Hanbin, mengalihkan pandangan wanita tersebut sejenak. Tak lama ia kembali menatap Gayoung.
"Oooh. Tidak. Bisa kita bicara?"
Gayoung punya firasat wanita ini akan mencecarnya dan ia tak punya waktu untuk itu.
"Maaf. Banyak yang harus kuselesaikan," tolak Gayoung tegas.
"Sombong sekali kau dengan seniormu. Sudah lama kita tidak bertemu dan berbincang-bincang. Hanya bicara sebentar tentu bisa 'kan?"
"..."
"Chan tidak akan keberatan kau menerimaku sebagai tamu di sini. Aku sudah sering berkunjung. Rumah ini seperti rumah keduaku," terang Jiwon. Sebelum Gayoung tinggal bersamanya, Chanyeol memang rutin bertemu dengan Jiwon dan anaknya.
Kedatangan Jiwon bukan masalah untuk Chanyeol, tapi Gayoung tak mau absen mengawasi Joon, hanya untuk meladeni wanita itu.
"Ma‒ "
Ucapan Gayoung terpotong, Jiwon tak menggubris dan justru menggandeng Hanbin masuk tanpa izin. Gayoung memejam dan menggeram sejenak, melepas kekesalan.
"Asisten rumah tangga Sunbae tidak datang jadi rumahnya masih berantakan. Bisa kita bicara di luar saja?"
"Kupikir kau asisten barunya. Aku suka suasana halaman samping. Tidak ada masalah."
Masih memendam kekesalannya, Gayoung mengikuti langkah wanita itu menuju kanopi.
Mungkin pernyataan Jiwon sebelumnya soal sering mengunjungi tempat ini benar. Karena saat Gayoung kembali dari mengambil minum, Hanbin terlihat familier berlarian di taman. Bahkan, ia mengenali ayunan kayu yang baru dipasang untuk Joon.
"Bibi, kenapa Bibi ada di rumah Appa?"
Gayoung tersenyum menanggapi pertanyaan polos Hanbin, "Appa-mu sedang pergi. Ia menitipkan rumahnya pada Bibi."
"Sepertinya itu jawaban jujur," sindir Jiwon sebelum meminta Hanbin bermain di ayunan.
Wanita itu duduk dan memulai percakapan dengan basa-basi. Dari teman-teman mereka sampai bisnis yang digelutinya belakangan. Sebagai bentuk sopan-santun, Gayoung menyajikan dua gelas minuman untuk kedua tamunya.
"Sejak kapan kau menarik kata-katamu?"
Gayoung menatap Jiwon malas, ia paham arah pembicaraan Jiwon.
"Aku tidak pernah menarik kata-kataku. Kalau soal Chanyeol Sunbae, ada urusan yang harus kami selesaikan."
"Apa?"
"Bukan konsumsimu."
Gelegar tawa lolos dari bibir Jiwon. Mengingatkan Gayoung pada kejadian hampir tiga tahun silam.
Merasa informasi Jingo Ada benarnya, Jiwon semakin yakin untuk mempertahankan posisinya, "Mungkin Chanyeol belum mengatakan. Hubunganku dan Chanyeol cukup serius untuk tidak merahasiakan apapun satu sama lain."
Rasanya sulit bagi Gayoung untuk menghormati seniornya ini. Tidak rasional dan menangnya sendiri. Kalau mereka benar-benar terbuka, wanita itu tak perlu memaksa Gayoung menjelaskan. Sekarang, Gayoung bisa menilai seburuk apa imajinasi wanita itu. Bahkan, terlintas jika wanita itu hanya bersikap seolah-olah Chanyeol yang menghamilinya dulu.
"Silakan saja kautanya Sunbae langsung."
"Baiklah, aku tidak mau tahu. Tapi aku minta dengan hormat, segera pergi dari rumah ini. Apa kata orang kautinggal dengan calon suami orang?" nyinyir Jiwon yang tentu membuat telinga Gayoung risih.
"Tanpa kauminta."
Jiwon tak melanjutkan kata-katanya dan memanggil Hanbin pulang. Di luar dugaan, Hanbin berlari sambil terisak, "Eomma... Itu anak di taman."
Refleks, Gayoung dan Jiwon menoleh mendapati Joon dengan mainan truknya menatap bingung. Padahal, Gayoung sudah menutup kamar dan membiarkan Joon bermain sendiri. Ia tahu, kalau Joon mulai belajar membuka pintu, tapi tentu tidak secepat ini.
"Eomma...."
Kini, terdengar jelas napas Jiwon memburu dan matanya membulat sempurna akibat keberadaan Joon.
"Dasar jalang kau!" teriak Jiwon sembari menyiramkan minuman di atas meja. Belum puas. Lantas, ia menampar pipi Gayoung. Tak sempat menangkis, Gayoung hanya memegangi pipinya yang memerah.
"Berani-beraninya kalian mengganggu kehidupan Chanyeol lagi. Kau sudah menyerahkan Chanyeol padaku. Jangan ambil dia lagi! Mengerti?"
Gayoung menatap Jiwon tak terima. Jiwon boleh menginjak harga dirinya selama ini, tapi tidak di hadapan putranya. Sebelum membalas tamparan Jiwon, ia melihat wajah anaknya. Mata Joon berkaca-kaca saking sedihnya.
"Eomma, kenapa Bibi yang disiram. Anak itu yang nakal," ujar Hanbin menunjuk-nunjuk Joon.
"Huaaa... huaaaa.... Eommaaaa," tangis Joon sudah tak terbendung. Mana mungkin Gayoung bisa meluapkan emosinya lagi setelah Joon terisak. Anak itu pasti ketakutan melihat pertengkaran mereka dan ia hanya perlu mengakhiri.
"Puas? Sekarang kau pergi dari rumah ini atau kuusir dengan cara kasar!" hardik Gayoung tanpa melepaskan tatapan nyalangnya.
"Harusnya kalian yang pergi! Kau menggoda calon suamiku."
Melihat Joon yang masih berusaha meraihnya, Gayoung menggendong Joon dan satu tangannya mengusap punggung anak itu. Egonya benar-benar terusik.
Ia berucap tenang,"Maaf, aku masih istri sah pemilik rumah ini. Kalau kau tidak pergi sekarang, aku panggil security."
"Bu-kan-nya?" ucap Jiwon terbata.
"Tidak bukan-bukan. Perceraian kami belum selesai. Ya, mungkin Tuhan memang ingin kami bersama. Lagi pula, kau bisa lihat anak siapa yang bersamaku. Aku kasihan saja kalau Sunbae menikah dengan wanita licik sepertimu," tutur Gayoung dengan sinis. Kalau Jiwon macam-macam, ia bisa lebih jahat pada wanita itu. Sekalipun ada Hanbin di sana.
"Tidak mungkin ...."
Senyuman angkuh tergambar di wajah Gayoung. Ia ingin mengenyahkan wanita itu sekarang juga, "Terserah saja."
Jiwon tampak kesal. Wanita itu meremas ujung blus merah jambu yang dikenakan.
"Akan kupastikan Chanyeol mengusir kalian nanti."
***
Suami Tampan
Kenapa ponselmu mati?
Suami Tampan
Gayoung-ah, aku mohon, bertemu dengan Eomma saja sebentar.
Hanya Eomma tanpa yang lain.
Suami Tampan
Aku akan membawa Eomma sekarang.
Sedari tadi panggilan Chanyeol tidak terjawab dan pesannya tak terbalas. Namun, ia nekat membawa Eomma ke rumah. Eomma ternyata sudah berada di apartemen Haejin mulai kemarin karena sebelum menghubungi Chanyeol, kabar angin soal Gayoung yang tinggal bersama putranya sudah sampai ke telinga beliau.
"Jadi, mana menantu Eomma?"
"Eomma tunggu sebentar. Sepertinya Gayoung sedang pergi."
Ting tong ting tong.
Chanyeol memeriksa intercom dan sedikit panik mendapati wajah Jiwon terpampang di layar. Segera ia mempersilakan Eomma duduk di ruang tengah sementara ia berlari ke pagar.
"Ada apa?"
"Seperti itu caramu menyapa setelah lama tidak menemuiku?"
Chanyeol menggigit bibir bawahnya, "Tidak biasanya."
"Bukan ada yang sedang kau sembunyikan? Ponselku tadi tertinggal di meja halaman. Boleh masuk?"
Chanyeol mengiyakan walaupun otaknya sibuk menerka. Jiwon baru saja berkunjung dan pasti bertemu Gayoung. Tidak mungkin ada orang lain yang menjamunya.
"Dengan Gayoung tadi?"
Jiwon tidak menoleh ataupun menjawab, ia tetap berjalan ke arah halaman.
"Apa yang kalian bicarakan?"
Setelah mengambil ponsel, baru Jiwon menanggapi, "Tidak penting."
Jawaban Jiwon justru membuat Chanyeol curiga, pembicaraan mereka cukup serius. Sebaik apapun Jiwon, jika hal itu tidak berkenan untuknya, ia tak mau tahu.
"Apa ia mengatakan kalau akan pergi?"
Meskipun kesal, pertanyaan Chanyeol tak lepas dari nama Gayoung, senyum Jiwon terkembang, ia merasa berhasil. Semudah itu mengenyahkan Gayoung dari hidup Chanyeol lagi.
"Kenapa kau tiba-tiba tersenyum? Kau tidak bicara macam-macam 'kan?" tanya Chanyeol tidak percaya.
Reaksi Chanyeol membuat Jiwon merasa perlu membela diri lagi, "Tentu tidak. Justru, ia yang mengusirku. Tanya Hanbin kalau tidak percaya. Harusnya, kau menjelaskan kenapa ada dia di sini, bukan sebaliknya. Hanbin sampai melihatnya, kau tahu 'kan kalau Hanbin menganggapmu sebagai Appa-nya?"
"Gayoung tak akan seperti itu. Dan, apa salahnya Hanbin bertemu Gayoung?"
"Kau 'appa'-nya Chan."
Sampai sekarang pun, Chanyeol tak merasa ada yang salah dari pertemuan Chanyeol dan Hanbin. Namun, ia mengerti mengapa Jiwon menganggapnya masalah. Jiwon menuntut lebih dan mungkin juga Hanbin. Menjadi Appa dalam arti sebenarnya.
"Soal itu, aku tidak keberatan menjadi Hanbin Appa tapi‒ "
Tanpa membiarkan Chanyeol melanjutkan kata-katanya, Jiwon mendekat. Ia mencondongkan kepalanya hingga bibirnya hanya berjarak beberapa jengkal dari milik Chanyeol.
Dengan penuh kesadaran, Chanyeol mendorong tubuh Jiwon menjauh.
"Kenapa?"
"..."
"Chan..."
"Maaf."
"Lantas, apa arti hubungan kita selama ini?"
Chanyeol tak bisa menatap mata Jiwon, "Kita memang dekati‒ "
Raut wajah Jiwon tampak kecewa, hatinya sakit. Ia merasa Chanyeol sudah tak lagi di pihaknya, "Jangan katakan apapun sekarang! Aku tidak mau dengar."
Wanita itu segera berlari meninggalkan Chanyeol, tanpa menoleh lagi ke belakang. Chanyeol merasa serba salah. Di satu sisi, Gayoung dan Joon sangat berarti untuknya, tetapi ia sudah memberikan harapan besar pada Jiwon dan Hanbin.
Pria itu menarik napas panjang sebelum memutuskan berlari menyusul Jiwon. Ia merasa perlu, setidaknya, menenangkan wanita itu.
"Berhenti!"
Sontak Chanyeol menoleh ke asal suara, dan mendapati sosok yang dikenalnya.
"Eomma...."
"Biarkan Jiwon! Bukan kewajibanmu menjaga Jiwon dan anaknya," tegas Eomma. Sudah cukup ia mendengar beberapa kalimat yang dilontarkan Jiwon.
"..."
"Mungkin Eomma terlambat. Tapi, Eomma mengerti alasan Gayoung bersamamu dan Eomma minta, prioritaskan keluargamu."
"Keluargamu saja. Cukup," tegas Eomma penuh penekanan.
Langkah kaki Chanyeol menjadi berat. Tidak ada yang salah dari ucapan Eomma. Bukannya egois, ia hanya bertanggung jawab terhadap apa yang seharusnya. Gayoung dan Joon.
Eomma melangkah maju ke jalan setapak, memeluk putra bungsunya, "Sudah berapa bulan usia cucuku?"
Tanpa bisa dibendung, air mata Chanyeol jatuh. Ada rasa bersalah yang mengoyak hatinya.
"Eomma... Maaf, kami baru tahu soal Joon. Aku berniat membicarakan ini baik-baik."
Hanya mendengar pengakuan Chanyeol pun, Eomma sudah bahagia. Doanya selama ini terwujud, "Jadi namanya Joon?"
Chanyeol mengangguk pasti. Ia belum membicarakan apapun soal Joon pada Eomma. Awalnya, ia hanya ingin mendekatkan Eomma pada Gayoung, hingga wanita itu mau menunjukkan Joon pada Eomma, tapi entah bagaimana Eomma bisa tahu. Kini, ia harus melangkah lebih jauh. Meminta izin Gayoung sekali lagi untuk membiarkan Eomma bertemu Joon.
***
Sudah setengah hari Eomma berada di rumah Chanyeol. Memasak beberapa kudapan tradisional karena rumah sudah rapi dan seporsi pasta juga pizza tersaji di kitchen island. Namun, belum sedikit pun tersentuh.
"Eomma coba, ya, pizza-nya."
"Ya."
Eomma membuka kotak pizza dan mencicipi makanan tersebut. Mereka belum makan semenjak tiba.
"Apa setiap hari kalian delivery makanan? Gayoung tak pernah memasak?"
Chanyeol menggeleng. Pria itu menarik kursi dan duduk di samping ibunya. Dengan wajah berbinar, ia mulai bercerita, "Sebenarnya sangat jarang kami memesan makanan. Meskipun, Gayoung hanya memasak yang simple. Ia harus membuat menu terpisah untuk Joon. Aku kadang memasak sendiri kalau asisten kamu tidak ada. Gayoung sering beralasan lupa dengan resep masakan tradisional. Masa dia lupa cara memasak kimchi? Aku tidak tahu apa saja yang dimakannya di Toulouse. Weekend kemarin, ia sempat membuat seolleongtang dan bisa-bisanya ia gagal. Sungguh tak ada kemajuan."
Eomma tertawa, tetapi dalam hati ia tersenyum lega. Chanyeol kembali lebih ceria dan anaknya punya tempat untuk pulang selain dirinya sekarang.
"Nanti, Eomma ajarkan. Lagi pula, bukankah sandwich dan pastanya enak?"
"Ya. Begitulah. Kami sekeluarga sudah seperti tinggal di Eropa saja setiap hari."
Mendengar kata keluarga, mengingatkan Eomma soal keberadaan Gayoung dan cucunya, "Mereka di mana, ya? Masih tidak bisa dihubungi?"
Sebenarnya Chanyeol tak mau ambil pusing. Ia tak ingin berprasangka yang tidak-tidak. Istri dan anaknya pasti pulang.
Meskipun, pikirannya sering tak sejalan. Pertengkaran pagi tadi dan kehadiran Jiwon menjadi faktornya. Belum lagi, ponsel wanita itu yang tak bisa dihubungi. Hampir tidak pernah, Gayoung membiarkan ponselnya kehabisan baterai di luar rumah. Chanyeol mengingat dengan baik kebiasaan istrinya.
"Bukan Eomma berburuk sangka. Tapi, apa Jiwon tak berkata macam-macam?"
Chanyeol tak sampai hati untuk menganggap Jiwon berbohong. Ia sudah menanyakan ini pada Jiwon meski wanita itu berkata sebaliknya.
"Semoga menantu Eomma memang hanya pergi sebentar, tapi bukankah kau punya kamera CCTV, coba periksa apa ada yang aneh."
Sebelumnya, sama sekali tak terbesit untuk memeriksa video yang disimpan dari kamera tersebut. Tanpa menunda, segera ia menjalankan perintah Eomma. Belum menemukan wajah yang dicari, pandangan Chanyeol tersita pada rekaman di halaman, terpampang dua wanita yang dikenali sampai insiden penyiraman yang dilakukan Jiwon. Sayangnya, suara rekaman tidak terlalu jelas. Yang membuatnya tercengang, ada Joon tersorot kamera. Eomma hanya bisa mengelus dada. Kemudian, keduanya saling melempar pandang.
Dugaan mereka diperjelas oleh rekaman kamera pagar di mana Gayoung dan Joon menaiki mobil SUV berwarna hitam metalik.
"Kenapa Jiwon bisa‒ "
"Kau kenal mobil itu?" potong Eomma, yang lebih fokus bagaimana bisa menemukan Gayoung.
Chanyeol mengusap wajah dengan satu tangan, sementara tangan lainnya mengambil ponsel di saku celana.
"Itu Jaemin. Adik Gayoung. Aku akan menghubunginya."
Sama halnya dengan Gayoung, tak ada panggilan yang terjawab. Kepala Chanyeol semakin pening.
Merespon anaknya, Eomma berujar, "Bisa Eomma simpulkan kalau Gayoung meninggalkanmu karena perilaku Jiwon?"
Entah Chanyeol yang bersikap denial untuk sekian lama, tapi Jiwon tak sejahat itu. Di matanya, justru Gayoung yang suka mengambil keputusan sepihak.
"Eomma harap, ia tidak meninggalkanmu untuk kedua kalinya."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top