Part 20
Ini panjang gaes jadi siapin Popcorn ya! Oiya, kalau nemu plotholes atau sesuatu yang aneh, please kindly komen atau DM. Mau komen yang lain juga boleh. Hope you enjoy!
Sudah beberapa pekan Jingo tak mengunjungi Visio. Waktu yang cukup untuknya menyelesaikan skripsi, seperti kata Park Chanyeol. Jika tak ada perubahan jadwal, ia sudah bisa melaksanakan seminar sebulan dari sekarang. Belum apa-apa, tapi Jingo sudah punya deretan ucapan terima kasih untuk kesempatan yang diberikan tuannya.
Beberapa hari lalu, Taeyong‒pengampu posisi Chanyeol sebelumnya‒ memintanya datang, untuk mengikuti seleksi pegawai tetap.
Meskipun ada rasa minder dengan pendidikannya yang belum selesai, dukungan dari Chanyeol dan Jiwon menguatkan tekadnya.
Sampai sekarang, pria itu masih intens berkomunikasi dengan Chanyeol dan Jiwon. Bahkan, saat diberikan waktu libur, ia tetap menyempatkan diri untuk mengantar jemput Jiwon dan anaknya. Hanya Chanyeol yang belum sempat ditemui.
Seolah bersambut, tepat saat itu juga, ia melihat Mercedes Benz berwarna akromatik berhenti di lobby gedung, tak jauh dari tempatnya berada. Sosok pria dengan setelan lengkap yang dikenali, kemudian turun dari pintu penumpang.
Kening Jingo berkerut, rasa ingin tahunya menggiring untuk melihat lebih dekat wajah yang duduk di tempatnya. Terus terang saja, ada rasa khawatir kalau saja posisinya sudah terganti.
"Jangan ngebut, tapi jangan seperti kura-kura juga."
Kini, ia bisa mendengar jelas ucapan Chanyeol. Tanpa ragu, ia melangkah maju dan berdiri di balik pilar agar tak kentara.
"Apa kutunggu saja?" jawab seorang perempuan yang belum pernah ditemui sebelumnya.
"Tidak. Tidak. Kau harus pastikan semua siap sebelum aku tiba."
Jika dilihat dari penampilan dan cara bicaranya, tidak mungkin kalau wanita itu adalah pengganti Jingo. Seingatnya, tuannya hanya memiliki satu saudara perempuan. Itu juga, sudah menjadi biarawati. Lalu, siapa wanita itu?
"Awas saja kalau kau pulang terlambat. Aku duluan!" pamit wanita itu yang semakin membuat Jingo tercengang.
Pria itu membatin, "Tidak ada wanita mana pun yang bisa sedekat itu selain Nyonya Kim."
Lambaian singkat mengakhiri percakapan kedua manusia itu, sekaligus menyadarkan Jingo kalau ia harus segera menghubungi nyonyanya.
***
Seperti janji sebelumnya, Gayoung yang menyiapkan acara Chanyeol. Meskipun banyak omelan yang dikeluarkan, Gayoung bersedia membelanjakan kebutuhan rumah bersama Chanyeol. Namun, sore ini, pria itu belum juga sampai di rumah. Tadi, Gayoung mengantarnya ke gedung Visio karena masih ada meeting yang harus dihadiri. Lantas, Gayoung diminta pulang duluan untuk memastikan semua sudah siap.
Sesuai catatan yang Gayoung berikan, halaman sudah disulap sedemikian rupa, berhias lampu-lampu neon dengan pemanggang berukuran sedang di salah satu sudutnya. Beberapa kursi lipat dibuka dan diletakkan tak jauh dari bangku kayu, dekat ayunan, dan tak jauh dari spot memasak.
"Wah, hari ini istriku cantik sekali. Itu bukannya apron hadiah dariku," sapa Chanyeol yang baru tiba ‒sudah berganti pakaian santai setelah naik kendaraan umum. Ia tak suka mengenakan kemeja formal saat berdesak-desakan. Sekalipun ber-AC, rasanya gerah.
Gayoung sontak memperhatikan apron yang ia kenakan. Menyesal menggunakan benda yang harusnya hanya menjadi pajangan dapur.
"Istri! Istri! Ingat, ya, minggu depan sidang perceraian kita," bantah Gayoung sembari melepaskan apronnya. Kebetulan, ia sudah selesai menyiapkan side dish.
Chanyeol mencoba tak acuh saat Gayoung mulai mengutarakan kata keramatnya.
"Sekarang kau memang masih istriku 'kan? Aku belum tanya, bagaimana rasanya menjadi istri seorang CEO tampan dan ibu dari anak pria tersebut?" tanya Chanyeol bergaya bak infotainment.
Gayoung menatap pria itu sengit.
"Melelahkan dan cukup sekali."
Chanyeol menjulurkan lidah, ia yakin Gayoung malu mengakui perasaan sebenarnya. Jadi, jangan salahkan pria itu kalau ia berani menggoda, "Sekali dan selamanya."
"Ini belum semua tugas ibu rumah tangga kuserahkan padamu. Aku tidak memintamu menyiapkan baju kerjaku, merapikan ranjangku, atau mengurus acara peringatan keluarga. Sudah mengeluh?"
Gayoung menarik kursi kosong di hadapan Chanyeol dan duduk. Tak tahan untuk menanggapi, "Tentu. Aku tamu, bukan nyonya rumah ini. Kau harus memilih istri yang bisa memenuhi semua kebutuhan yang kau sebutkan nanti setelah kita bercerai."
Well, kata cerai sekali lagi membuat telinganya gatal. Ia memang harus benar-benar mengakhirinya. Sembari menarik poni ke belakang hingga terlihat sedikit lebih seksi, Chanyeol berseloroh, "Aku sudah dapat."
"Oh, ya?"
Ada nada kecewa dalam ucapan Gayoung.
Chanyeol menatap Gayoung serius dan mengunci atensi wanita itu, "Jadi... aku punya penawaran bagus. Bagaimana kalau kita tidak usah berpisah? Tidak ada yang lebih pantas menjadi ibu Joon dan istriku selain ... dirimu."
"Sinting!"
Bagi Gayoung ucapan Chanyeol hanya sebuah godaan. Bisa-bisanya membicarakan pernikahan dengan serampangan. Padahal, dulu bicara soal perasaan saja, Chanyeol selalu gamang.
"Aku serius. Asal kau tahu, tidak ada yang sabar mengurus orang sepertiku."
"Minam. Kaupikir aku mau?"
Well, Minam punya peringkat teratas di kepala Gayoung sebagai wanita yang dekat dengan Chanyeol. Meskipun, tak 'kan ada apa-apanya dibandingkan dirinya sendiri.
"Setidaknya kita sudah terbiasa. Kau bahkan yang paling telaten merawatku. Penataanmu di beberapa sudut rumah juga cocok dengan seleraku."
"Itu Bibi Wang," kilah Gayoung.
Namun, pujian Chanyeol tetap membuat pipi Gayoung bersemu. Tanpa sadar, ia menatap Chanyeol sedikit lebih lama hingga pria itu menaik turunkan alisnya, menggoda.
"Ngomong-ngomong, aku kesal dengan orang sepertimu. Kau ingat 'kan tahun kemarin ada wabah. Sudah tahu punya anak kecil, kalau sampai rumah segera ganti baju. Lepaskan masker dan buang di luar. Maaf, ya, aku tidak mau punya suami tidak tahu kebersihan," ujar Gayoung menemukan objek lain. Tak terima tertangkap basah sudah memperhatikan Chanyeol.
Meskipun, itu memang concern-nya. Gayoung saja pasti mandi dan mengganti pakaian setelah bekerja atau jalan-jalan. Tentunya sebelum menangani Joon. Bukan over, ia hanya ingin menjamin kesehatan Joon. Hal ini pun sudah menjadi kesepakatan mereka. "Ceramahmu soal kebersihan. Aku suka. Kau memang generasi baru Nyonya Park!" ucap Chanyeol sembari mengacungkan jempol.
Bukan mundur, Chanyeol justru antusias, dan lama-lama Gayoung tak tahan dengan ocehan pria itu.
"Kau bicara lagi, aku lempar pisau dapur!"
"Wah, aku ralat. Kau tidak sabaran mengatasiku. Suka marah tapi tak masalah, kau masih bisa menjadi istri cerewet yang akan melindungiku."
Pria itu pura-pura takut, kemudian segera berlari ke kamar untuk menghindar dan tentunya menjalankan perintah Gayoung kalau ia tak ingin diomeli lagi soal baju kotor.
***
Tidak ada cerita Gayoung menunggu di dalam kamar. Chanyeol terlalu sering memanggilnya setiap beberapa menit. Entah menanyakan daging, bumbu, ataupun bir.
"Sudahlah, kau dan Joon di luar saja. Nanti, kalau ada yang hilang lagi bagaimana?"
"Pertama, aku bukan tukang cari-cari barang dan sudah berbaik hati menyiapkan. Kedua, kalau tidak ada yang iseng memindah, tidak mungkin daging berteleportasi. Ketiga, kami tamu, jangan suruh-suruh di waktu istirahat."
Bibir bawah Chanyeol maju, ungkapan bosan dengan ucapan Gayoung. Tiba-tiba, Chanyeol menarik Joon ke dalam gendongannya, "Kau memberi ide. Karena kalian tamu, aku harus mengajak berpesta hari ini. Mana ada tamu yang diam di dalam kamar kan."
"Papa main," ujar Joon menyela sembari menunjuk halaman yang dihiasi lampu kelap-kelip. Chanyeol menepuk tangan anaknya. Mereka selalu sehati seperti sekarang. Dengan Joon mengajaknya bermain, ia bisa menahan keduanya tetap di luar kamar.
"Turun," pinta Joon lagi.
Ekspresi putranya membuat Gayoung tak lagi mendebat Chanyeol. Pria itu menggandeng tangan Joon yang ternyata ingin berlarian di halaman. Mengejar Chanyeol dan pria itu melakukan hal serupa, sementara Gayoung menyusul dan duduk di atas ayunan memperhatikan tingkah keduanya.
"Hehehe... hahaha."
"Joon, jangan cepat-cepat! Papa lelah," ujar Chanyeol berpura-pura sambil membungkuk.
Anaknya tetap berlari dan sesekali bersembunyi dibalik Gayoung.
"Ahaha...ah... haha... hihi...."
Tawa Joon masih terdengar renyah ketika menghindari gapaian tangan Chanyeol. Padahal, papanya sudah pusing sendiri berlari-lari kecil. Ia kalah lincah dari Joon.
Chanyeol harus bersyukur saat Gayoung menangkap anak laki-lakinya dan memangku bocah itu untuk ikut naik ayunan. Setidaknya ia bisa meluruskan kakinya beberapa menit di atas rumput.
"A-cut," teriak Joon saat Gayoung mulai mengayunkan kursi. Namun, tak berselang lama, ia menikmati dan tertawa setiap ayunannya semakin kencang.
Gayoung ikut tertawa lepas, melihat reaksi buah hatinya. Begitu juga dengan Chanyeol, yang kemudian, menghadang di depan untuk memamerkan wajah konyol sampai tawa Joon terdengar semakin keras... dan bahagia..
Ting tong ting tong.
"Sepertinya mereka datang, aku bukakan pintu. Kalian di sini saja ya."
Tangan Gayoung menarik ujung baju Chanyeol, "Sunbae, apa yang harus aku jelaskan pada mereka?"
Chanyeol berjongkok menghadap wanita itu dan menatap mata hazel yang memukaunya lamat-lamat, sementara kedua tangannya menahan ayunan, "Biar jadi urusanku. Tidak usah kau jawab. Yang jelas, jangan berani-berani masuk ke kamar!"
Raut wajah Gayoung berubah serius, ia tidak siap mendengarkan pendapat orang soal posisinya, soal Joon, dan rentetan kejadian beberapa waktu terakhir sebelum ia merasakan kebahagiaan ini.
"Joon, jaga Eomma di sini. Papa mau menyambut Samcul dulu ya," tutur Chanyeol sembari mengusap ubun-ubun Joon dengan lembut.
"Tapi Sunbae...."
Chanyeol mendekatkan wajahnya sejajar wajah Gayoung, "Kau menolak lagi, aku cium sekarang."
Reflek Gayoung memundurkan wajah hingga bersandar pada kursi.
Ting tong Ting tong.
Mendengar teman-temannya yang sudah tak sabaran, Chanyeol sedikit berlari untuk membuka pagar dan mempersilakan kedua temannya masuk.
"Lama sekali kau ini, bulu kudukku sudah merinding gara-gara makhluk astral."
Sontak ia memukul lengan Baekhyun akibat ucapan yang tidak masuk akal. Mana ada makhluk astral di dekat rumahnya. Bisa-bisa, ia sudah pindah rumah.
"Kali ini, ia serius Hyung, kami mendengar tawa seorang anak dari halaman rumahmu. Mana mungkin kau menyimpan anak kecil di rumah 'kan?"
Tentu Chanyeol mengerti, suaranya dan Joon sudah memancing kesalahpahaman. Ia belum menjelaskan apapun meskipun mereka bertiga sudah berada di ruang keluarga yang hanya dibatasi oleh jendela kaca besar dengan halaman. Awalnya, kedua tamunya terpesona saat sekilas menangkap siluet halaman yang indah. Namun, tak berlangsung lama.
"Ya Tuhan! Aku yakin itu hantu yang berisik dengan anaknya tadi," teriak Baekhyun tersentak menunjuk ke arah ayunan, sementara Chanyeol mulai menahan tawa.
Sehun yang awalnya bingung, menepuk jidatnya. Kemudian, ia menarik kerah baju Baekhyun dan memutar arah pandang pria itu ke dinding di atas perapian. Dinding yang sama tempat dipasang foto pernikahan Chanyeol dan Gayoung setelah renovasi. Juga sisi yang sama tempat Gayoung menata foto-foto Joon.
Baekhyun melemparkan pandangan membunuh pada Chanyeol, kedua tangannya mendarat di pundak Chanyeol, "Tidak! Kalian rujuk? Kenapa baru bilang?"
"Oh, astaga! Benar 'kan dugaanku dulu, 'alasan'mu menikah dengan Gayoung sudah lahir?" tanya Baekhyun lagi sembari menunjuk foto Joon.
"Jangan macam-macam, anakku bukan alasan kami menikah, tapi ... mungkin karenanya kami bisa bersama sekarang."
Baekhyun menatap sahabatnya lamat-lamat, "Lalu, hari ini perayaan?"
Bola mata Chanyeol berputar sekalipun ia sudah mempersiapkan alasan. Kemudian, ia menjelaskan, "Bulan lalu kau minta kita kumpul-kumpul 'kan?"
"Alasan," bela Sehun untuk Baekhyun.
Baekhyun menatap lurus ke arah sahabatnya yang tanpa sadar kembali fokus menatap ke arah ayunan dan tersenyum. Kemudian, ia berbisik sebentar ke telinga Sehun hingga keduanya tertawa kecil.
"Jadi, sekarang bolehkah kami menyapa Chanyeol Junior?"
***
"Pokoknya, kalian bertiga harus datang ke acara pindahan rumah kami. Anak-anakku sangat menyukai Joon," tukas Jihyun pada Gayoung, ia ikut hadir menemani Kyungso.
Gayoung hanya tertawa. Kalau mereka sudah bercerai, akan aneh jika terlihat bersama bukan. Kehadiran Gayoung saat ini pun menimbulkan tanda tanya bagi beberapa tamu undangan.
Selain Kyungso dan dua orang tadi tentunya. Ada istri Jongdae yang menanyainya langsung dan buru-buru dipotong oleh Chanyeol. Pria itu serius untuk membackup Gayoung.
"Jelas. Joon anakku. Kyungso saja suka sekali bermain denganku. Apalagi anaknya, pasti fans Park Joon."
Raut wajah Kyungso datar, tapi tangannya sudah memukul belakang kepala Chanyeol hingga pria itu mengaduh.
"Kalau bahas orang tuanya, kau yang ngefans padaku. Mainan Joon saja mau disamakan dengan punya keempat anakku. Kurang fans apa?"
"Kalian ini, ya. Sudah jadi orang tua masih saja seperti bocah," desis Gayoung, sembari memukul pelan lengan Chanyeol.
Jihyun pun menimpali, "Iya memang, justru semakin seperti anak-anak. Tadi, Chanyeol bilang kau kadang ikut kelas parenting. Bagaimana kalau kita ikut bersama? Aku punya tetangga konsultan yang berpengalaman. Pasti dia datang di acaraku nanti, jadi kau harus datang. Okay?"
Gayoung melirik Chanyeol untuk kesekian kalinya meminta pertolongan. Lalu, pria itu tersenyum, ia mendekat dan justru melingkarkan tangan kirinya di bahu Gayoung.
"Baiklah. Kami akan datang. Pastikan saja tidak ada makanan pedas agar aku dan Joon bisa makan."
Jihyun mengangguk dan berujar, "Pasti ada. Anak-anakku juga belum bisa makan pedas. Mereka bisa berteriak marah-marah."
Kemudian topik pembicaraan mereka berempat tak jauh-jauh seputar rumah, anak-anak, dan resep masakan. Percakapan yang hype untuk hampir semua pasangan suami-istri. Namun, Gayoung tak lagi banyak bicara, ia merasa ada yang salah. Ia khawatir soal asumsi orang lain terhadapnya.
"Wah, yang kalian bicarakan susah kami mengerti ya. Pantas saja tidak ajak-ajak," ujar Baekhyun yang datang sembari membawa sepiring daging BBQ untuk dihidangkan. Ia dan Junmyeon bertanggung jawab untuk menyelesaikan tugas itu karena Chanyeol dan Kyungso masik asik bicara sendiri.
"Salah sendiri lajang. Kau harus menikah secepatnya agar bisa ikut obrolan kami," ledek Jihyun.
Baekhyun mencebik, "Maaf, aku masih senang sendiri. Suruh saja Sehun yang banyak penggemar."
Merasa terpanggil, Sehun mendekat.
"Kenapa sebut-sebut?"
"But away, Noona kau makin cantik saja meski sudah punya Joon," goda Se Hun yang dijawab Gayoung dengan senyum tipis.
"Masih saja bocah ini mengganggu Gayoung," ujar Junmyeon memperingatkan.
"Chanyeol Hyung tidak masalah seperti biasa. Kenapa kau yang repot?"
Padahal, pria yang disebut sedang berkedip intens dan melipat bibir ke dalam. Hal itu tertangkap kaca mata sahabatnya.
"Hatinya kembang-kempis asal kau tahu," ucap Baekhyun sambil tertawa.
"Ya!"
Pria-pria itu tertawa terbahak-bahak tanpa menyadari Joon yang menghampiri. Senyum bersahabatnya sudah luntur, menyisakan tatapan kesal yang diarahkan pada Sehun.
"Oh, Chanyeol Junior!" ujar Sehun terkejut.
"Joon! Anakku punya nama, ya," koreksi Chanyeol.
Sehun memperhatikan ekspresi Joon lamat-lamat, fitur wajah Chanyeol dengan ekspresi yang cukup familiar, "Ia jelas-jelas tidak suka aku menggoda ibunya."
Baekhyun ikut menimpali, "Kau harus belajar dari Joon bagaimana bersikap protektif, Chan!"
Pria itu hanya menggeleng samar.
"Hiks... hiks... huaaa," tangis Joon pecah meskipun tak ada yang menyentuh. Sontak Gayoung dan Chanyeol berhamburan mendekati Joon untuk menenangkan.
Karena lebih dekat, dengan sigap Gayoung menggendong Joon dan mengusap kening buah hatinya, "Kenapa?"
Mata Joon menyipit. Ia melirik dan menunjuk Sehun sebelum menangis lagi.
"Sam-sil! Sam-sil!"
Tamu-tamu lain pun tahu apa penyebab tangisan bocah itu dan memojokkan si penyebab yang dari tadi ternyata menjulurkan lidah pada Joon. Sehun menaikkan kedua tangannya dan berujar, "Baiklah-baiklah. Aku diam."
Baru saja bertemu Sehun dan Joon sudah mulai menunjukkan rasa tidak suka. Gayoung jadi tertawa melihatnya, "Kami masuk dulu, ya. Sepertinya Joon mengantuk. Selamat menikmati pestanya."
"Aku ikut," ujar Chanyeol kemudian.
Tubuh Gayoung refleks berbalik menghadap Chanyeol, "Kau tuan rumahnya. Masa kaubiarkan mereka sendiri. Nanti, kalau Joon tidur cepat, aku menyusulmu lagi."
"Have fun, ya, kalian," pamit Gayoung menoleh sekilas.
Bibir Chanyeol cemberut, tapi tak lama ia kembali ke kerumunan teman-temannya.
"Bagaimana rasanya berkeluarga lagi? Untuk itu 'kan kami diundang?" tanya Junmyeon melanjutkan percakapan.
Seperti sebelumnya, Chanyeol berkilah, "Hanya rindu kalian."
Hal yang diucapkan Baekhyun terulang oleh Kyungso, "Bullshit!"
"Mau pamer dia," tandas Baekhyun.
Sementara itu, Sehun mendekat, ia memperhatikan manik mata Chanyeol serius, "Kalian masih saling mencintai kan?"
"Tidak," elak Chanyeol dengan mata melotot. Ia memang sudah lama tak memikirkan percintaan.
"Aaah. Jadi akan ada pesta perayaan pernikahan kalian lagi atau ini saja?" sela Jongdae yang juga ingin tahu.
"Tidak... tidak... Kami belum resmi bercerai dan masih ingin menghabiskan waktu dengan Joon."
Senyum bahagia tampak di wajah teman-teman Chanyeol yang kini dikenal sebagai Nollaun Namja, terutama Junmyeon sebagai salah satu anggota tertua. Ia menantikan hal ini sejak lama.
"Kurasa kita tidak perlu mengejarnya lagi. Pernyataan barusan sudah cukup menjelaskan kelanjutan hubungan mereka."
"Congrats bro!" ujar Jongdae sembari menepuk punggung Chanyeol.
Namun, seperti biasa, Sehun selalu menangkap hal lain. Ia menarik Chanyeol dari kerumunan, "Aku tidak dekat dengan Noona, tapi .... Kau harus belajar dari Joon bagaimana menunjukkan rasa sayangmu padanya bukan menjadikan Joon alasan untuk menahannya."
"Maksudmu?"
"Aku memang belum menikah dan tidak tahu apa pentingnya ungkapan kasih sayang. Tapi, apa pernah kau mengatakannya pada Noona?"
"Kau tahu sendiri 'kan pandanganku soal 'cinta'?
"Ya... ya... ya.... Terserah saja. Kalau memang bukan cinta, tunjukan kalau yang kauinginkan tidak hanya Joon tapi juga Noona."
"..."
Se Hun menepuk pundak hyung-nya, "Kau yang paling tahu masalahnya Hyung. Jangan lagi buat Noona terlihat seperti tidak berarti di matamu!"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top