Part 19

Ciee udah part 19, udah pada bosen? Sabar ye!

"Sunbae! Apa ini?" tanya Gayoung penuh selidik sembari menunjukkan sekotak sigaret.

Refleks tangan Chanyeol menggosok matanya dan melangkah mendekat. Ia bergumam, "Rokok."

"Kenapa ada benda ini di saku jaketmu?"

"Jaket?" tanya Chanyeol pongah. Pria itu sendiri tidak mengingat di mana ia menyimpan pelipur laranya.

Mata Gayoung melotot saking kesalnya. Tadi pagi, saat membereskan pakaian kotor di rumah ‒tak terkecuali milik Park Chanyeo‒ ia menemukan sekotak rokok yang isinya hanya separuh. Beserta permen mint di tempat yang sama. Seketika nalarnya bekerja dan menelurkan berbagai asumsi soal kebiasaan pria yang masih berstatus sebagai suaminya.

"Kenapa sekarang merokok? Mau cari mati? Kau ada masalah? Apa tidak bisa diselesaikan baik-baik? Apa dengan rokok masalahmu selesai?" cecar Gayoung tidak bersahabat.

Selama ini, hanya segelintir orang yang mengetahui kebiasaan barunya. Baru dua tahun. Seperti kata Gayoung, Chanyeol memang punya masalah dan masalahnya adalah istrinya sendiri.

"Iya."

Kepasrahan Chanyeol justru berbuntut panjang.

"Jadi masalahnya apa? Aku tidak akan mengembalikan benda ini sampai kau bicara?"

Chanyeol menelan ludahnya sendiri. Bingung harus berkata apa. Toh, Gayoung hampir tak pernah ingin tahu masalah pribadinya.

"Sudah selesai," dusta Chanyeol dengan terpaksa. Bukan karena ingin rokoknya dikembalikan, pria itu hanya malas ribut pagi-pagi.

Akhir-akhir ini, ia mulai paham keluhan Kyungso yang dianggapnya angin lalu. Gayoung hampir selalu menemukan subjek untuk diperdebatkan setiap harinya. Bahkan, lebih tidak terduga dari saat mereka tinggal berdua sebelumnya.

"Bohong!"

"Aku serius. Sungguh."

Tidak puas terhadap jawaban Chanyeol, wanita itu meremas kotak rokok di genggamannya, "Sudah tidak berguna 'kan?"

Dalam hatinya, Chanyeol hanya bisa merapal doa-doa untuk dikuatkan dari sikap Gayoung. Hari ini masih rokok, entah apa miliknya yang akan hancur selanjutnya.

"Aku tidak butuh, kok."

"Ingat Sunbae, kaupunya Joon, aku tidak mau ia terpapar asap rokok atau debris-debrisnya sekalipun. Anak-anak itu vulnerable. Mereka harus dilindungi."

Karena tak punya ide menjadikan bahan lawakan, Chanyeol hanya mengangguk pasrah mendengar khotbah Gayoung. Kalau dipikir-pikir pun, ia juga salah. Meski, tak pernah merokok di rumah, apa lagi di dekat Joon.

"Banyak cara untuk mengurai masalah. Kau bisa berbagi dengan siapapun. Atau ... kau boleh bicara dengan‒," ucapan Gayoung terjeda, "‒ku."

Chanyeol sedikit tersentak. Setelah tinggal bersama, tak sekalipun mereka benar-benar bisa berbicara tentang masalah personal. Hanya soal Joon, rumah, dan pekerjaan.

"Itu ka-lau kaumau."

Satu ujung bibir Chanyeol meninggi.

"Itu‒ hanya untuk Joon."

"Bukan karena kau."

Merasa bodoh dengan penawaran yang ia lakukan, Gayoung buru-buru mengoreksi ucapannya, "Kalau tidak mau‒"

Tanpa sadar, senyum Chanyeol sudah tersungging sempurna, "Aku mau."

"Ya?"

"Aku mau berbagi denganmu."

***

"Nguing-nguing, hap!"

Sendok Gayoung berakhir menabrak bibir Joon yang masih terkatup. Anak itu bahkan menggeleng sebagai bentuk tolakan.

"Oh, landasan pesawatnya masih tutup. Bisa dibuka, Tuan? Pesawat ingin landing."

Chanyeol tertawa sekilas melihat tingkah konyol Gayoung dan Joon yang jual mahal.

"Tuan, nanti pesawatnya akan menumpuk kalau tidak segera landing," pinta Gayoung lagi.

"Tidak. Joon mau main," ucap Joon dengan jelas.

Respon yang pertama kali Chanyeol lakukan adalah tepuk tangan. Sementara itu, wajah Gayoung berkerut tidak terima. "Kok tepuk tangan? Ini Joon tidak mau makan," keluh Gayoung kesal.

Chanyeol tersenyum penuh kebanggaan.

"Sadar tidak? Joon bisa bicara jelas. Hebat anak papa!"

Pria itu refleks mencium pipi Joon sebagai ungkapan kebahagiaannya. Gayoung pun melakukan hal serupa di kening Joon.

"Sunbae, sementara kau jangan cium-cium Joon dulu. Aku tidak tahu kapan terakhir kau merokok."

"Ya! Sudah seminggu aku tidak merokok. Maumu apa?"

Gayoung belum bisa percaya. Lagi pula, belum ada masalah apapun yang Chanyeol ceritakan. Ia berasumsi, pria itu masih tertekan.

"Tiga hari dari sekarang. Akan ku pastikan, kau benar-benar berhenti."

Chanyeol mendengus dan kedua matanya menyipit.

"Kalau begitu, jangan larang aku bermain dan berinteraksi dengan Joon."

Gayoung mengangguk samar. Memisahkan Chanyeol dari Joon hanya akan menyusahkannya.

"Papa mau papa," pinta Joon seakan mengerti. Ia memainkan jarinya di hidung dan sesekali dimasukkannya ke mulut.

"Jangan dimakan tangannya. Itu kotor Joon."

Chanyeol melirik mangkuk bubur Joon yang belum tersentuh lagi di atas meja. Lantas, pria itu membawa Joon ke ayunan untuk makan sebelum mendapat larangan. Bertolak belakang dengan Gayoung, pria itu mendapat respon positif dari Joon. Ia selalu tahu cara membuat kegiatan anaknya lebih menarik.

***

"Dokter pribadimu sudah kuhubungi. Jangan ke mana pun!"

Spontan Chanyeol menaruh mangkuk dengan kasar, "Bagaimana bisa aku libur dua hari?"

"Bisa kalau kau masih sakit," jawab Gayoung tak acuh.

"Ini biasa, aku tetap masuk meski demam di Visio. Banyak yang harus diurus. Nanti turun sendiri."

Gayoung tak banyak tahu soal kebiasaan Chanyeol beberapa tahun belakangan. Yang jelas, ia sudah menangkap beberapa gaya hidup tidak sehat. Tanpa berniat mengendalikan pria itu, Gayoung hanya mau Chanyeol menjadi lebih baik seperti sedia kala.

"Kau keterlaluan memang. Badanmu masih hangat, wajahmu juga masih seperti mayat, Sunbae. Maaf, ya, kalau kau pingsan, nanti orang-orang repot."

"Ada Minam."

"Oh, begitu? Ada Minam di kantor jadi tidak apa sakit dan dirawat Minam di sana? Wah, bisa jadi tontonan menarik hari ini," ucap Gayoung sarkas. Tiba-tiba, muncul ide untuk berimprovisasi.

"Aku tidak bisa absen terlalu lama, Gayoung-ah. Kautahu kan posisiku di kantor. Banyak yang harus kuperiksa. Menelantarkan pekerjaan sama saja tidak bertanggung jawab. Kalau kau cemburu Minam mengurusku, masuk saja ke ruangan dan pastikan aku sadar. Atau, hari ini kerja saja di ruanganku."

"Cemburu? Yang benar saja. Aku tidak cemburu pada Minam. Kalau kau mau berkencan dengannya pun, aku tidak peduli," ujar Gayoung sinis.

Mungkin dugaan Chanyeol salah soal kecemburuan Gayoung. Lagi pula, mereka sudah lama tak sedekat dulu. Tanpa berpikir panjang, ia melanjutkan kata-katanya, "Baiklah, biar aku bekerja dan Minam mengurusku hari ini."

Tidak jelas Gayoung kesal karena tak didengar atau soal Minam. Yang pasti, ia berjalan dengan cepat ke arah kamar dan membanting pintu.

***

Setelah aksi Gayoung yang merajuk tadi pagi, Chanyeol memutuskan untuk bekerja dari rumah. Teleconference untuk meeting hari ini. Lagi pula, ia senang-senang saja bisa bersama Joon di rumah. Sempat menawarkan diri mengantar Gayoung, tapi wanita itu melayangkan pandangan membunuh.

Setibanya di kantor, Gayoung memahami hal yang dikhawatirkan Chanyeol. Banyak karyawannya yang bersantai di pantry saat jam kerja. Tegurannya pun tak terlalu berefek.

Seperti halnya saat ia membuat kopi siang ini. Gayoung mendengar suara beberapa staf berjalan menuju pantry dan begitu heboh. Parahnya ada salah seorang manajer di antara mereka.

"Bukan pertama kali, ya. Dua hari lalu aku melihat Sajang-nim dan Sangmuisa-nim pulang-pergi bersama. Hampir sebulan."

Gerakan tangan Gayoung berhenti untuk mengaduk pasca mendengar suara tarikan kursi dan pembicaraan soal Chanyeol dan ... dirinya. Kalau tidak salah.

"Mereka berkencan atau bagaimana?"

"Kupikir hanya Sajang-nim yang punya perasaan, tapi sepertinya mutual."

"Mutual tak bisa dilihat dari dengan siapa kaupulang. Ya, aku bisa jadi nebeng pada Donggun setiap hari karena rumah kami searah," ucap Sangmuisa-nim Choi yang mungkin ingin menetralisir gosip. Astaga, jadi selama ini mereka berdua menjadi bahan gunjingan.

"Jadi, menurut Anda, itu cara Sajang-nim pendekatan?"

"Lebih masuk akal, Sangmuisa-nim terlalu sempurna untuk Sajang-nim bukan?"

Gayoung tersenyum sendiri mendengarnya. Tuan Choi itu selalu ada di pihak Gayoung, bahkan saat di luar pekerjaan seperti ini. Namun, itu tak menjadi alasan Gayoung keluar dari tempatnya sekarang. Ia masih ingin berada di pantry bagian dalam untuk mencuri dengar.

"Kemarin lusa, aku bertemu mereka di Poli Anak. Sebenarnya, ingin kusimpan, tapi nanti tidak asik lagi. Aku sedikit menguping, mereka baru mengantarkan imunisasi."

"Keponakannya mungkin."

"Aku dengar panggilan Eomma dan Papa."

"Pasti itu anak Sangmuisa-nim Moon yang fotonya dipasang di meja. Aku bisa relate, kemarin beliau cuti karena anaknya sakit setelah imunisasi. Astaga, masa itu anak mereka berdua?" ujar salah seorang anak buah Gayoung.

"Sejak kapan kau tahu Sangmuisa-nim Moon punya anak? Aku tidak dengar."

"Ini bisa mematahkan gosip kedekatan mereka jadi aku tidak menyebarkan itu."

"Panggilannya tidak nyambung, kurasa dia bukan anak Sajang-nim. Mungkin sedang pendekatan lewat anak Sangmuisa-nim Moon," ujar Sera, staf HRD yang tidak pernah ketinggalan gosip terbaru di kantor.

Tiba-tiba, anak buah Gayoung menepuk jidat dan terkejut, "Astaga! Foto anak itu, ya, foto anak itu. Kenapa aku bodoh. Itu mirip sekali dengan Sajang-nim."

"Mana-mana? Sini aku lihat! Kenapa baru bilang kalau ada yang seperti ini," antusiasme Sangmuisa-nim Choi tersulut.

"Ya tidak kusimpan, Tuan. Anda bisa pura-pura lewat meja atasan saya untuk memeriksa."

Gayoung berjanji setelah ini tak akan menunda menyimpan foto Joon di laci jika tidak ingin anaknya ikut menjadi bahan gosip.

"Umur berapa anaknya? Setahuku, Sajang-nim sudah bercerai sekitar tiga tahun lalu. Kalau itu anak Sajang-nim, bisa jadi mereka memang berhubungan diam-diam selama ini tanpa menikah."

Staf yang bernama Sera sepertinya punya kecondongan pro pada Chanyeol karena sedari tadi tak ada hal positif soal Gayoung.

"Atau, ini alasan perceraian Sajang-nim berapa tahun silam. Karena Sangmuisa-nim mengandung anaknya, ia bercerai dari istrinya dan sampai sekarang mereka berhubungan diam-diam. Kalian sudah menonton The World of Marriage kan?"

Gelegar tawa terdengar akibat analisis Sera. Staf lain semakin riuh, menuduhnya terlalu banyak menonton drama. Sementara Gayoung mengumpat dalam hati, amit-amit ia disamakan dengan tokoh di sana. Benar suaminya main belakang dengan wanita lain, tetapi ia tidak mengharapkan pria itu lagi. Bahkan, sekarang ia juga percaya kalau Hanbin bukan darah daging Chanyeol. Melihat rasa sukanya pada anak-anak, terutama Joon, membuat Gayoung yakin, pria itu tidak mungkin menelantarkan anaknya.

"Aku yakin. Wanita itu pasti Dakyung di dunia nyata."

Gatal dengan pernyataan Sera yang semakin memojokkannya, Gayoung keluar dari tempat persembunyian dengan wajah datar. Tanpa konfirmasi atau konfrontasi.

***

"Joon! Eomma pulang!"

"Joon di sini," teriak Chanyeol dari dalam kamar Gayoung.

Gayoung yang baru tiba, menghampiri asal suara. Joon tersenyum ceria menyambut sang Ibu. Beberapa detik kemudian, ia kembali melongok pupnya di potty chair. Sementara itu, Chanyeol hanya bersandar di dinding memperhatikan.

"Joon. Stop!"

Buru-buru Gayoung melemparkan tas tangan yang masih dijinjingnya ke sofa. Tanpa ba-bi-bu, ia membenahi kegiatan anaknya.

"Eomma, cu-cop," ucap Joon menirukan.

Gayoung menggeleng, mencegah Joon mengulang tingkah sebelumnya. Bocah itu seperti terlalu semangat, berusaha bicara lagi hingga liurnya menetes.

"Sunbae, tolong tisu!"

Dengan patuh Chanyeol mengambilkan tisu rol di samping toilet dan berkata, "Kau ganti baju dulu, baru mengurus Joon."

Gayoung celingukan ke sekeliling kamar mandi, seperti mencari sesuatu. Satu alis Chanyeol meninggi, isyarat bertanya.

"Bibi Wang di mana? Kenapa kau yang mengurus Joon?"

"Kusuruh pulang. Pekerjaannya sudah selesai. Kalau hanya mengurus Joon, aku bisa."

Tanpa bermaksud mengabaikan niat tulus Chanyeol, Gayoung harus menegur cara mengasuh pria itu.

"Kenapa kaubiarkan anak kita pup berdiri sambil melihat pupnya?"

"Namanya juga anak. Ingin tahu."

Desisan Gayoung terdengar jelas. Ini yang ia selalu kesalkan dari Chanyeol, pria ini suka menggampangkan kebiasaan Joon.

"Nanti pupnya berantakan. Kita harus mengajarkan Joon pup yang benar."

Chanyeol menaruh telunjuknya di depan bibir, "Huust. Cuma denganku dia boleh melihat pupnya. Kalau bersamamu 'kan kau selalu mendudukkan dia, tanpa membiarkan dia melongok ke bawah. Padahal itu perlu kalau sudah besar untuk memeriksa kesehatan pencernaan."

"Tidak sekarang," sanggah Gayoung sembari membersihkan pantat Joon dan menaikkan celananya.

"Baiklah-baiklah. Kemarikan Joon, biar kuajak dia bermain di luar dan kau bisa berganti pakaian."

Gayoung pun menurut, sebelum menyusul Joon dan Chanyeol di ruang keluarga.

"Huufth."

Wanita itu membanting tubuhnya di atas sofa dan menatap langit-langit.

"Maaf soal pup Joon. Besok-besok lagi tidak," ujar Chanyeol yang kini sibuk mengarahkan Joon dengan mobil-mobilan besar berwarna biru, hadiah darinya. Meskipun tadi menampik, Chanyeol cukup sadar kalau Gayoung ada benarnya.

"Jangan merajuk! Malu dilihat Joon."

Kening Gayoung berkerut, benar, anak laki-lakinya tengah memperhatikan. Dengan terpaksa, ia tersenyum.

"Bukan soal Joon. Orang-orang kantor membuatku kesal. Terutama Sera, karyawan kesayanganmu itu," terang Gayoung kesal.

"Astaga! Tadi pagi Minam, sekarang Sera. Aku tidak pernah menyayangi mereka asal kau tahu," tutur Chanyeol yang kebingungan dari mana Gayoung bisa beranggapan seperti tadi. Hari ini, sikap Gayoung terlalu aneh untuk standar wanita yang ingin bercerai dari suaminya.

"Masa, dia menganggapku pelakor di kantor. Seenaknya saja menuduhku sebagai Yeo Dakyung di drama perselingkuhan hits tahun lalu. Aku tidak merebut kau dari siapapun. Kita menikah baik-baik, ya. Bagaimana bisa, Sunbae? Tolong, ya, aku punya Joon juga saat kita menikah dan kau juga seorang single sebelumnya," amuk Gayoung.

Tangan Chanyeol refleks memukul-mukul bantalan sofa saking cerianya. Tubuhnya sampai melotot akibat tubuhnya yang tak bisa diam.

"Tawamu berlebihan ya."

Bukannya berhenti, ia justru berguling saking senangnya. Senang melihat Gayoung merasa terancam oleh berita angin.

"Aku lupa, coba ceritakan!"

Gayoung melempar satu bantal yang masih ada di atas sofa dan menolak, "Sudah kubilang itu soal hubungan suami-istri yang rusak akibat ulah pelakor. Tragedi pernikahan yang sangat menyeramkan. Aku sama sekali tidak sudi dibandingkan, ya."

"Ha... ha...." tawa Joon ikut menghiasi ruangan. Mungkin ia tertawa melihat wajah Gayoung yang ekspresif dan papanya yang bahagia.

"Joon ikut tertawa."

"Oh, astaga. Anakku bukan Jenie juga, ya. Meskipun kau berengsek, tapi sepertinya tak seburuk Lee Tae Oh."

"Kau mengataiku berengsek?"

"Beng-bek," eja Joon mencoba menirukan.

Kedua orang tuanya kemudian saling melirik menyadari kecerobohan mereka, bicara tanpa memperhatikan sekitar.

"Beng-bek," ulang Joon kemudian.

Gayoung menggeleng, menghampiri Joon dan mengajak anak itu membicarakan hal lain dengan bahasa mereka.

"Oh, iya, teman-temanku ingin datang Jumat nanti, kami sudah lama tidak berkumpul," sela Chanyeol mengalihkan topik.

"Silakan. Tidak perlu izin, ini rumahmu."

"Aku akan tinggal di kamar bersama Joon kau tak perlu cemas kami mengganggu," imbuh Gayoung defensif.

Bukan itu yang Chanyeol maksud, "Hanya itu yang bisa kau lakukan?"

"Lalu?"

"Bisa 'kan kau membeli bumbu, daging, dan minuman kaleng."

"Ya! Aku bukan pembantumu."

"Tapi kau istriku," tukas Chanyeol diakhiri dengan senyum sumringah.

"Aku akan minta Bibi Wang membelinya kalau itu maumu. Kautahu kan aku bekerja setiap hari?"

Dalam hati, Chanyeol bersyukur Gayoung tak membawa kata 'cerai' sebagai alasan.

"Terserah kau saja. Pokoknya saat aku pulang, semua sudah beres."

Gayoung mengiyakan. Ia sendiri sedikit bingung dengan sikapnya, tapi tak akan pernah ia menarik kata-katanya. Sebenarnya untuk apa ia tinggal di sini?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top