Part 16
Pagi ini, Chanyeol membuat janji dengan Hanbin untuk mengajak anak itu bermain di taman. Akhir-akhir ini, ia sudah cukup sibuk dengan urusan pribadinya. Setelah insiden Hanbin menangis di balik selimut karena diabaikan anak-anak di sekitar tempat tinggalnya, Chanyeol hanya mengajaknya video call sesekali.
Lagi pula, rencana untuk bertemu Joon belum dapat direalisasikan. Alasan Gayoung terbilang masuk akal. Kalau selama hampir satu setengah tahun ia bisa tidak tahu apa-apa, bagaimana ia bisa mengambil Joon hanya dalam kurun waktu beberapa hari.
Setidaknya, sekarang Hanbin bisa menjadi pelipur lara Chanyeol dengan tingkah polosnya. Mau bagaimanapun, Chanyeol sangat menyukai anak kecil.
"Ahjussi! Tangkap aku!"
Bocah bernama Hanbin itu berlarian di jalan setapak dan Chanyeol mengikuti. Pura-pura berlari dan terengah kalau Hanbin sudah terlalu jauh.
"Ahjussi, boleh aku bertanya?"
"Tentu."
"Bagaimana aku bisa mendapat appa?"
"..."
Spontan Chanyeol mematung. Ia mengkorelasikan pertanyaan ini dengan putranya. Kini, Joon juga tak punya figur orang tua dalam hidupnya. Bagaimana kalau suatu saat nanti anaknya melakukan hal serupa.
"Aku ingin appa. Eomma bilang, Appa sudah tidak ada. Apa Ahjussi bisa jadi appa-ku?"
Yang bocah ini ketahui, appa adalah seorang pria dewasa yang paling sering menghabiskan waktu dengan anak-anak. Dengan kriteria itu, Chanyeol memang paling cocok menjadi appa-nya.
Chanyeol tersenyum simpul, selama ini juga, ia berusaha mengisi kekosongan figur appa untuk Han Bin. Kalaupun Hanbin mau menganggapnya orang tua, ia sama sekali tak keberatan.
"Bagaimana? Aku ingin seperti Tae Oh," desak Han Bin.
Samar-samar Chanyeol mengangguk, membiarkan Hanbin menganggapnya appa adalah hal sederhana yang bisa ia lakukan untuk Jiwon dan anak itu.
"Yeee! Jadi kapan ahjussi pindah ke rumahku?"
Pertanyaan terakhir Hanbin membuat Chanyeol sedikit kebingungan, ia tak keberatan menganggap Hanbin sebagai anak, tapi untuk tinggal bersama dengan bocah itu dan ibunya. Ia perlu mempertimbangkan banyak hal, terutama sekarang.
"Ahjussi mau berpikir ya? Kita bermain petak umpet dulu saja. Setelahnya, Ahjussi harus jawab."
Chanyeol mengangguk, ia akan memikirkan penolakan halus untuk Han Bin. Ia tak ingin menyakiti anak yang sudah dianggap seperti anaknya sendiri.
Kemudian, anak itu menutup mata dengan menyAndarkan tangan di salah satu pohon dan mulai berhitung. Chanyeol pun bergegas mencari tempat persembunyian terdekat. Namun, perhatiannya tersita pada anak laki-laki dengan jumpsuit jeans yang tengah berlarian mengejar bola di taman. Meskipun baru sekali mereka bertemu, ia bisa mengenali wajah tersebut dengan sangat baik. Perasaannya membuncah. Tanpa banyak berpikir, ia beralih mendekati anak tersebut.
"Halo!"
Anak laki-laki itu memandangi Chanyeol dari ujung kepala sampai kaki. Ia mendekat tanpa rasa takut dan Chanyeol spontan berjongkok untuk mempermudah anak itu meraihnya.
"Sudah besar anak appa," sapa Chanyeol bahagia. Akhirnya ia bisa bertemu Joon lagi untuk kedua kalinya. Ia mengamati wajah Joon lamat-lamat. Garis wajahnya tampak jelas tergambar di wajah anak itu tapi wajah tersebut akan selalu membuatnya teringat dengan sang ibu.
Di sisi lain, Chanyeol celingukan mencari ibu bocah itu. Bagaimana bisa anak sekecil ini dibiarkan sendiri tanpa pengawasan di alam terbuka.
"Ap-pa?" eja Joon bingung.
Chanyeol tersentak akibat ucapan tersebut. Lantas, ia tersenyum mendengar Joon melafalkan panggilan untuknya. Mungkin hanya kata itu yang dipahami Joon.
Saking bahagianya, Chanyeol lupa kalau ia sedang bermain petak umpet dengan Hanbin. Tanpa bersembunyi, tubuh jangkung Chanyeol pasti mudah ditemukan. Meskipun untuk anak sekecil Hanbin.
"Hei!"
Teriakan Hanbin terdengar jelas. Bocah itu datang dan berlari sambil berlari bersiap menerjang. Chanyeol yang menyadari hal tersebut, segera mengangkat Joon tinggi-tinggi.
"Jangan ambil appa-ku!" teriak Hanbinpada Chanyeol dan Joon. Posesif.
Awalnya, Joon bingung melihat Hanbinnamun beberapa detik kemudian ia memejam dan merengek di pundak Chanyeol. Tangan kecil itu meraih wajah Chanyeol.
"Appa! Appa! Aku mau appa-ku," ujar Hanbinmeraung-raung. Baru tadi Chanyeol mengabulkan keinginan bocah itu, wajar saja ia khawatir saat appa-nya dekat dengan anak lain. Apalagi, ia punya trauma dengan lingkungan sosialnya. Chanyeol kelimpungan, ia berjongkok sambil mengusap rambut Hanbin sementara satu tangannya menahan dan menenangkan Joon.
***
"Bibi, di mana Joon?" tanya Gayoung setelah tiba di taman. Tadi, ia ada janji jogging dengan Sodam, maka dari itu Bibi Wang yang menemani Joon bermain di taman dan Gayoung berjanji akan menyusul setelahnya.
"Maaf, Nyonya. Tadi tuan muda di sini bermain bola tapi sekarang tidak ada."
Sontak wajah Gayoung pias. Otaknya sudah berpikir yang tidak-tidak. Segera Gayoung berbalik dan meneriakkan nama Joon berkali-kali. Kalau anak itu berjalan sendiri pasti belum terlalu jauh.
"Joon!"
"Joon!"
Ia tak berhenti berteriak hingga pandangannya jatuh pada anak laki-laki dalam gendongan seorang pria berpakaian santai. Langkah Gayoung jadi semakin lebar.
Terdengar pria itu berujar pada anak kecil lain, "Cup cup, tenang sayang. Ini adik Hanbin. Kita‒"
"Siapa kau!" hardik Gayoung, menyela ucapan pria tersebut.
Pria itu menoleh. Mendapati wajah kalut Gayoung, ia tersenyum simpul, "Aku? Park Chanyeol, ayah Park Joon."
"Kembalikan anakku!"
"Anakku?" tanya Chanyeol sinis.
Bibi Wang yang merasa bersalah ikut bicara, "Tuan, Nyonya ini orang tua anak yang Anda gendong. Maaf, tadi saya lalai menjaganya."
Chanyeol tersenyum mengejek, "Oh, Nyonya ini orang tuanya? Tambahan sedikit, saya Joon appa. Bukan begitu Gayoung-ah?"
Tubuh Gayoung mematung. Ia tak menyangka secepat ini mereka akan bertemu Chanyeol dan dalam kondisi yang tidak menguntungkan.
"Kita harus bicara sekarang."
"Aku akan menghubungimu nanti," tolak Gayoung.
"Tidak. Kau suka kabur. Kita bicara saja di kafe itu," ujar Chanyeol menunjuk kafe kecil di tengah taman.
"Tapi Joon..."
Chanyeol merespon dengan cepat, "Bibi bisa mengurus dua anak 'kan? Tolong jaga Joon dan Hanbin selama kami bicara, bisa?"
Bibi Wang menatap Gayoung minta persetujuan dan Gayoung sedang di posisi sulit. Ia tidak bisa lari sekarang, pada akhirnya ia menyanggupi.
Joon dan Hanbin duduk di high chair sembari menghabiskan makanan mereka masing-masing dalam pantauan Bibi Wang. Chanyeol yang dengan 'sopan'nya meragukan kemampuan Bibi Wang, meminta wanita baya itu tetap di dalam kafe. Khawatir Bibi Wang akan kehilangan jejak Joon atau Hanbin akibat kecerobohannya.
"Jadi maumu apa?"
"Kau lucu."
"Kalau soal Joon, aku harus bicara dengan orang tuaku. Ini tidak sesederhana yang kau pikirkan. Lagi pula kau sudah punya anak. Kenapa masih menginginkan Joon?"
Chanyeol tertawa, ia yakin Gayoung salah paham soal Hanbin.
"Anak Jiwon Sunbae?"
Chanyeol mengangguk mantap dan berkata, "tapi maaf kalau kau kecewa, kami tidak punya hubungan biologis."
Gayoung berdecak, tidak percaya dengan ucapan Chanyeol. Bukankah karena anak itu, dulu suaminya cepat-cepat pulang ke Korea Selatan. Lalu sekarang, masih tidak mengaku. Dasar buaya!
"Memang aku peduli."
"Kau beruntung, karena hanya denganmu, aku menikah dan punya anak," ujar Chanyeol percaya diri. Entah, Gayoung harus merespon apa.
"Kapan aku bisa membawa Joon?"
Gayoung membenci pertanyaan ini. Keputusan orang tuanya tepat, ia akan menyesal kalau dulu menyerahkan Joon pada pria yang semakin arogan ini.
"Aku belum bisa memberi jawaban. Joon sendiri masih beradaptasi denganku seminggu."
"Jadi sudah seminggu main rahasia? Begini saja, kita adaptasi bersama. Seorang anak tidak hanya perlu ibunya tapi figur kedua orangtua dan kau tahu sendiri, aku tidak suka ada orang lain yang mengambil peranku. Kita tinggal bersama."
Bukan hanya Gayoung yang terkejut. Bibi Wang di seberang meja sampai ikut tersedak. Baru hari ini ia bertemu Chanyeol, ia pikir mantan suami nyonyanya sedikit gila.
"Kita sudah bercerai."
"Belum," tandas Chanyeol santai.
Mata Gayoung membola dan Chanyeol tersenyum penuh kemenangan, "sepertinya ingatanmu banyak yang hilang. Memang kau sudah pernah menerima akta cerai kita?"
Gayoung terdiam. Ia sedikit tersinggung dan baru sadar kalau selama ini, tidak pernah sekalipun, ia melihat akta tersebut. Namun, bisa jadi juga Chanyeol mengakalinya untuk merebut Joon. Mana mungkin orang tuanya tutup mulut.
"Jangan mencoba menipuku! Sudah hampir tiga tahun."
"Dan masih banyak perceraian lain yang menggantung lebih dari tiga tahun, yeobo," ujar Chanyeol enteng. Sebuah kebenaran umum di Korea bahwa menggugat pasangan adalah cara terumit dan Gayoung memilihnya. Proses rumit itulah yang membuat perceraian kadang tak selesai cukup dalam beberapa bulan.
"Aku perlu bukti."
"Dan kalau ada, kau akan pindah ke rumahku?"
"Aku akan melanjutkan proses perceraian kita sampai tuntas," ujar Gayoung dengan tatapan nyalang.
"Astaga! Persisten sekali soal perceraian, tapi plin-plan untuk yang lain, seingatku waktu itu kau bersikap seolah tak menginginkan Joon lalu sekarang aku meminta Joon, kau berkelit."
"Bukan tidak mau. Hanya ragu."
"Sama saja. Kalau kaumau cerai, aku juga. Tapi kau harus tahu, kau yang menuntutku dengan riwayat perselingkuhan-mu. Satu lagi, keluargamu menyembunyikan fakta keberadaan Joon selama hampir dua tahun," ucap Chanyeol yang terhenti sejenak. Kemudian, ia tersenyum culas.
"Kau 'kan pintar. Kira-kira, siapa yang akan mendapatkan hak asuh Joon?"
***
Akta perceraian belum ada. Itu statement kedua orang tua Gayoung dan setelah memastikan pada kantor pengadilan Busan, proses perceraian mereka masih ada dalam daftar. Gayoung tidak punya kendali dan tak menguasai kondisi. Mau tidak mau, mengikuti skenario Chanyeol adalah keputusan paling aman.
Meski tak meminta izin pada kedua orang tuanya, Gayoung memberi tahu Jaemin soal rencanya tinggal bersama Chanyeol sampai perceraian mereka selesai. Jaemin spontan menolak, terlebih saat mendengar alasannya adalah Joon. Persetan dengan hubungan keluarga. Lagi pula, Joon punya Jaemin sebagai 'appa'-nya.
Namun, tidak ada solusi untuk ancaman Chanyeol yang akan menuntut balik keluarga Gayoung. Bisa saja Appa mencari pengacara termahal seperti sebelumnya tapi tidak menjamin kasus mereka segera selesai di meja hijau. Lebih buruknya, kalau Noona-nya kalah. Dengan berat hati, Jaemin setuju dan ikut mengantar Noona-nya.
"Akhirnya kalian datang."
"Hi Joon!"
"Hi Ahjussi," sapa Jaemin mewakili Joon. Memperjelas posisi yang bisa Chanyeol tempati. Sementara itu, Joon tersenyum malu mendapati sapaan appa-nya.
"Di mana kamar Noona dan anakku? Kalau tidak layak, kubawa mereka berdua pulang sekarang juga," ancam Jaemin yang masuk tanpa izin.
"Semakin kurang ajar ya kau ini adik ipar. Tunggu, akan kutunjukkan."
Sebelum ia masuk, Chanyeol menarik dua koper yang diduga miliki Gayoung dan Joon.
"Hanya ini barang kalian?"
Gayoung mengangguk, ia berujar dengan nada sinis,"paling juga beberapa minggu. Apa yang harus kami bawa."
Chanyeol mengedikkan bahu.
"Tidak masalah. Uangku cukup membeli kebutuhan kalian."
Keduanya masuk beriringan hingga Chanyeol menunjukkan sebuah kamar dengan aksen putih dan furnitur berwarna senada. Pencahayaan dengan teknik indirect memperkuat suasana lembut kamar tersebut. Lantai kayu dan karpet bulu bernuansa pastel membuat suasana menjadi hangat. Satu kata yang bisa Gayoung katakan, "It's so me".
"Sesuai permintaanmu, aku menggabungkan kamar kalian berdua. Sebenarnya masih ada kamar kosong di atas tapi kau akan repot memantau Joon nanti," papar Chanyeol sembari menunjukkan detail kamar yang akan Gayoung tempati.
"Dan ini untuk Joon... Aku harap dia suka. Masih ada beberapa mainan yang akan diantar besok atau lusa."
Gayoung mengernyit, ia menyukai sentuhan kamar ini, mulai dari area untuknya ataupun untuk Joon.
"Kau tidak terlalu berlebihan?"
"Aku pikir kau akan bilang kurang."
"What?"
"Ini belum seberapa dibandingkan kamar anak-anak Kyungso. Kalau kalian mau, aku bisa buatkan taman bermain untuk Joon. Outdoor atau indoor."
Spontan Gayoung berdesis, "Sunbae, kau boleh kaya tapi tidak dengan memanjakan Joon. Mungkin nanti kita harus bicarakan soal bagaimana kita akan mendidiknya. Aku mau kita sejalan."
Senyum Chanyeol tersungging, ia menyukai ide Gayoung. Ia selalu suka jika mereka perlu bekerja sama. Entah dulu soal mengatur apartemen dan kehidupan sederhana mereka atau sekarang soal Joon. Ini akan menjadi momen yang menyenangkan pikirnya.
***
Setelah menata pakaian di dalam walk-in closet yang terlampau besar, termasuk pakaian Joon juga, Gayoung menemukan Joon yang tadinya hiperaktif, mencari perhatiannya, sudah tertidur di atas karpet. Khawatir lantai yang dingin tidak sehat untuk Joon, Gayoung menggendongnya dan menidurkan di dalam crib.
"Eomma siapkan makan malam dulu ya."
Wanita itu kemudian bersiap ke dapur untuk membuat makanan. Chanyeol sudah memberikan izin untuk menggunakan semua fasilitas yang ada di rumah pria itu. Bahkan, pria itu membebaskan Gayoung untuk menata ulang jika merasa ada yang tidak sesuai. Ia hanya ingin Gayoung dan Joon nyaman hidup bersamanya.
Langkahnya terhenti saat mendapati foto sepasang suami istri di acara pernikahan yang terlihat kaku, terutama wajah pengantin pria. Meskipun, ada senyum terkembang di bibir keduanya.
"Kenapa? Teringat hari bahagia kita?"
Gayoung tersenyum kecut, "bahagia apanya? Neraka itu."
Tawa sarkas Chanyeol terdengar kemudian, "tanpa pernikahan itu, tak ada gelar Master-mu dan Joon sekarang."
"Meskipun karena pernikahan ini juga, aku dilarang masuk Perancis. Selama ada Joon di hidupku, tidak masalah. Aku masih bersyukur."
Dari kesekian alasan untuk bisa mensyukuri pernikahan mereka, keberadaan Joon menempati peringkat pertama. Joon juga alasan keduanya berdiri dalam rumah ini sekarang.
"Apa gunanya Sunbae pasang foto ini," ujar Gayoung sinis.
"Kurasa, aku harus memasangnya agar orang-orang tak mempertanyakan siapa kau dan Joon jika berkunjung," bohong Chanyeol. Ia punya alasan sendiri mengapa ia memasang foto yang baru dicetak dan dipasang kemarin. Itu saja, ia sempat panik karena saat kacau akibat perceraian mereka, ia menghapus semua folder foto hari pernikahannya.
"Harusnya kau pasang yang ada Joon, bukan foto kita berdua."
"Oh, tenang. Besok aku akan panggil fotografer. Kita bisa buat foto keluarga di taman. Aku juga ingin ada banyak foto Joon di rumah ini," jawab Chanyeol antusias. Gayoung sudah membuatnya memunculkan ide brilian.
"Noona tidak mau. Buat apa? Sebentar lagi juga bercerai," ucap Jaemin yang ternyata belum kembali pulang.
"Kau?"
"Jae," ucap Gayoung membersamai Chanyeol.
Jaemin menatap keduanya dengan tampang tak berdosa dan mengomel, "aku kan belum pamit. Chanyeol, malam ini aku menginap di sini ya. Aku perlu menjaga Noona."
"Buat apa? Aku bisa menjaga istri dan anakku sendiri!"
Intonasi bicara Chanyeol meninggi. Terdengar tidak suka. Belum lagi Jaemin yang sudah bicara banmal seperti pada temannya.
"Bukan dari orang lain tapi menjaga noona darimu. Aku perlu pastikan kau tidak bertindak asusila. Tidak boleh ada adik Joon dari kalian."
Chanyeol menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Ia saja tidak terpikir sejauh itu. Gayoung mau tinggal bersama sudah lebih dari cukup.
"Sorry, aku sudah tidak level," ucap Gayoung tiba-tiba. Ia tidak menoleh dan meninggalkan mereka menuju kitchen island.
"Kaupikir aku level denganmu sekarang. Jangan terlalu percaya diri ya! Ini semua hanya untuk Joon," kata Chanyeol berapi-api. Sebelumnya, ia bilang pada Gayoung kalau Joon perlu merasakan tinggal bersama kedua orang tuanya sampai mereka benar-benar berpisah.
Jaemin tersenyum puas. Kalau begini, sepertinya tak perlu usaha yang besar.
"Noted. Kupegang ucapan kalian berdua."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top