Part 14

1 minggu kemudian

+82XX-XXX-XXXX

Siang nanti, kita makan bersama di luar.

Sekaligus mengambil hasil tes.

Hari ini adalah hari yang mendebarkan untuk Gayoung. Hampir seminggu ia merasakan 'hidup enggan mati tak mau'. Kalut sendiri akibat kemungkinan yang dapat terjadi dan bagaimana ia akan menghadapi kenyataan.

Keberadaan Chanyeol di sekitarnya sering membuat was-was. Ia khawatir kalau pria itu akan benar-benar merebut Joon jika benar Joon anak mereka.

Kalaupun bukan, meski kecewa, semua pasti akan baik-baik saja.

+82XX-XXX-XXXX is calling

Gayoung mencebik, buat apa pria itu menelpon ponselnya jika bisa menggunakan Skype atau WhatsApp. Apa mungkin hasilnya sudah keluar.

"Kau tidak menyimpan namaku di ponsel?" Suara bariton yang sangat khas terdengar di depan kubikel Gayoung. Chanyeol sudah berdiri di hadapannya dengan wajah tidak bersahabat.

Pertanyaan Gayoung bertambah satu lagi, buat apa menelepon jika sudah saling berhadapan.

"Jadi bisa 'kan? Aku butuh konfirmasi meskipun aku tidak berharap kaupunya kesibukan lain nanti."

Pria itu bertanya sementara tangannya bergerak di meja Gayoung mengambil ponsel wanita itu.

"Tentu. Sudah kujadwalkan."

Beberapa kali Chanyeol mengangguk sementara tangannya sibuk mengetik sesuatu di ponsel Gayoung, "Bagus."

Spontan Gayoung berusaha merebutnya dan Chanyeol justru meninggikan tangan.

"Sajang-nim, saya tidak suka jadi tontonan. Bisa tolong kembalikan ponsel saya?" pinta Gayoung dengan sopan.

Senyum puas tersungging di bibir Chanyeol, "Sudah."

Pria itu mengembalikan ponsel tersebut ke empunya dan berbalik ke ruangan tanpa rasa bersalah. Namun, mereka tak bisa menghindari beberapa pasang mata yang sudah memperhatikan semenjak Chanyeol berjalan ke meja Gayoung. Tinggal menunggu saja kasak-kusuk yang akan terdengar.

***

Suami Tampan is calling

Gayoung spontan mengumpat saat mendapati nama yang tertera di layar ponsel. Panggilan itu sudah tidak cocok. Pasti ini ulah pria itu saat mengambil ponsel tadi.

Kini, mereka sudah berada di rumah sakit untuk mengambil hasil dan berkonsultasi langsung dengan dokter penanggung jawab. Tadinya, Gayoung antre sendiri sementara Chanyeol memarkirkan mobilnya.

"Di mana?"

"Sudah di depan ruang dokter. Cepat kemari! Setelah ini antrean kita."

"Aku sudah dekat," ucap Chanyeol mengakhiri dan tak sampai 10 detik, pria itu berdiri di hadapan Gayoung.

Tepat saat itu juga, suster menginstruksikan keduanya untuk masuk. Sambutan bahagia sang dokter pada mereka seakan mengisyaratkan kabar yang sesuai harapan. Dokter perempuan itu kemudian membuka map toska berlogo rumah sakit dan senyumnya makin merekah.

"Kabar Anda berdua baik kan Tuan dan Nyonya Park? Karena kabar yang saya sampaikan akan membuat hari Anda lebih cerah."

Seketika Chanyeol memamerkan deretan gigi putihnya, menangkap isyarat sang dokter sementara Gayoung kembali kalut dengan konsekuensi yang harus dihadapi nanti.

"Jadi benar Park Joon putra kami?" tembak Chanyeol tidak sabar. Sebenarnya, ia sudah mendapat bocoran semalam, tetapi mendengarkan penjelasan lengkap dari dokter tetap dibutuhkan.

"Sabar Tuan. Berdasarkan hasil pemeriksaan analis kami dan sudah saya konfirmasi kalau probabilitas Anda berdua sebagai ayah dan ibu biologis Park Joon lebih dari 99.9%. Hasil tes maternitas pun menunjukkan mtDNA yang diturunkan dari Anda nyonya. Sekali lagi selamat, Anda bisa menemukan anak Anda sebelum beranjak dewasa."

Sontak air mata jatuh dari pelupuk mata Gayoung. Bahkan, isakan Gayoung terdengar pilu hingga menghentikan tawa kemenangan Chanyeol.

"Nyonya ...."

"Gayoung-ah...." ucap Chanyeol di waktu yang sama dengan dokter. Ia pikir Gayoung akan sama bahagia dengannya mendapatkan fakta ini.

"Kenapa?"

"Aku ... tidak ingat," ujar Gayoung lemah.

"Anda tidak berbohong 'kan? Bagaimana bisa, aku tidak hamil saat itu. Aku... Aku..."

Chanyeol sontak memeluk Gayoung menenangkan, ia berbisik, "Tenanglah, kita akan bicarakan dengan keluargamu setelah ini."

Tak ada lagi yang bisa Gayoung sembunyikan. Perasaannya tergambar jelas. Ia kecewa soal ketidaktahuannya. Keinginannya memiliki anak laki-laki itu terwujud, tetapi pengkhianatan keluarganya menghancurkan kepercayaan yang selama ini dimilikinya.

Tanpa sadar, Gayoung mempererat pelukannya. Remasan tangannya di kemeja Chanyeol semakin kuat. Air matanya pun sudah tak terbendung. Ia tak peduli bagaimana orang akan memandangnya, Gayoung hanya ingin menyembunyikan wajahnya sekarang.

***

Setelah memantapkan diri, Gayoung mendatangi rumah Eomma membawa berkas-berkas hasil tes DNA. Gayoung sendiri punya dua kemungkinan, mendapat pengakuan atau tidak.

"Katanya Sabtu? Kenapa sudah sampai?" tanya Eomma dengan tidak bersahabat.

"Oh itu, aku rindu Joon."

"Masuklah, Joon ada di kamarnya."

Percakapan singkat ini membuat Gayoung pesimis Eomma akan terbuka. Sudah beberapa minggu ia kehilangan kehangatan Eomma. Kepulangannya seolah menjadi bumerang untuk hubungannya dengan Eomma.

"I-moooo," teriak Joon berlari dari dalam kamar, sepertinya ia baru bermain dengan Somi.

Bocah kecil itu menyambut 'Imo'-nya dengan antusias.

"Pelan-pelan Joon! Nanti jatuh."

Spontan Gayoung mendekap Joon erat-erat dan menggendong anak itu. Ia bingung bagaimana mendeskripsikan perasaannya saat memeluk Joon setelah mengetahui bahwa ia anaknya. Ingin rasanya ia menumpahkan air mata haru.

"Maiiin!"

"Sudah malam Joon, besok saja main dengan Imo. Tidur dengan Eomma ya," ujar Somi lembut.

Eomma. Perasaan Gayoung seperti tersengat listrik mendengar orang lain yang tak ada hubungan apa-apa dipanggil dengan sebutan yang seharusnya menjadi hak miliknya.

"Tidak! Aku mau Imo!"

Ia sedikit terhibur dengan kata-kata Joon. Gayoung merasa lega, "Okay, Joon tidur dengan Imo, bagaimana? Tapi imo mandi dulu baru kita tidur ya."

Eomma tampak akan melarang tapi urung melihat raut wajah Joon yang bahagia. Lagipula, sejak beberapa hari lalu ia selalu merajuk dan tak henti menanyakan imo-nya.

Joon dengan patuh mengangguk, ia mengikuti Gayoung ke kamar bersama So Mi. Anak itu tetap memerlukan pengawasan selama Gayoung tak bersamanya. Gayoung sendiri khawatir membiarkan Joon di kamarnya yang jelas-jelas tidak didesain ramah anak kecil.

Setelah Gayoung selesai mandi, bocah itu berusaha turun dari sofa sendiri dan berlari ingin memeluk Gayoung.

"Joon suka sekali dengan Eonni. Apa Eonni juga menyukainya?" tanya Somi penuh arti.

Gayoung tak segera menjawab, memindahkan Joon ke ranjangnya dan mengusap bocah itu dengan penuh kasih sayang.

Bocah yang belum genap dua tahun itu refleks membaringkan tubuhnya meski tangannya masih sibuk dengan truk kecil berwarna merah hitam.

"Shoo shooo."

Ia tengah mencari perhatian Gayoung dengan menggerakkan mainan tersebut.

"Shoo shoo," jawab Gayoung sembari mengusap kepala Joon.

Tanpa mengalihkan perhatian, Gayoung mulai bicara, "Kau tadi bertanya apa aku menyukai Joon?"

Somi mengangguk meski ia bisa menyimpulkan sendiri, apa jawabannya sekarang.

"Sangat."

***

"Sudah bangun?"

Suara Eomma mengagetkan Gayoung yang baru saja beranjak dari dapur.

"Iya, Eomma."

"Tidak biasanya kaubangun pagi."

"Oh itu, Joon haus jadi aku harus membuatkan susu."

"Harus?"

"Ini bukan keharusanmu Gayoung. Dia tanggung jawab Eomma dan appa semenjak ia lahir," jelas Eomma kemudian.

"Tapi..."

"Jangan mencoba mengerjakan apa yang bukan menjadi urusanmu. Kau Imo-nya. Itu lebih dari cukup."

Gayoung membuang napas dengan berat. Ia bingung dengan respon orang tuanya. Somi yang bukan siapa-siapa saja, boleh merawat Joon dan selalu di dekatnya. Sementara itu, Gayoung yang tak lain adalah orang tua biologis Joon disebut lebih dari cukup saat menjalankan perannya.

"Memang tidak boleh membuatkan minum keponakan sendiri?" ada nada menyindir yang tak Gayoung sadari. Jika perang dingin ini dilanjutkan, ibu dan anak tersebut akan sama tersiksa.

Eomma melangkah maju mendekati Gayoung ‒di luar dugaan‒ wanita itu menggenggam lembut tangan putrinya.

"Tapi kau tidak bisa bersikap layaknya seorang bibi untuk Joon‒"

"‒terserah kalau kau pikir Eomma jahat tapi ini cara Eomma melindungimu. Dan Joon," imbuh Eomma menekankan kalimat terakhir.

Hampir Gayoung gentar. Hanya anak durhaka yang berani melawan ibunya. Namun, wajah tak berdosa Joon membuatnya tak bisa mundur. Kini, ia dan Eomma adalah ibu, yang harus melindungi dan mempertahankan anaknya.

"Apa karena... aku Eomma-nya?"

Wajah Eomma pias tanpa terkejut. Beliau seolah sudah menduga hal ini akan terjadi, cepat atau lambat.

"Benar ya, dari kemarin itu yang kaupikirkan."

Gigi Gayoung menggertak, ia berusaha menahan emosi yang semakin membuncah. Rasa kecewa kian tak tertahankan dan ingin meledak. Bagaimana Eomma bisa bersikap setenang itu. Rencana apa yang dibuat Eomma-nya diam-diam.

"Eomma minta maaf, sudah membuatmu berpikir Joon anakmu. Bukannya dulu kau tidak tertarik dengan anak-anak?"

"Maksud Eomma?"

Mau ia suka atau tidak dengan anak-anak. Kalau itu anaknya, tidak ada kondisi tersebut. Satu hal yang harus dicamkan, ia punya hak dan kewajiban terhadap Joon.

"Sepertinya kau sudah berubah," ujar Eomma misterius. Gayoung terheran, mengapa diisyaratkan seolah ia tak pernah menginginkan kehadiran Joon.

Anyway guys, udah pada tahu kan 10 Juli hari ulang tahun Gayoung? Pas banget ya, updatenya.

Semoga dia makin dilancarkan projek-projek selanjutnya dan jadi artis versatile favorit.
Oiya, ini aku bonusin foto Gayoung yang Rebel banget dulu.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top