Part 08

"Oppa, aku di sini!" teriak Gayoung pada seorang pria yang berusia sekitar pertengahan 30-an. Siang ini, ia tidak makan siang di kantor untuk memenuhi janji yang mau tak mau dibuat beberapa waktu lalu.

Pria yang dipanggil menoleh dan berjalan mendekati tempat duduk Gayoung.

"Akhirnya, kita jadi bertemu juga," ucap pria itu lega.

"Tentu. Sudah setahun lebih kita tidak bertukar kabar. Masih bekerja di KBC?" tanya Gayoung memulai pembicaraan.

Pria itu mengangguk, ia berucap, "Kontrakku sampai akhir tahun ini. Padahal kupikir kau masih di Paris jadi aku berencana berlibur ke sana sehabis kontrak."

"Benarkah? Sayang sekali tapi masih ada Dohwan di Paris, kau bisa mengajaknya pergi. Nanti kau juga bisa menemui Allete di Marseilles, ia sudah kembali ke kota asalnya."

"Oh, ya, Allete bukan orang Paris. Kalau boleh tahu, kenapa kau kembali ke Korea?"

Gayoung mendadak salah tingkah. Ia menjawab pelan, "Promosi."

"Waaah. Selamat! Dohwan tak bercerita apa-apa waktu aku menghubunginya. Ia hanya bilang kau sudah pergi ke Seoul dan minta aku menjengukmu sesekali. Kalau tahu begitu akan kubawakan hadiah."

Siapa lagi yang bisa menyampaikan kepulangannya selain Dohwan. Pria itu selalu tidak berhenti mengkhawatirkannya, meskipun sekarang tidak ada pesan yang setiap hari masuk menanyakan kabar dan mengingatkan makan. Kadang Gayoung merasa bersalah harus menarik Dohwan dalam kemelut rumah tangganya dulu. Namun, saat itu tak ada cara lain, dan menjodohkannya dengan Allete adalah ucapan terima kasih terbaik yang ia punya sekarang.

"Spaghetti Carbonara Udang satu," ucap Dongwook membuat pesanan.

"Banyak tomat dan sedikit zucchini," imbuh Gayoung kemudian.

Dongwook tertawa, "Astaga, kau masih ingat?"

Tentu Gayoung ingat, Dongwook adalah satu-satunya teman yang tidak ingin makan makanan Perancis saat ada kunjungan dari pihak KBC tahun lalu. Spaghetti saja ia mau makan dengan berbagai syarat.

"Kalau kau masih tidak bisa makan makanan Eropa, harusnya kita makan Jajangmyeon siang ini. Kau sih iya-iya saja."

"Tapi 'kan kau tidak malu makan denganku meskipun banyak syarat," timpal Dongwook dengan nada bercanda.

"Aku sudah biasa dengan orang seperti itu."

Satu alis Dongwook meninggi, "Benar ya kalau mantan kekasihmu sepicky aku saat makan."

'Mantan kekasih' adalah istilah yang digunakan teman-temannya untuk menggambarkan seseorang yang berarti di hidup Gayoung hampir tiga tahun lalu. Meskipun, Gayoung tidak yakin mereka saling mengasihi.

Gayoung mencebik, "Kau tahu? Aku benci teman yang bicara mantan."

"Sebenarnya dia lebih parah. Ia bisa hanya mau makan seolleongtang saat sakit atau membenci makanan yang kubuat dengan alasan tak realistis," imbuh Gayoung bertolak belakang dengan ucapan sebelumnya. Entah berapa kali ia mengatakan tak ingin membicarakan kebiasaan mantan kekasih-nya, setiap kali itulah kalimatnya tidak akan berhenti di sana.

"Sebegitunya kah? Bagaimana kalau besok kau membuatkanku makan siang? Aku perlu tahu memang seburuk apa masakanmu."

"Selalu-selalu kau mencari bahan untuk menggodaku‒"

Drt... Drt... Drt....

"‒tunggu ada pesan dari atasanku, takutnya penting," jawab Gayoung yang tersela akibat getar ponsel.

+82XX-XXX-XXXX

Sebelum lupa, Anda perlu menyampaikan rencana departemen Anda pukul 14:00.

+82XX-XXX-XXXX

Jangan terlalu lama makan di luar. Banyak pilihan di kantin gedung.

Sontak Gayoung mengumpat. Ia ingat betul hari ini ada jadwal rapat tapi tidak perlulah diingatkan sampai diberitahu soal menu kantin yang beragam. Dan lagi, kenapa jadwalnya dipercepat.

"Oppa, sebaiknya kita kembali ke kantor masing-masing saja. Sebentar lagi aku masuk kerja."

Wajah Dongwook berkerut mengisyaratkan ketidaksetujuan, ia tampak kecewa,"Bukannya makananku juga belum datang. Kau juga belum meminjamkanku bukumu."

"Maaf."

"Beri aku 20 menit. Bagaimana?" tawar Dongwook kemudian. Gayoung berkelit tetapi wajah kusut Dongwook membuatnya segan. Ia sendiri yang mengajak pria itu bertemu. Lalu sekarang, ia yang meminta untuk segera pulang. Lucu sebenarnya.

"Penting, ya? Akan ada meeting?" tanya pria itu lagi saat mendapati wajah Gayoung yang masih gusar.

"Sebenarnya. Atasanku sangat menyebalkan. Aku tahu akan ada meeting hari ini tapi tiba-tiba ia memajukan jadwal," jawab Gayoung yang tak bisa berbohong.

Dongwook berjanji untuk cepat menghabiskan makanannya dan meminta Gayoung melakukan hal serupa. Bahkan, ia mengancam wanita itu kalau pergi tanpa menghabiskan makan siangnya. Sebelum mereka berpisah, Dongwook meminta Gayoung untuk bertemu lagi dan memberikan sedikit pesan,"Aku paham, kadang kita bekerja pontang-panting untuk mengikuti alur yang ditetapkan manajemen. Tapi kuharap, ini bukan karena ia ingin bertemu denganmu saja."

***

"Josh, bagaimana progress investigasimu. Sampai hari ini aku belum mendapat email."

"Maaf Tuan, saya masih mencari informasi, terutama soal nama yang Anda berikan kemarin lusa. Saya kesulitan karena tidak ada marga dan lebih mirip nama panggilan."

Chanyeol meremas kertas di hadapannya. Ia menggeram,"Kau tidak pergi ke kantor kependudukan?"

"Sudah, Tuan. Tapi saya belum melihat wajah terbaru. Saya menemukan 20 orang dengan nama mirip."

"Sebenarnya, aku tidak suka mendikte teknis kalau denganmu, cari foto mereka sampai lusa dan berikan padaku. Jangan membuang banyak waktu!"

"Baik Tuan, akan saya sampaikan ke anak buah‒"

Chanyeol mematikan panggilan secara sepihak.

Astaga, kenapa dalam beberapa waktu ini Chanyeol hobi menguntit. Meskipun bukan secara langsung. Ia mengirim mata-mata dan saat ini jumlahnya sudah lebih dari satu. Hanya satu yang berkaitan dengan pekerjaan. Agaknya kalau Junmyeon mengajukan audit, ia bisa diomeli habis-habisan.

Mengingat hari ini ia masih memiliki jadwal meeting, Chanyeol memanggil sekretarisnya untuk mengingatkan pihak yang ia undang hari ini.

Untuk kesekian kalinya Gayoung menyampaikan presentasi, dihadiri oleh Chanyeol dan dua orang pihak manajemen lain.

"Karena ini produk Perancis, kenapa tidak kita lakukan shooting saja di Paris," tanya Chanyeol di sela presentasi.

"Paris? Bukankah biaya‒"

"Sangmuisa-nim, aku belum setua itu untuk lupa apa yang kukatakan kemarin. Satu hal yang harus kau tahu. Aku tidak suka setengah-setengah atau tidak serius. Jika sudah dimulai lakukan yang terbaik," ujar Chanyeol penuh penekanan.

"Tapi...."

"Seharusnya Anda tahu kondisi Paris bukan? Di mana tempat yang cocok untuk menarik perhatian pasar?"

Satu alis Gayoung terangkat, meminta penjelasan lebih jelas. Kemudian Sangmuisa-nim Choi menyela.

"Apa Anda ada saran Sajang-nim? Saya dengar Anda pernah tinggal di Perancis."

Chanyeol tersenyum culas, pandangannya tertuju pada Gayoung. Ia menegaskan, "Saya hanya sekitar 3 bulan berada di Toulouse. Setelah itu, saya tidak bisa pergi ke sana lagi. Mungkin Sangmuisa-nim Moon lebih paham kondisinya?"

Pertanyaan Chanyeol ambigu antara kondisi Perancis atau alasan ia tak bisa mengunjungi negara itu untuk kedua kalinya.

Sekali lagi Chanyeol membuat Gayoung tergagap, "Pe-ran-cis ba-gus."

Chanyeol tersenyum puas, berhasil memojokkan Gayoung.

"Tapi kalau kupikir Paris yang iconic sedikit membosankan. Bagaimana dengan Chaumont-sur-Loire? Setahuku banyak perkebunan yang sangat indah."

"Benar begitu?" tanya Chanyeol sekali lagi. Kedua manik matanya mengarah pada Gayoung.

"Terutama dengan Kebun Iris ungunya," jawab Gayoung hampir tak bersuara.

"That's right! Itu yang aku mau. Aku pikir kita bisa buat suasana musim semi yang bersemangat."

"Saya setuju Sajang-nim!" ucap Sangmuisa-nim Choi.

Gayoung menghela napas, sampai saat terakhirnya di Perancis pun ia belum mengunjungi Kebun Iris yang ia impikan sejak lama. Namun, sekarang Chanyeol memintanya untuk melakukan shooting iklan di sana. Tentu tanpa Gayoung nanti, karena besar kemungkinan ia lebih dibutuhkan di Seoul.

"Baik, Sajang-nim."

Sekali lagi Chanyeol tersenyum bangga. Gayoung yakin, pria ini memang ingin menyiksanya untuk balas dendam.

***

Dugaan Gayoung jika Jaemin menghindarinya terasa semakin nyata. Buktinya, setelah menyelesaikan pekerjaan di Daegu, pria itu bergegas pergi ke Busan. Karena Eomma-nya sedang tidak ada di rumah, ia memutuskan untuk menemui Soo Mi dan Joon.

Door!

"Astaga!" teriak Somi yang merasa terkejut dengan keisengan calon tunangannya.

Jaemin berlalu saja seperti tidak melihat, "Kau betah sekali di rumahku. Memang ibumu tidak mencari?"

"Oh, itu, ia sedang berlibur ke Macau."

"Lagi? Pantas saja anaknya dibiarkan berkeliaran di rumah laki-laki."

So Mi adalah gadis Busan yang dijodohkan Eomma-nya untuk Jaemin. Wanita tersebut berpikir Jaemin memerlukan seorang gadis baik-baik yang bisa mendukungnya nanti. Apa lagi ia tinggal di Seoul. Namun, sama halnya dengan Gayoung, Jaemin tidak tertarik dengan cara seperti ini.

"Jangan asal bicara! Baru semalam aku menginap. Aku ingin bermain dengan Joon," jawab Somi dengan nada kesal.

Sementara itu anak yang disebut hanya melirik sekilas dan sibuk dengan permen jari-jarinya. Pertama, ia belum mengerti kalau ia yang dibicarakan. Kedua, permen jari-jari adalah cemilan favorit yang diperkenalkan oleh Jaemin untuk menenangkan bocah itu.

"Oh, ya? Tapi dia lebih tertarik dengan permennya dari pada kau."

"Kau tahu sendiri. Permen itu mengalihkan dunianya."

Jaemin mengambil tempat di samping Joon dan tangannya menjawil lengan Joon yang terekspos. Bergaya seperti bicara dengan teman sebaya, ia bertanya, "Bagaimana hubungan kalian memang? Sudah akrab?"

Joon masih tidak merespon dan gadis yang ditanya hanya mencebik. Harus bagaimana ia memulai cerita. Mengurus Joon adalah ujian ketiga tersulitnya setelah kuliah dan memasak kimbab. Awalnya Joon sangat pemilih, bahkan urusan dengan siapa anak laki-laki itu akan tersenyum. Mengingat itu, Somi ingin menggigit jari. Apa lagi, saat Joon tidak mau diam di pusat perbelanjaan sehingga Somi pura-pura meninggalkannya. Sialnya, ia kehilangan jejak anak itu. Untung saja ada pasangan muda yang menyelamatkannya.

"Begitu, masih penjajakan," jawab Somi singkat. Mana mungkin ia berani terbuka dan ia bersyukur Joon belum bisa bercerita.

"Lucu."

"Apanya?"

"Menikahnya denganku tapi penjajakan dengan Joon," sindir Jaemin.

"Bukannya itu syarat yang kauajukan?"

Jaemin tertawa dan memindah Joon ke pangkuannya. Joon yang merasa terganggu mengerang sehingga Somi mengambil anak itu dan mengembalikan ke tempat duduknya. Jaemin pikir, Somi mungkin patut dipertimbangkan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top