Part 07
"Jangan tanya lagi, Sunbae!"
Keduanya sudah menghabiskan waktu selama 2 jam di perjalanan untuk tiba di Seoul. Namun Chanyeol tak henti-hentinya membalikkan pertanyaan Gayoung. Sudah lama ia tak menggoda wanita itu dan respon Gayoung yang meledak-ledak begitu memuaskan.
"Kalau begitu, turunkan aku di sini. Aku bisa jalan sendiri sampai rumah," tegas Gayoung saat mobil Chanyeol melewati pos security perumahan.
Dasar Chanyeol, ia pura-pura tuli dan masih melajukan mobilnya. Tadi Gayoung sudah menyebutkan blok tempat tinggalnya dan sang pengemudi langsung menyimpan dalam map, khawatir ia akan lupa selama di perjalanan.
"Jadi, itu alasanmu menolak tumpanganku?" tanya Chanyeol tiba-tiba saat keduanya mulai dekat dengan lokasi tujuan.
"Maksudmu?"
"Sepertinya benar gosip yang beredar selama ini."
Gayoung mengernyit, ia menilik ke sekitar. Tak menemukan hal aneh, selain keberadaan seorang pria berpakaian rapi di depan rumahnya. Seorang pria yang dikenalnya saat salah satu stasiun TV mengadakan tur di Paris. Seingatnya, ia tak membuat janji dengan pria itu. Satu lagi, itu juga bukan alasan Gayoung menolak ajakan Chanyeol.
"Kau mencari tahu tentangku, ya?"
"Tidak. Setahuku dia anchor terkenal. Wajahnya selalu terpampang di prime time news."
Setelah kembali mengurus perusahaan, Chanyeol memang menyediakan waktu menonton berita di pagi dan malam hari. Jadi, wajah Kim Dongwook sangat familiar untuknya. Apa lagi, beberapa saat lalu, Chanyeol diwawancarai pria tersebut dalam salah satu acara talk show inspirasi.
"Bukankah news tidak pernah memberitakan hubungan pribadi anchor-nya," tanya Gayoung retoris.
"Ya, itu muncul di laman Google-ku otomatis."
Diam-diam, Gayoung tersenyum tipis. Ia yakin, Chanyeol telah mencari tahu kabar tentangnya. Sedikit saja Chanyeol salah mencari informasi, pasti pria itu salah paham seperti sekarang.
Gayoung bersiap membuka safety belt-nya, tetapi mobil Chanyeol tiba-tiba maju beberapa meter dan berhenti tepat di depan pagar rumah Gayoung. Wanita itu kebingungan dengan ulah mantan suaminya. Terlebih, Chanyeol ikut turun dan membukakan pintu.
"See you tomorrow," tutur Chanyeol dengan nada lembut pada Gayoung.
Tanpa Chanyeol bersuara pun, sebenarnya Dongwook sudah melihat ke arah mereka, dengan tatapan penuh selidik.
"Oh, Kim Dongwook-shi? Tidak menyangka bertemu denganmu di sini. Apa kabar?" tukas Chanyeol berbasa-basi.
"Oppa!" sapa Gayoung yang membuat mata Chanyeol membulat sempurna. Apa-apaan ini. Dia saja yang sudah pernah menikah dengan Gayoung hanya dipanggil Sajang-nim, Sunbae juga baru hari ini. Chanyeol semakin yakin pada informannya kalau Gayoung punya hubungan spesial dengan pria yang beberapa tahun lebih tua dari mereka.
"Gayoung-ah.. Bagaimana kabarmu? Kau tidak bilang kalau sudah sampai Korea. Aku sebenarnya ingin mengajak makan malam tapi sepertinya sudah terlalu larut," sapa Dongwook.
"Ah, maaf aku belum berkabar dengan teman-temanku yang lain juga. Bagaimana kalau besok pagi kita minum kopi bersama?"
"Besok pagi kita ada meeting, aku harap kau tidak terlambat," ujar Chanyeol menyela percakapan.
"Segeralah tidur," imbuh Chanyeol pada Gayoung. Ditegaskan dengan tatapan serius, seakan tidak mau mendengar sanggahan.
"Dongwook-shi, aku pamit. Sebaiknya kau juga tidak terlalu lama, biarkan Gayoung istirahat dulu. Kami sudah pergi seharian ini. Aku pulang," ucap Chanyeol lagi, membungkuk kemudian kembali ke kursi kemudi dan melajukan mobilnya pergi.
Mata Gayoung terpaku mengikuti arah mobil Chanyeol. Astaga, setelah sekian tahun berlalu, jantung Gayoung kembali berdegup kencang dan rasanya tidak karuan hanya karena menghabiskan waktu dengannya.
Ia sampai membiarkan Dongwook memperhatikan,"Maaf, Oppa. Berapa nomor ponselmu? Akan kuhubungi nanti."
Dongwook menyebutkan nomor ponselnya, "Missed call, ya. Kita bisa bertukar pesan dulu."
"Baik Oppa, maaf aku harus beristirahat dulu. Kalau ada waktu kita bisa bertemu kapan-kapan."
Selepas mengantar Dongwook kembali ke mobil, Gayoung merutuki dirinya. Bisa-bisanya ia mendengarkan ucapan Chanyeol untuk segera beristirahat. Sepertinya pria itu memang masih memiliki pengaruh besar padanya.
***
Ucapan Chanyeol ada benarnya karena semalam ia hanya mencopot sepatu dan mengisolasi diri dalam kamar. Tidak bercakap-cakap dengan adiknya, bergegas mandi dan beristirahat.
Beruntung Jaemin cukup cuek. Pria itu tidak menanyakan semalam ia ke mana dan rentetan pertanyaan lain yang Jaehyun biasa tanyakan.
"Ah Eomma, suruh Somi pulang saja. Dia bukan tipeku. Aku tidak mau dia berharap."
"Jaemin dengarkan Eomma. Kau hanya perlu belajar berkomitmen dan menyayanginya. Joon butuh orang tua utuh. Eomma sudah tak muda."
Jaemin membuang napas kasar, sejak pertama kali melihat mata Joon, ia sudah menyayangi anak itu dan ia berjanji untuk menjadi orang tua yang baik.
"Aku sudah pusing dengan Noonamu. Susah diatur, selalu melanggar kesepakatan yang dibuat. Sekarang, justru tidak memberi kabar apapun. Kau tidak boleh memperkeruh suasana."
"Jangan terlalu lama marah pada Gayoung Noona. Kalian harus berbaikan."
"Bilang saja pada kakakmu yang angkuh itu. Bagaimana bisa ia tidak mengunjungi Eomma yang sudah renta?"
"Eomma harus bersiap-siap dulu tapi. Ia lebih mudah curiga sekarang."
"Eomma akan tetap tutup mulut."
"Tetap simpan dari Noona, ya."
Jaemin memberi salam dan mematikan layar ponselnya. Ia terhenyak saat mendapati Gayoung sudah berdiri di hadapannya dengan segelas susu hangat. Wanita itu sebenarnya ingin mengingatkan adiknya untuk minum, tapi ia jadi berpikir lain. Demi apapun Jaemin tidak pandai berbohong di depan kakaknya, ia hanya bisa menyembunyikan fakta.
"Apa yang kau sembunyikan dariku?"
***
Kalau saja ia tak harus menghadiri meeting pagi ini, Gayoung akan mencecar lebih jauh soal apa yang dirahasiakan adiknya. Ia jadi curiga kalau Jaemin melakukan kesalahan dan takut dihabisi. Bahkan, tadi pagi saja, pria itu meminta Gayoung untuk naik taksi sendiri dengan alasan ada meeting penting di luar kota.
Ya. Gayoung yakin kalau adiknya berusaha menghindar. Ia akan membuat perhitungan nanti.
"Pagi," sapa suara bariton di belakang Gayoung.
Gayoung menoleh dan hanya mengangguk.
"Begitu sapaan untuk teman?"
"Lalu, kau minta apa?"
"Jawablah dengan kata-kata. Kau sudah bukan anak kecil lagi. Anak TK saja tahu jawaban dari sapaanku."
"Besok kausapa saja anak TK di jalan."
Chanyeol mencebik dan menyandarkan tubuh di dinding elevator. Benar yang dikatakan sekretarisnya kalau Gayoung datang sangat pagi dan ini bisa menjadi kesempatannya untuk berteman dengan wanita itu.
Terlepas kekesalan akibat tuntutan perceraian, tidak ada rasa dendam. Mungkin memang pernikahan mereka terjadi di saat tidak tepat.
"Bagaimana tidurmu? Nyenyak? Dongwook segera pulang setelah aku pulang kan?"
Yang ditanya hanya melirik, "Maaf, Sajang-nim. Itu privasi saya. Kita sudah berada di kantor."
Tawa Chanyeol kembali terdengar. Setelah mengantarkan pulang pun, Gayoung masih menarik diri darinya. Namun, ia justru tertantang.
"Kalau kau menghindar terus. Aku justru curiga, kau masih mencintai mantan suamimu yang tampan ini pasti."
Kening Gayoung berkerut, selalu saja berakhir dengan terlalu percaya diri.
Ting!
Tepat saat pintu elevator terbuka, Gayoung setengah berlari, mengeluarkan kartu akses untuk masuk ke kantor.
"Karena diam, kesimpulannya iya. Tapi maaf, aku tidak mau mengulang kesalahan."
***
Ucapan Chanyeol pagi ini sudah sangat keterlaluan menurutnya. Semalam pria itu menuduhnya cemburu, Gayoung masih bisa terima, tapi sekarang ia dibilang masih mencintainya. Sungguh tuduhan yang sangat tak beralasan.
Lebih menyakitkan lagi, ia disebut sebagai kesalahan. Pria itu pikir, dia bukan kesalahan untuk Gayoung.
"Sangmuisa-nim Moon, saya ingin mengingatkan untuk‒," sela Minam di tengah lamunannya.
"Iya, iya, meeting dengan Sajang-nim pukul 14.00 kan?"
Minam mengangguk. Ia tersenyum dan kembali ke mejanya. Diam-diam ia tertawa, ini hari keempat ia bertemu CEO dan CMO Beauté, dan interaksi keduanya orang itu terlihat menggemaskan di matanya. Bahkan, ia berniat menjadikan kedua atasannya bahan taruhan dengan karyawan-karyawan baru.
"Ada yang lucu Sekretaris Jung?" tanya Gayoung tepat saat akan masuk ke ruangan CEO. Tadinya ia menangkap gadis itu tersenyum lalu tertawa sendiri. Mirip orang gila pikirnya.
"Tidak ada apa-apa, Sangmuisa-nim. Silakan masuk," ujar Minam pada Gayoung yang tiba 10 menit lebih awal.
Chanyeol juga masih berbicara dengan rekan bisnisnya. Ia melirik sebentar ke arah pintu dan melihat Gayoung yang sudah siap dengan laptop dan buku catatannya. Kemudian wanita itu duduk di salah satu sisi sofa di depan meja kerja, membuka laptop tanpa mempedulikan Chanyeol.
"Anda sudah siap, ya, padahal yang lainnya masih di tempat masing-masing."
"Saya tidak suka terlambat."
Samar-samar Chanyeol mengangguk, siang ini mereka melaksanakan koordinasi untuk rencana kerja yang dibuat oleh masing-masing departemen. Pagi tadi mereka tidak memerlukan waktu lama untuk menyampaikan presentasi pada Chanyeol dan segera mendapat persetujuan. Hal itu tentu membuat Gayoung iri, kalau saja ia yang diminta presentasi hari ini, pasti ia sudah siap.
Setelah pihak manajemen lainnya berkumpul, mereka menyampaikan rencana kerja untuk setahun ke depan serta kebutuhan sumber daya.
"Apakah tidak akan dilakukan rekaman untuk iklan yang akan dibuat Sangmuisa-nim Moon?" tanya Sangmuisa-nim Choi.
"Sejauh ini saya lebih condong pada foto dan menggaet beberapa model ternama. Produk kita masih baru di Korea, sebaiknya pendekatan dilakukan perlahan."
Tampak peserta rapat yang lain memikirkan pendapat Gayoung.
"Sebentar, kita bekerja untuk mencapai target 'kan? Bukankah marketing perlu mengupayakan berbagai cara untuk meningkatkan penjualan?" tanya Chanyeol mewakili pemikiran peserta lain.
"Tapi, target dari Sajang-nim bisa dicapai dengan metode yang kami ajukan. Lagi pula dana marketing perusahaan kecil seperti ini sangat terbatas bukan?"
Gayoung memang menyampaikan kenyataan. Berdasarkan hasil diskusinya, butuh dana yang besar untuk pembuatan iklan dan prediksinya target bisa tercapai dengan metode yang ia ajukan. Namun, keterusterangannya membuat pihak lain saling bertukar pandang. Ia dianggap tidak etis.
"Saya berpikir, Anda kurang tertantang dengan target sebelumnya. Saya juga sedang mempertimbangkan lagi apa kita bisa meningkatkannya."
"Target tersebut feasible, Pak."
"Iya, saya tahu. Terlalu mudah untuk Anda bukan? Saya pikir kita harus lebih optimis bukan? Saya tantang Anda untuk mencapai tiga kali lipat target penjualan dari sebelumnya. Bagaimana?"
Gayoung hanya diam di tempatnya.
"Anda suka tantangan kan? Saya harap Anda menerima. Kalau memang akan ada pertambahan personil atau biaya, saya terbuka," imbuh Chanyeol dengan senyum penuh kemenangan.
Sementara Gayoung mengutuk pria itu dalam hati. Ia benar-benar profesional, sama sekali tidak ramah dibanding saat tanpa embel-embel bekerja. Oh, atau bisa jadi ini adalah bentuk balas dendam yang ia utarakan lewat pekerjaan.
***
Jaemin
Noona, aku ada tugas ke Daegu 3 hari ke depan.
Aku sudah minta Bibi Wang untuk menginap mulai malam ini.
Jangan lupa kunci pintu!
"Aaaah! Moon Jaemin! Kau keterlaluan sekali," amuk Gayoung sembari melempar bantal kursi.
Sejak pagi tadi, ia memang ingin mencecar bocah itu. Dibandingkan Jaehyun, Jaemin lebih ceria dan cerewet tetapi tak terhitung rahasia yang dikuburnya seorang diri. Karena merasa terkait, Gayoung berhak untuk curiga.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top