Part 05
Mengakuisisi Beauté adalah salah satu keputusan impulsif Park Chanyeol. Seperti yang Gayoung pikirkan, ketertarikan Chanyeol pada dunia kosmetik sangat rendah. Ia sampai menyewa jasa konsultan untuk membantunya memahami istilah-istilah tertentu yang sering digunakan.
"Ah, aku bisa gila!"
"Ada apa Tuan? Ada yang bisa saya bantu?" tanya sopir Chanyeol bingung.
Chanyeol sadar sudah bersikap berlebihan dan membenahi posisi duduknya, "Oh, ini, hanya membaca berkas Beauté belum terlalu biasa."
"Itu perusahaan apa, Tuan? Bagaimana dengan Visio?"
"Aku minta Tae Yong untuk membantuku dengan Visio. Kau memang perhatian Jingo."
Pria yang mengemudikan mobil Chanyeol, adalah salah seorang mahasiswa di universitas swasta di Seoul yang kekurangan dana dan ditolong Chanyeol. Oleh karena itu, ia menawarkan diri sebagai sopir. Namun, mengingat latar belakang pendidikan dan kecerdasannya, Jingo juga menjadi teman diskusi yang asyik untuk Chanyeol, tak jarang ia memberikan pertanyaan soal pekerjaan Tuannya sebagai bentuk perhatian.
"Bagaimana skripsimu?"
"Sedang saya kerjakan."
"Bukankah kau mengantar jemputku pagi dan malam. Siang kau juga kuliah 'kan?"
"Sudah tidak Tuan, saya bisa mengerjakannya selama waktu sela."
Chanyeol membuang napas kasar, "Posisiku sekarang akan menyusahkanmu. Bagaimana kalau kau libur dulu?"
Pria itu sedang memikirkan opsi mengistirahatkan sopirnya sejenak agar bisa fokus dengan kuliahnya, "Lalu siapa yang akan mengantar jemput Anda, Tuan? Saya juga masih perlu makan."
Tawa Chanyeol menggelegar, "Selama ini kau pikir aku tidak bisa menyetir? Tenang, aku masih akan mengirimkan transfer setiap bulan"
"Tapi Tuan, Tuan suka menyetir dengan kecepatan tinggi. Itu bahaya. Nyonya Kim akan marah kalau tahu."
"Astaga. Abaikan kalau Jiwon marah. Fokus sementara pada studimu, kuberi waktu 3 bulan, mulai besok."
Kemudian Chanyeol tersenyum sendiri dengan keputusannya. Mulai hari ini, ia perlu lebih bebas mengendarai mobil kesayangannya.
***
Hari ini adalah hari pertama Gayoung bekerja di Beauté Korea, sekaligus menjadi anak buah mantan suaminya. Sungguh posisi yang tak pernah ia dambakan sampai kapan pun. Mengingat perusahaan ini masih dirintis, Gayoung mendapatkan satu meja kubikel untuk ukuran dua orang. Sedikit penurunan karena di Paris ia punya ruangan berukuran 12 meter persegi untuk seorang diri.
"Selamat pagi Sangmuisa-nim Moon, saya ingin mengingatkan untuk rapat pagi ini mengenai rencana marketing pukul 8:30 di ruang CEO."
"Oh, mendadak sekali, kupikir aku bisa menyiapkan rencana untuk departemenku sekarang."
Minam yang ternyata tetap menjadi sekertaris CEO pun menimpali, "Mohon maaf, Sajang-nim baru mengirimkan invitation pagi tadi."
Ingin Gayoung berteriak kesal pada pria itu yang bersikap semena-mena, Gayoung baru akan membuat rencananya hari ini. Secara teknis kalau Chanyeol minta meeting pagi ini, ia hanya punya waktu 15 menit untuk persiapan dan itu tak masuk akal. Sama sekali.
Wanita itu menarik napas dalam-dalam sebelum menghembuskannya sambil menahan amarah. Kemudian, ia berjalan dengan percaya diri untuk mengetuk dan masuk.
"Pagi Sajang-nim. Saya dengar dari sekertaris Anda, pagi ini akan ada rapat untuk marketing produk?"
"Ya betul, ini adalah hal dasar sebelum bicara soal produk. Sampai semalam aku belum mendapat rencana riset yang akan dilakukan tim marketing nantinya," jawab Chanyeol tenang tanpa basa-basi. Hari ini adalah pertama kalinya mereka bicara berdua dan pria itu terlihat sangat santai dan... profesional. Ya, mungkin kata itu yang paling tepat. Sementara Gayoung, ia mati-matian menahan emosinya.
"Maaf, tapi saya secara resmi bekerja per hari ini jadi hari ini, tentu jadwal saya mulai menyusun proposal riset pasar."
Chanyeol tersenyum sinis.
"Saya tidak menyangka, kalau Beauté Internasional memberikan kami resource yang kurang kompeten. Harusnya Anda sadar, sebelum perusahaan itu berjalan, apakah ada pangsa pasar yang bisa dituju? Dengan produk apa dan kapan bisa dipasarkan? Tapi sekarang, Beauté Korea belum punya satupun jawaban untuk semua pertanyaan itu jadi saya mau di hari pertama ini, kita bicarakan prospek market Beauté Korea."
Gayoung hanya bisa menghela nafas, "Baiklah, berikan saya waktu sampai siang nanti untuk menyiapkan presentasi. Setidaknya sebagai guideline diskusi, proposal akan saya siapkan besok."
"Terlalu lama Sangmuisa-nim, proposal harus sudah jadi hari ini dan besok kita harus mulai."
"Tolong Anda jangan bercanda. Maaf, saya harus jujur, ini tidak masuk akal Sajang-nim," sanggah Gayoung dengan muka semerah kepiting rebus.
"Menurutku tidak. Di perusahaanku sebelumnya, kami bisa menyelesaikan rencana riset pasar hanya beberapa jam. Lagi pula, Sangmuisa-nim Wang dan Choi sudah di depan pintuku," ujar Chanyeol santai.
"Kita tidak bisa mulai Sajang-nim dengan saya yang belum menyiapkan apa-apa."
"Anda tak punya solusi kalau atasan berkata harus sekarang?"
Tok tok tok.
"Kami bisa masuk Sajang-nim. Sepertinya Anda tengah berdiskusi dengan Sangmuisa-nim Moon?" tanya Sangmuisa-nim Choi saat melangkah masuk.
Chanyeol berdiri dan menyalami CFO dan COO Beauté Korea dengan ramah, "tentu, diskusi kami sudah selesai. Tolong Anda bawa laptop kemari, ya, Sangmuisa-nim Moon. Rapat harus segera dimulai."
Mau tidak mau, suka tidak suka, Gayoung kembali ke mejanya untuk mengambil laptop. Ia sudah putuskan akan mengikuti permainan CEO-nya hari ini, tapi mulai besok ia akan selangkah atau sepuluh langkah lebih maju agar tak dipermalukan seperti ini. Gayoung hanya menjadi notulen, menuliskan setiap hasil rapat dan fungsinya digantikan oleh pria itu. Meskipun, Chanyeol terlihat mumpuni dengan marketing skill-nya. Jadi wajar, kalau ia mendapatkan beberapa penghargaan.
Setiap tulisan yang didokumentasikannya, membuat Gayoung bertanya pada dirinya sendiri, apakah ia sekarang lebih cocok menjadi Minam karena selain itu tak ada satupun sarannya yang didengar.
"Maaf Sajang-nim, kenapa Anda masih harus mencoret anak muda sebagai pangsa pasar. Produk Beauté untuk remaja adalah yang terbaik di Eropa. Saya pikir remaja negara ini akan cukup tertarik dengan prestige European lifestyle."
Chanyeol mengetukkan bolpoinnya ke meja, "Saya sudah bicarakan ini dengan Tuan Kang. Ini hanya akan buang-buang waktu. Sudah terlalu banyak produk Korea yang menuju pada anak muda dan wanita 30 tahunan."
"Tapi Sajang-nim, segmen yang dituju berbeda di dalamnya. Kita tidak bisa memisahkan lifestyle dari anak muda."
Chanyeol menatap remeh, "Dan kita tidak bisa membuang-buang dana mendatangkan produk dengan biaya tinggi tapi tak layak beli bukan?"
"Beauté masih akan melaksanakan survei, mengapa tidak kita masukkan dalam kategori survei. Bukankah terlalu dini menilai dari asumsi tanpa data? Kita cari datanya baru memutuskan."
"Itu bukan asumsi tapi insting."
"Apakah insting cukup? Kita harus bekerja berdasarkan data Sajang-nim. Insting bukan hal yang reliable. Maaf, saya lancang berbicara."
Chanyeol tak lagi mendebatnya, ia beralih ke topik lainnya yang membuat Gayoung ingin berteriak untuk kesekian kalinya. Ucapannya kembali dianggap angin lalu. Entah terlalu fokus berdiskusi, Chanyeol sampai mengabaikan jam makan siang yang membuat Gayoung lebih kesal.
"Maaf, Sajang-nim, ini waktu makan siang, sebaiknya kita istirahat sebentar."
"Di saat seperti ini Anda mau istirahat?"
Gayoung membuang napasnya kasar. Chanyeol seolah mempermalukannya dengan pertanyaan sarkas pria itu.
"Silakan Anda istirahat sendiri, Sangmuisa-nim Wang dan Choi masih akan di sini berdiskusi."
Sontak kedu orang yang disebut hanya bisa saling memandang.
"Baiklah-baiklah. Anda bertiga ingin makan apa? Biar saya minta Minam untuk memesan. Tidak baik menunda makan siang. Kami dibiasakan disiplin di Paris," ucap Gayoung lagi. Kali ini, wanita itu menatap Chanyeol lekat-lekat tanpa segan dan tanpa peduli apa reaksi dua orang lain yang berada di sana.
***
Setelah beberapa hari, pihak security estate baru memberikan alamat pengendara tidak bertanggung jawab yang menyiramkan genangan air padanya. Tanpa berpikir panjang, Gayoung segera mendatangi rumah tersebut. Jaraknya pun hanya 100 meter untuk menemukan rumah berwarna coklat dengan pencahayaan terang.
Tanpa berpikir tindakannya berlebihan, Gayoung menekan bel rumah tersebut, "Permisi, apa benar Anda pemilik Mercedes dengan nomor XXXX? Saya Moon Gayoung, pejalan kaki yang Anda siram air minggu lalu. Bisa kita bicara?"
Tidak ada jawaban dari pemilik rumah tersebut, Gayoung kembali menekan bel dan mengulang kalimatnya.
Namun, tetap tak ada jawaban yang diperoleh, sehingga Gayoung berbalik dan mengurungkan niat meminta ganti rugi. Lagi pula, setelah dipikir seksama, tindakannya tidak lazim. Perkara terciprat genangan air lebih sering dilupakan orang.
"Ada apa kau mencariku malam-malam?" terdengar suara bariton yang familiar di telinga Gayoung. Gadis itu mematung di tempat, takut berbalik.
"Aku pemilik Mercedes nomor XXXX. Ada masalah apa?"
"Maaf sepertinya saya salah orang," jawab Gayoung dengan suara ragu.
Urung sudah niatnya meminta pertanggung jawaban. Tanpa mau menoleh, Gayoung segera berlari sekencang yang ia bisa, mengabaikan teriakan pria tersebut dan bersikap konyol.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top