Epilog
"Morning."
"Oh, astaga! Kenapa kau ada di sini?" teriak Gayoung panik kala matanya terbuka. Gelagapan menemukan pria bermata bulat berada di sisi ranjang dan menatapnya lekat-lekat.
"Jawabnya 'Morning, Honey' dong!"
Sontak Gayoung terduduk dengan pandangan linglung, mendapati tirai tertutup dan penerangan yang menyala. Ia pikir, dirinya sudah tidur lebih dari 12 jam. Setelah terbang hampir 5.000 mil, tubuhnya benar-benar lelah. Apa lagi, itu adalah perjalanan udara Joon yang pertama. Gayoung harus mencari cara menghindarkan Joon dari kebosanan agar anak itu tidak minta turun dari pesawat. Alhasil, meskipun bergantian dengan Chanyeol, hanya sebentar sekali matanya terpejam.
Belum selesai mengatasi keterkejutannya dari kehadiran Chanyeol, Gayoung merasakan sesuatu bergerak di bawah selimutnya.
"Baaaa!" teriak Joon saat tubuh mungilnya muncul dari balik selimut, menyempil di antara Gayoung dan Chanyeol.
"Astaga, kalian ini, ya."
Gayoung hanya bisa mengelus dada menyaksikan tingkah dua anak manusia itu. Entah ini ide dari Chanyeol atau inisiatif anaknya karena Joon sama usilnya dengan ayahnya sekarang.
"Kau pikir apa? Pasti anakku yang menggemaskan."
Kemudian, Chanyeol menyibak selimut dan mengangkat Joon ke pangkuannya. Anak itu sedikit berontak sembari menirukan ucapan papanya tadi, "Moning, moning."
Refleks Chanyeol terkekeh dan mengusap ubun-ubun anak laki-lakinya. Tawa tersebut membuat Joon senang hingga ia mengulangi sapaan tersebut terus menerus.
Meskipun masih bersandar pada bantal, tangan Gayoung bergerak, menahan tangan anak laki-lakinya yang bersiap bertingkah. Sepertinya ia tertarik memainkan selimut berlapis di apartemen itu.
"Tumben Joon sudah aktif pagi-pagi. Jam berapa memang?"
Satu ujung bibir Chanyeol terangkat dan ia menjawab, "Tujuh."
"Kenapa semua masih ditutup?"
Buru-buru Gayoung melompat dari ranjang, beranjak untuk membuka tirai. Memang belum siang, tetapi waktu mereka di Blois tidak lama. Ia harus membagi waktu berliburnya dengan pekerjaan -iklan produk yang Chanyeol canangkan. Gayoung melempar tatapan sengit ketika menarik tirai. Sementara, pria itu justru tertawa terpingkal-pingkal dan diikuti oleh anak lelakinya.
"Satu kosong! Siapa suruh kau tidur seperti babi!"
Bibir Gayoung maju beberapa mili.
"Sampai tidak dengar waktu aku ajak belanja. Bahkan, Joon dan aku masuk ke kamarmu saja kau tidak tahu. Ckckck," keluh Chanyeol.
"Aku tidak bisa tidur di pesawat. Tahu sendiri tingkah anakmu bagaimana. Ah, biarkan aku tidur dulu."
Tanpa menggubris reaksi Chanyeol dan Joon, Gayoung masuk kembali ke dalam selimut. Akhir-akhir ini, jika ia kesal pada tingkah Joon, Gayoung dengan mudahnya mengatakan anakmu, kata yang pamali diucapkannya saat masih memperebutkan Joon.
"Kita makan malam dulu, baru tidur lagi," tegur Chanyeol seraya menarik selimut Gayoung. Membiarkan wanita itu meracau karena kesal.
"Dingin."
"Malu dilihat Joon."
Pasrah. Gayoung segera mengusir Chanyeol keluar, lantas mengganti pakaiannya dan Joon.
"Kita makan di dekat sini saja, ya. Aku malas pergi jauh," ucap Gayoung setelah selesai bersiap dan menutup pintu kamarnya.
"Siap, Nyonya! Kita tidak akan membuang waktu di jalan."
Gayoung hanya bisa melongo ketika dilihatnya Chanyeol membuka satu per satu tudung aluminium di meja pantry berhias tiga lilin tinggi di tengah. Entah kapan pria itu menyiapkan. Yang jelas sudah tersedia dua piring Tomato Basil Penne dengan porsi dewasa dan satu porsi kecil. Tak lupa dua gelas piala dan satu botol wine yang diharapkan memiliki sensasi luar biasa. Bagaimana mungkin melewatkan minuman istimewa itu saat berlibur di Perancis?
"Aku pikir, kita perlu yang private," tandas Chanyeol. Ia tersenyum bak malaikat.
"Definitely agree."
Dengan sigap, Chanyeol menarik satu kursi untuk Gayoung dan mendudukkan Joon di high chair, yang diletakkan di antaranya dan Gayoung. Chanyeol menyebutkan nama makanan yang akan mereka makan pada Joon dan anak itu terlihat antusias. Ini pertama kalinya ia mengonsumsi pasta yang sering dimakan kedua orang tuanya.
"Enak?"
Gayoung mengangguk mantap. Begitu juga Joon. Ia menjawab dengan mulut belepotan.
"Bagaimana kalau aku masakkan setiap hari?" tanya Chanyeol sembari membuka kotak beludru toska berisi cincin emas putih bermahkotakan berlian.
Gayoung terhenyak. Beberapa kali ia memikirkan skenario bagaimana Chanyeol akan menuntut keseriusan, tetapi tetap saja tubuhnya terasa kaku. Sudah beberapa minggu Chanyeol tak menanyakan lagi kelanjutan hubungan mereka. Sempat ia berpikir kalau Chanyeol bosan padanya.
"Benar kau yang akan masak tiap hari?" tanya Gayoung menahan kegugupannya.
"Kalau hanya dengan itu kalian bisa bersamaku, apa boleh buat."
Bibir Gayoung terlipat ke dalam dan senyumnya tertahan.
"Deal?"
Refleks mata Chanyeol melebar sempurna, antara percaya dan tidak dengan respon Gayoung.
"Really?"
"Aku rasa, sudah saatnya aku memaafkan diriku sendiri dan mempersatukan keluarga kita. Tapi aku masih punya cincin Sunbae," tutur Gayoung seraya mengangkat jemari kanannya.
"Sejak kapan?"
Wanita itu terkekeh. Sudah seminggu ini ia kembali mengenakan cincinnya. Inisiatif untuk menyentil Chanyeol akan jawabannya. Hanya menunggu pria itu menyadari perubahan tersebut.
Cincin itu adalah tanda kalau ia bersyukur dengan kehadiran Chanyeol dan Joon. Siap berkomitmen kembali dengan pria yang pernah menikahinya. Tanpa keraguan dan paksaan.
"Sudah lama? Astaga! Kenapa aku tak melihat."
"Cukup tahu saja,kau lebih memperhatikan Joon sekarang," goda Gayoung.
"Cucup tau," ujar Joon menirukan Eomma-nya, yang direspon dengan kikikan oleh Chanyeol.
Pria itu mengambil cincin di kotaknya dan menyematkan di jari Gayoung yang lain. Kemudian, ia mencium kedua cincin yang pernah disematkannya di jari istrinya.
"Satu cincin saja sudah sakral. Sekarang dua. Jangan lama-lama kau cabut tuntutanmu, ya!"
Tanpa diperintah pun, Gayoung sudah membatalkan tuntutannya dan mungkin pengadilan saja yang lalai mengabarkan suaminya. Rasa bahagia yang bergelora menuntunnya untuk mengucapkan rasa terima kasih yang berkesan.
Cup.
"Kenapa kita seperti anak sekolah. Kau menciumku di pipi Gayoung-ah."
Pipi Gayoung bersemu saking malunya. Tadi saja, ia sudah menekan urat malunya kuat-kuat.
"Mungkin kau lupa, tapi aku lebih suka caramu menciumku saat kita membuat Joon," ujar Chanyeol tanpa basa-basi.
Ia beranjak menarik lengan Gayoung, menangkup pipi istrinya dan menautkan bibir keduanya. Chanyeol melakukannya dengan perlahan dan hati-hati, seolah Gayoung adalah benda rapuh yang tak boleh dilukai. Sudah lama mereka tak seintim ini. Tanpa sadar, tangan Chanyeol sudah menelusuri punggung hingga jatuh ke pinggang Gayoung. Sementara itu, kedua tangan Gayoung bergelayut di leher suaminya.
"Hek... Eommaaa... Papa...."
Tangis Joon memecah keheningan, menghentikan aktivitas dan mengembalikan kesadaran mereka. Keduanya sontak menghampiri Joon untuk memeriksa jika ada yang salah.
"Aku pikir tidak ada yang salah dengan makanan Joon," ujar Chanyeol mencicipi makanan di piring Joon.
"Aha... hehehe... hahaha..."
Sontak Gayoung dan Chanyeol menatap bingung anak laki-laki mereka. Ya, Joon terus tertawa cekikikan. Bocah itu puas menggoda kedua orang tuanya.
"Ah, dia benar-benar jahil," ucap Chanyeol seraya mencubit pipi anaknya.
Gayoung justru tersenyum, "Karena dia anakmu. Jangan diulangi! Ingat, Joon bisa mencontoh kita!"
"Yes, honey. We'll get a room next time."
Joon berhasil membuat kedua orang tuanya tertawa menahan malu. Namun, mereka bahagia, mengambil langkah besar dalam kehidupan mereka, tentunya dengan Joon.
Thanks a lot ya guys! Sudah menemani hariku dengan membaca Later On. Ini adalah cerita tercepatku yang selesai selama hampir setengah tahun. Apalagi yang mulai Life Mate. Selama 3 tahun, bergelut dengan Chanyeol dan Gayoung versi ini. Mencari sela di antara kesibukan real life. Up and down banget.
Aku bakal kangen mereka dan kalian pasti. Kalo berkenan, buat yang belum pernah komen, mau dong pendapatnya di komentar.
Semoga kalian bisa terhibur dan sampai berjumpa di cerita-cerita yang lain. I hope ...
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top