14. Bukan Hantu (BH)
Happy reading
.
.
.
Azalea bangun dengan tangan yang tertancap infus. Saat dia pingsan, dia dibawa ke UGD dengan bantuan orang-orang disana. Aulia menggendong Renata yang sedang terlelap, melihat Azalea sedari tadi belum sadarkan diri.
Disana sang Ayah sedang duduk bersama calon mertuanya, Aizan dan Aulia. Azalea masih diam dan mengamati sekitar. Dia teringat akan pembicaraan dengan Arsa tadi di telepon.
"Ayah" panggilnya lirih. Azlan mendekati brankar Azalea bersama Aizan dan Aulia. Azlan membelai kepala Azalea yang tertutup hijab.
"Lea, mau minum nak?" Tanya Azlan lembut.
Jujur saja, dia merasa khawatir dengan kondisi anak semata wayangnya itu. Azlan mendapat kabar kalau basecamp pasukan Garuda di bom oleh musuh. Azlan juga mendapat kabar bahwa Arsa dan Adam belum ditemukan keberadaannya.
Aizan dan Aulia ABG mendapat kabar dari Azlan secara langsung tentunya shock. Mereka berdua terus berdoa meminta pada Allah keselamatan untuk Arsa.
"Ayah, tolong Carikan informasi tentang kak Arsa" pintanya memelas. Azlan tidak menjawab apapun, dia memeluk Azaleanya yang kini tengah terluka. "Iya nak tentu saja. Kita tunggu kabar dari mereka ya" Azaleanya mengangguk.
Ya Allah, hamba mohon selamatkan kak Arsa. Batin Azalea
💉💉💉
Azalea kehilangan semangat untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari. Dia belum juga mendapatkan kabar baik dari hilangnya Arsa dan Adam suami dari Aira adik Farhan. Azalea juga sering kedapatan melamun.
"Lea, minum dulu" Rania masuk membawa segelas kopi. Mereka sedang jaga malam berdua. Kebetulan UGD sedang sepi.
"Berdoa untuk keselamatan Arsa. Jangan melamun seperti itu" Rania menggenggam tangan Azalea. "Jangan buat sedih komandan dengan lihat Lo yang seperti ini. Ingat Renata yang juga butuh lo"
Azalea menangis sesenggukan menumpahkan segala kekhawatiran yang ada pada dirinya. Rania adalah sahabat terbaik Azalea. Rania menepuk pundak Azalea pelan, Azalea mendongak dan menghapus air matanya.
"Gue yakin Arsa Lo selamat Lea" Azalea mengangguk. "Gue juga mbak. Makasih Lo udah sadari gue" Rania tertawa dan mengangguk.
"Dokter, ada pasien kecelakaan motor" mereka berdua bersiap. Dua orang suster membawa brankar pasien yang terluka.
"Mas Radit?" Lirih Rania. Azalea yang paham, segera mengambil alih, dia tahu bagaimana perasaan Rania yang sangat terluka kala melihat sang mantan suami beserta istri barunya disini.
"Mbak, gue yang tangani, Lo bisa tangani yang lainnya" Rania menggeleng. "Gue bisa Lea, gue baik-baik aja kok. Sana Lo tangani yang satunya" Azalea mengangguk dan berjalan ke brankar satunya.
"Permisi, saya mau periksa pasien lebih dulu" Dyra istri baru Radit menoleh dan mendapati Rania mantan istri suaminya berdiri memakai jas putih khas dokter dan ditemani beberapa suster di belakangnya.
Rania memeriksa kondisi Radit tanpa ragu dan tanpa perasaan apapun. Perasaannya pada Radit sudah mati. Tidak ada yang spesial dari diri Radit bagi dia. Radit yang melihat Rania sedang memeriksanya, mengamati perubahan dari setiap diri Rania.
"Sus tolong bersihkan darahnya lebih dulu, kamu siapkan alat jahitnya, saya akan menjahit luka yang sobek di pelipisnya" titah Rania. "Baik dokter"
Suster membersihkan darah di sekitar pelipis, tangan dan kaki Radit. Azalea juga mengawasi bagaimana Rania melakukan pekerjaannya sebagai dokter dengan telaten dan tanpa melihat siapa pasiennya saat ini. Meskipun Radit pernah melukai perasaan Rania, tapi Rania nampak biasa saja.
"Dokter, ada polisi yang ingin bertemu dengan pasien" Rania mengangguk. "Silahkan saja, saya masih melakukan pekerjaan saya"
Affandi masuk dan mendapati sang pujaan hatinya ada di sana sedang melakukan pekerjaannya. Affandi nampak tidak suka dengan tatapan korbannya pada Rania. Affandi berdehem sebagai tanda dia ada disana.
"Selamat malam bapak, saya ingin meminta keterangan" Radit mengangguk. "Istri saya saja" jawab Radit. Lalu Dyra memberikan keterangan pada Affandi, bahwa mereka berdua yang ditabrak dari arah yang berlawanan.
Rania sudah melakukan pekerjaannya, dia pamit undur diri. Rania membuka tirai yang sempat dia tutup tadi bersama suster saat melakukan jahitan. Affandi yang sudah mendengar penjelasan Dyra, dia pamit segera, mencekal pergelangan tangan Rania.
"Dokter Rania tunggu" tanpa memperdulikan Radit dan Dyra yang memperhatikan. Azalea mendekati keduanya yang seperti pemain India saja.
"Duh ini rumah sakit bukan lokasinya syuting film Bollywood inspektur Vijay" Affandi tertawa dengan lawakan receh Azalea sahabat perempuan yang dia sukai. "Oh maafkan saya dokter" kata Affandi.
"Apa kabar pak polisi?" Tanya Azalea seperti biasanya. "Siap. Saya baik ibu Dokter. Bagaimana dengan kabar perempuan yang saya cintai?" Affandi melirik kearah Rania.
"Baik dan masih galak pak" kelakar Azalea diikuti tawa Affandi. "Ah saya tinggal dulu ya, saya harus menelpon ayah saya" Affandi mengangguk.
"Kamu kelihatan lelah Rania" Affandi mengusap noda darah di pipi Rania. "Dilihat orang Mas, gak baik" Affandi tersenyum.
"Kalau gak baik, ya kamu terima segera dong lamaran saya" kekeh Affandi. Radit dan Dyra masih memperhatikan keduanya. "Saya janda anak dua Mas, kenapa kamu gak cari yang lain aja?"
"Saya juga duda tanpa anak Rania. Terus kenapa kalau saya pilih kamu dan anak-anak kamu? Ada yang salah?"
Rania memilih diam, dia duduk di kursi yang biasa dia duduki saat sepi pasien. Affandi duduk di depannya.
"Rania, saya cinta kamu apa adanya, kasih saya kesempatan untuk dekat dengan anak-anak kamu. Saya bisa yakinkan mereka berdua bahwa saya bisa menerima mereka dan ibunya yang cantik ini" Rania tersipu mendengarnya.
"Baiklah terserah kamu saja" Affandi tersenyum. "Besok saya jemput kamu disini, kita jemput anak-anak kamu dan kita jalan-jalan" Rania mengangguk.
"Saya harus kembali ke kantor. Jaga diri kamu Rania, termasuk mereka yang sedang menguping pembicaraan kita" Affandi sedikit berbisik dan mencondongkan tubuhnya ke depan. Rania mengambil kertas dan menuliskan sesuatu disana dan memberikannya pada Affandi.
Raditya mantan suami dan Dyra istri barunya
Affandi memandang Rania lama, Rania mengangguk membenarkan. Rasanya Affandi ingin menghajar Raditya sekarang juga. Gara-gara perlakuan dia dulu, membuat Rania menolaknya selama dua tahun ini.
"Calon ibu Persit, saya harus kembali, titip calon ibu Bhayangkari ya" Azalea yang baru saja datang itupun mengangguk. "Ashiap inspektur Vijay"
"Affandi ibu Persit" Azalea hanya tertawa bersama Rania yang mulai membuka hatinya pada Affandi.
"Ciyeeee calon ibu Bhayangkari, akhirnya ya Allah, mbak Rania mau juga membuka hati untuk Vijay setelah dua tahun lamanya" Rania mencubit pipi Azalea. "Udah jangan mulai, ayo kita ngopi lagi"
💉💉💉
Dua bulan berlalu. Azalea belum juga mendapatkan informasi tentang Arsa. Masih hidup atau bagaimana. Terakhir kali, mereka hanya menemukan kalung dog tag milik Arsa. Aulia bahkan sering mengunjungi Azalea di rumah sakit untuk mengetahui keadaan Azalea dua bulan ini.
Azalea yang sedikit demam tidak masuk kuliah. Dia sedang beristirahat di rumah. Azlan sendiri sudah berangkat tadi pagi setelah membuatkan Azalea sarapan. Azlan harus menghadiri acara penting pagi ini.
Jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Azalea yang baru saja bangun tidur itupun langsung mengecek keadaan Renata yang masih tertidur di box bayinya.
Tok tok tok
Suara ketukan pintu mengharuskan Azalea bangkit dengan malas. Dia mengambil kerudung instan di dekatnya setelah mencuci muka sebentar. Penampilan dirinya yang kurang cantik seperti biasa. Azalea masih memakai daster batik favoritnya kala tidur itu, masa bodoh saja bila ajudan ayahnya yang datang.
Ceklek
"Apa kabar Lea?" Azalea mematung melihat seseorang yang dia cintai sedang berdiri tegap di depannya dengan senyuman yang menawan. Azalea mengucek matanya lalu melihat kembali lelaki di depannya.
"Halu pasti. Ah siang-siang begini kok gue halu" Arsa tertawa terbahak-bahak melihat bagaimana tingkah lucu Azalea.
"Saya nyata Lea, saya bukan hantu" jelasnya. "Kamu cantik pakai daster"
Blamm
Daster luknut. Rutuk Azalea.
💉💉💉
Arsa selamat gaessss... Yo siapkan diri untuk selanjutnya..
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top