ʟᴀꜱᴛ Yᴇᴀʀ ― ᴅᴇꜱᴛɪɴy
━━━━━━━━ ✤ ━━━━━━━━
ʟᴀꜱᴛ ʏᴇᴀʀ―ᴅᴇꜱᴛɪɴy
ꜱᴡᴀɴ'ꜱ ᴄᴏʟʟᴀʙ
ʜʏᴩɴᴏꜱɪꜱ ᴍɪᴄ © ᴋɪɴɢ ʀᴇᴄᴏʀᴅ; ᴏᴛᴏᴍᴀᴛᴇ; ɪᴅᴇᴀ ꜰᴀᴄᴛᴏʀʏ
ᴋᴀɴɴᴏɴᴢᴀᴋᴀ ᴅᴏᴩᴩᴏ ᴀs ᴍᴀɪɴ ᴄʜᴀʀᴀᴄᴛᴇʀ
ꜱᴛᴏʀʏ ʙʏ ʜᴀɴᴀᴀᴍᴊ
━━━━━━━━ ✤ ━━━━━━━━
Namamu adalah Kannonzaka [Name] semenjak Kannonzaka Doppo menikahimu. Pernikahan yang baru berusia dua bulan begitu terasa manis akan ikatan cinta. Masih dimabuk asmara dan masih terasa begitu sempurna. Sesetia burung merpati dara dan sepekat goresan tinta. Begitu elok dalam catatan kehidupan manusia.
Bagaimana pun keadaannya, kehidupan realita tetap berjalan. Doppo lanjut bekerja untuk menafkahimu. Kamu juga tentu mulai membiasakan diri bekerja sebagai istri yang baik untuknya. Ya, tentunya, saling berusaha masing-masing untuk saling melengkapi.
Doppo itu orang yang sibuk. Pekerjaan yang terikat dengan kantor selalu mengekangnya. Berangkat gelap pulang gelap. Ditambah lagi kalau ada saja berkas yang harus ia bawa pulang dan kembali mengerjakannya di akhir pekan. Dikejar tenggat waktu kemudian dimarahi atasan. Oh, betapa kasihannya makhluk Tuhan yang satu ini.
Kamu sebagai istrinya tentu mendukungnya, memberi ia segala motivasi, semangat, bahkan pelukan dan sandaran untuknya. Kehidupan dewasa memang begitu keras. Banyak yang menyerah dan memilih bunuh diri. Sayangnya, itu bukan penyelesaian dan itu hanyalah taktik melarikan diri. Hanya saja, satu hal yang perlu diyakini, bahwa semua kerja keras pasti akan ada balasannya. Seiring waktu tentu ada hikmahnya. Seolah-olah perlahan memaknai untuk apa manusia hidup di dunia ini.
Ya, singkatnya, pasangan Kannonzaka ini saling menguatkan. Maka, terbentuklah sebuah ikatan benang merah takdir yang saling menghubungkan keduanya.
Kemudian, satu malam di akhir pekan itu dirimu menyuarakan sebuah permintaan.
"Aku ingin kita punya anak," begitu katamu dengan malu-malu.
Bagaimana tidak terkejut? Kamu bahkan tidak mengatakan sangkut pautnya atas hal itu sebelumnya. Doppo kaget. Melihat wajahmu yang merona malu tentu membuat pria yang kini berusia duapuluh sembilan tahun itu ikut salah tingkah. Namun, mengingat bahwa keluarga terasa kurang lengkap tanpa seorang anak, maka hal ini boleh dipertimbangkan.
"Kau serius?" ucap Doppo pada akhirnya untuk memastikan.
Kamu tidak bisa menahan tawa malu. "Kau tahu, akhir-akhir ini aku sering melepas bosan dengan menonton televisi. Salah satu saluran televisi menayangkan tentang kehidupan ibu bersama anaknya. Mereka bermain, jalan-jalan, berbelanja bersama. I-itu ... nampaknya menyenangkan sekali. Naluriku sebagai seorang wanita yang sudah menikah menginginkannya."
Baiklah, ini pertama kalinya Doppo melihatmu yang mengutarakan keinginannya dengan sungguh-sungguh. Tiada sebuah kesungkanan. Relung dadanya menghangat. Bagaimana pun juga ia tidak bisa menolaknya. Tambah satu anggota mungil dalam keluarga sepertinya cukup menyenangkan.
Meski begitu, ada satu hal yang mengganggu terlintas dalam pikirannya.
"Itu boleh dipertimbangkan. Tentu saja. Uhh ... tapi, aku ingin bertanya," ucapan Doppo terjeda sejenak. Ia melihatmu yang menantikan kalimat selanjutnya. "Apa ... selama aku bekerja kau merasa kesepian sendirian?" ungkap pria itu pada akhirnya.
Kamu merasa bahwa alasan terkuatmu ingin mempunyai anak sudah terbongkar atas pertanyaan suamimu. Bagaimana pun juga, jujur itu perlu. Maka sebagai jawaban kamu memilih mengangguk lemah.
"T-tapi itu bukan masalah. Aku hanya mengutarakan keinginanku saja. Semuanya terserah kepada Doppo-kun," tuturmu dengan halus.
"Maafkan aku, [Name]. Maaf, maaf, maaf. Maafkan aku, ya?" Pelukan penyesalan diberikan dengan erat. Kepala berhelai merah marun itu menenggelamkan diri dalam ceruk leher sang istri. Melingkarkan kedua lengan dengan erat di lekukan pinggang ramping. Setidaknya dalam posisi seperti ini, Kannonzaka Doppo bisa merasa lebih tenang.
"Ini bukan salah siapapun." Kau tentu membalas pelukan itu. Rambut sang suami diusap lembut. Mengerti, betapa rapuhnya mental jiwa seorang Doppo. Di sela-sela itu, kamu mencium harum wangi khasnya yang selalu tenang juga memabukkan. "Doppo-kun selalu berusaha yang terbaik. Bukan hanya untuk kebaikanmu, bahkan kau juga melakukannya untukku. Aku yakin, pasti suatu hari nanti, akan ada seseorang yang bercerita bahwa ia bangga memiliki seorang ayah seperti dirimu."
Tatapan mata kedua insan saling bersiborok, sebelum keduanya saling mengalihkan pandangan malu-malu.
"Baiklah, seperti yang [Name] mau."
Kamu menatapnya dengan binar. "Ah, benarkah?" Antusiasme terdengar jelas dalam gelombang suara.
Pria Kannonzaka tersebut mengangguk dengan senyuman lembut yang meluluhkan, berusaha meyakinkan. "Mari kita berusaha," tuturnya kembali. Mengusap kepala sang istri dengan lembut.
Ya, berusaha ....
Maka kamu menatap matanya dengan lamat. Menyelami tatapan yang saling bermakna, lalu kedua wajah saling mendekat. Semakin merapat. Bahkan ketika Doppo menata anak-anak rambut di keningmu, jarak yang kian terkikis tidak mengizinkan untuk berhenti. Kemudian, mempertemukan dua pasang bibir seorang insan yang dimabuk cinta dan asmara.
Tuhan, berikan kami kepercayaan dan amanah untuk ini. Terimakasih ....
▅ ▅ ▅ ▅ ▅
Malam Shinjuku begitu terang akan neon malam. Melupakan ketika gelap yang mendominasi atas kuasa alam bahwa semakin malam kian semakin gelap. Namun, manusia terkadang lupa waktu untuk menentukan jam rehatnya.
Kala itu, kamu tiada sanggup menahan gemetar tangis saat melihat―bahkan mencoba berulang kali sebuah alat tes kehamilan yang sempat dibeli Kannonzaka Doppo sembari pulang kerja. Dua garis yang tertampang di sana sangat bermakna artinya. Tuhan telah mengabulkannya dengan cepat sejak kala itu permohonan dan doa dituturkan. Sekali lagi, terimakasih ....
Doppo yang mengetahui hal tersebut tak bisa menahan air mata harunya. Berkali-kali merapalkan puji syukur. Mendekap sang wanita. Menyalurkan kasih sayang tiada hentinya. Itu adalah kebahagiaan yang luar biasa dalam hidupnya yang selama ini sepahit kopi tanpa gula.
Untuk memastikan, kalian pergi ke dokter untuk memeriksanya. Hasilnya sama-sama positif. Betapa bahagianya kala itu. Semua bagai euphoria yang telah bernaung dalam nadi dan meluas ke seluruh tubuh.
Ya, kamu bahkan sampai melingkari tanggal itu di kalendar ruang tamu. Saat melihatnya pun, rasa senang itu masih membekas. Meski kini sudah memasuki usia kandungan ke tigapuluh empat minggu.
Semua berjalan dengan mulus dan elok. Semua begitu cepat. Sampai ketika saat itu, kamu mengalami kontraksi dini lebih cepat dari perkiraan. Kamu awalnya mengira itu hanyalah mulas biasa atau hanya kontraksi palsu yang sudah terjadi seperti biasanya. Untuk mengantisipasi hal itu, alhasil kamu pergi ke dokter untuk mengeceknya.
Dokter menjelaskan, bahwa; kontraksi dini yang terjadi pada usia kehamilan yang belum mendekati usia tigapuluh tujuh minggu berarti mengalami gejala akan adanya kemungkinan kelahiran prematur. Kemudian, penyebab terbesarnya bisa jadi karena sebuah serviks yang membuka dan menutup tanpa kontraksi. Hal ini dapat menyebabkan kelahiran secara prematur. Kondisi serviks yang tidak normal ini dapat terjadi sejak lahir atau akibat operasi serviks. Namun, mengingat bahwa kamu tidak pernah melakukan operasi sejenis itu sebelumnya, mungkin memang sudah takdir sejak lahir.
Menanggapi hal ini, kamu merasa cemas. Mengingat ini adalah kehamilan pertamamu, kamu merasa masih sangat awam untuk menghadapi hal seperti ini. Namun, Doppo selalu menyemangati dan mendukungmu. Mengatakan bahwa; semua akan baik-baik saja. Tuhan pasti telah menentukan jalan takdir yang terbaik. Alhasil, rasa khawatir itu mulai pudar tidak sebesar pada awalnya.
▅ ▅ ▅ ▅ ▅
Akhir tahun menyapa. Lembar-lembar nama bulan telah berlalu. Musim dingin menghantui wilayah Jepang. Suhu rendah tanpa ampun membekukan dan meniup kulit hingga menusuk tulang. Satu malam itu, kamu tidak bisa memejamkan mata ke alam mimpi sekali pun. Hanya duduk di kasur dengan selimut tanpa merehatkan raga.
"[Name], kau ingin minum air hangat lagi?"
Mata dengan gerak letih melirik. Keringat dingin membasahi pelipis, sangat berlawanan dengan suhu di luar rumah. Nafas naik-turun dengan panjang. Sebagai jawaban atas pertanyaan Doppo, kamu menggeleng lemah.
"Tolong, cukup Doppo-kun di sini saja," pintamu singkat. Lantas, pria yang berstatus sebagai suamimu itu langsung melakukannya.
"[Name], a-aku benar-benar khawatir. Apa kita tidak langsung ke dokter saja?" Pertanyaan yang satu ini sudah Doppo lontarkan berulang kali sejak tadi. Bagaimana tidak? Sejak pukul sebelas malam, kamu sudah merasakan keram dan nyeri di perutmu. Memang tidak dirasakan secara terus-menerus, namun tahapan itu membuatmu gelisah dan tidak bisa tidur. Kalau bisa pun, kamu pasti akan kembali terbangun lantaran nyeri di perut yang sangat terasa mengganggu.
Pukul 03.00 dini hari. Keluar malam pada suhu akhir tahun seperti ini adalah pilihan yang sangat membingungkan. Sebab bisa dikatakan sebagai darurat. Namun, kamu pikir ... kamu masih bisa bertahan sampai kata pagi benar-benar menyapa. Hal itu mungkin bukan masalah.
"Doppo-kun ...." Hembusan nafas lelah begitu terdengar ke sekian kali. "Kupikir aku masih dapat bertahan. Hanya sampai pagi menjelang. Setelah itu kita akan benar-benar ke rumah sakit, sesuai keinginanmu. Lagi pula ... kau seharusnya tidur. Jangan sampai melewatkannya," tutur katamu terdengar pelan.
Atas perkataan itu sang adam menggeleng lemah. Merangkul pundakmu dan membawa ke dalam sebuah sandaran nyaman. Diusapnya pelipis berpeluh, dikecupnya dengan sayang. Tangan berkulit halus digenggamnya erat, berusaha menguatkan.
"Aku tidak mungkin bisa tertidur meninggalkanmu dalam kondisi seperti ini," lirihnya.
Kamu menampilkan senyum di sela rasa nyeri pada daerah perut bahkan terasa sampai pangkal paha. Netra meluaskan pandangan, sampai kini indera penglihatan tertuju pada kalendar di atas nakas. Tulisannya memang kecil jika mengingat jarak di antara keduanya lumayan jauh. Namun, kamu masih bisa menghafal lingkaran warna yang telah kamu buat sendiri.
"Mungkin prediksi kelahiran prematur itu benar-benar akan terjadi ...." Genggaman yang tertaut semakin mengerat. Doppo memandangmu semakin khawatir. "Ini baru minggu ke tigapuluh lima."
"Ya ...."
"A-ah, Doppo-kun. Bisakah kau membantuku berjalan ke toilet?"
Meski begitu, Kannonzaka Doppo selalu sigap ada selalu untukmu.
▅ ▅ ▅ ▅ ▅
Untuk mengantisipasinya, kau memilih dirawat di rumah sakit. Kemungkinan persalinan terjadi esok malam. Pembukaan yang terjadi pun masih tahap awal, sehingga dokter pun masih bisa mengatakan; kalau kamu masih bisa beraktivitas seperti biasa. Mungkin saja masih bisa membenahi rumah. Namun, Doppo dengan tegas memilih supaya dirimu mendapat perawatan rumah sakit untuk pilihan yang terbaik saat ini. Atas hal itu kau hanya patuh padanya.
Jarak dari tempat kediaman menuju rumah sakit cukup jauh. Ditambah pula, dengan waktu yang bertepatan dengan akhir tahun dan transportasi umum pun mulai berkurang. Suhu di luar ruang semakin merendah bertiup-tiup. Intinya, di kondisi seperti ini segalanya sangat tidak memungkinkan.
"Kau akan tetap berangkat ke kantor?" tanyamu khawatir.
"Sungguh, m-maafkan aku. Maaf, maaf, maaf. Aku minta maaf. Maaf karena aku akan meninggalkanmu. Gara-gara aku, kau jadi sendiri. Maaf, [Name]. Aku sungguh minta maaf karena aku akan tetap berangkat. A-aku akan berusaha mendapatkan cuti setengah hari. Ah, pasti akan kudapatkan!"
Tawa halus terlantun dari bibirmu. Doppo terdiam dibuatnya. Ia memandangmu penuh tanya. Tangan dengan infus yang tertancap kini berusaha meraih tangan sang pria. Begitu mendapatkannya, terbungkuslah tangan sang adam dalam genggaman kedua telapak tangan sang istri tercinta. Teramat hangat jika dirasakan. Pria berhelai marun itu semakin tiada tega meninggalkannya.
"Aku tidak apa," balasmu meyakinkan. "Lihatlah, aku sudah mendapatkan perawatan terbaik di sini. Bahkan, kau sampai menitipkanku pada Jinguji Jakurai-sensei." Tawa lembut kembali terdengar. "Padahal ia bukan dokter untuk menangani kasus seperti ini, tapi kau menitipkanku pada orang yang sudah kau percayai sebagai rekan satu tim. Itu sudah cukup bagiku. Cukup doakan aku dan kembalilah nanti ...."
"[Name], terimakasih." Pelukan hangat tercipta ke sekian kali. Menyalurkan tumpah ruah rasa yang berkecamuk dalam dada. Kurva senyuman terus terbentuk, lantaran kebahagiaan dan haru tiada tara.
Ketika tangan melambai menyiratkan perpisahan, Doppo perlahan menjauh, semakin melangkah, memberi jarak. Menjawab lambaian tangan dengan senyum yang seolah mengatakan, "Aku berangkat." Begitulah maknanya.
Bunyi pintu yang tertutup seolah bertranformasi sebagai alunan pemisah. Kala itu, kamu hanya berusaha menenangkan hati dengan mengusap kandungan yang tidak lama lagi akan lahir ke dunia.
Semoga semua berjalan dengan lancar.
▅ ▅ ▅ ▅ ▅
Begitu masyarakat di wilayah ibu kota Jepang menyaksikan butir keputihan yang turun dari langit, tiada dari mereka yang tak terpana akan peristiwa yang cukup langka ini. Musim dingin memang bukan hal yang asing di negara Matahari Terbit tersebut. Namun, butir salju biasanya hanya ada di wilayah utara. Fenomena langka ini mengundang rasa heran sekaligus peristiwa baru pada penutup tahun kali ini.
Kamu, Kannonzaka [Name] berusaha payah mengenyahkan cemas yang mulai melanda sejak tadi. Kamu sudah memasuki tahap kontraksi asli sejak beberapa jam yang lalu. Ketika tadi sempat diperiksa, rupanya sudah pembukaan yang ke delapan. Kamu bahkan sudah berkeringat sejak tadi karena suhu tubuh yang semakin naik. Kantuk menyerangmu karena belum tertidur. Menahan rasa nyeri pada bagian pinggang dan panggul sekaligus. Membuat pikiran dalam kepala semakin kacau balau.
Pukul 22.00 malam hari. Sang suami belum kembali. Atas janji bahwa ia akan mendapatkan cuti setengah hari nyatanya teringkari. Ia belum pulang sampai kini. Yang menjadi masalah terbesarnya, belum ada kabar apapun yang masuk ke dalam notifikasi ponselmu. Tetap nihil meski berusaha menghubunginya berulang kali. Kamu harus menahan rasa sabar, gundah, khawatir dan segala rasa nyeri di badan yang rasanya sudah tak karuan lagi.
Hanya ada kamu seorang diri dalam ruangan serba putih itu. Tiada siapa pun selainnya. Sendirian. Mungkin kini, penghibur pelipur lara hanyalah salju kecil yang nampak berjatuhan di luar jendela. Begitu tenang dan sunyi. Namun, kamu tidak bisa fokus melakukan apapun pada kondisimu yang sekarang.
Beberapa menit yang lalu seorang perawat mengecek keadaanmu. Atas rasa penasaran, kamu menanyakan apakah Jinguji Jakurai-sensei dapat ditemui atau tidaknya. Sayang sekali, beliau sedang melakukan pembedahan yang cukup lama dan serius. Setelah harapan yang satu itu pupus, kau berusaha menghubungi host nomor satu Shinjuku kala itu, Izanami Hifumi, yang berperan sebagai sahabat Doppo sejak kecil. Berulang kali pun, hasilnya tetap nihil, nihil dan nihil kembali. Akhirnya memilih menyerah.
Menunggu ....
Tanpa harapan ....
Dalam kesunyian.
Semua terasa mengerikan.
Tatkala kelopak mata ditutupnya, likuida bening lolos dari belah sudut anggota indera penglihatan. Membawa rasa hampa, sesak dan siksa bagi sebuah jiwa. Jantung terasa berdenyut nyeri tak kasat mata. Memaksa secara terus-menerus untuk menangis di ambang kesunyian dan kesendirian. Ia takut. Ia khawatir. Namun, ia tidak bisa melakukan apapun. Hanya menunggu sampai alur waktu berjalan sesuai kehendak-Nya.
▅ ▅ ▅ ▅ ▅
Seseorang berperawakan tinggi mencapai 195 sentimeter berjalan tergesa dalam koridor rumah sakit. Langkah kakinya yang besar tetap berusaha menyamarkan suara derap agar tidak mengganggu orang-orang di sekitarnya. Ia adalah sosok legendaris yang begitu terkenal di wilayah Jepang. Tidak hanya karena kejeniusannya dalam bidang medis, melainkan juga karena sosok ketua tim perwakilan Shinjuku bernama Matenrou dalam sebuah pertandingan rap perebutan divisi. Ya, ialah Jinguji Jakurai.
Beberapa perawat nampak memberikan sapaan. Hanya saja pria itu terburu-buru. Sebagai balasan ia hanya mengangguk. Tatkala mata tajamnya bersiborok di antara ruang-ruang berbagai nomor, seorang dokter didapatinya di ujung ruangan. Lantas, ia menghampirinya.
Banyak dokter yang tidak pernah menyukai sebuah basa-basi, terutama ketika dalam lingkungan kerja. Beberapa pertanyaan dituturkan oleh Jakurai. Situasi dan kondisi nampak begitu serius. Lawan bicaranya menjelaskan secara detil atas yang ditanyakan padanya. Pria itu mengangguk, kemudian mengungkapkan terimakasih. Sambil membuka engsel pintu pada ruangan yang dimaksudkan kedatangannya.
Yang dicarinya adalah dirimu, Kannonzaka [Name].
Tubuh terbaring lemah. Mata yang sayu tapi tak dapat tidur. Infus yang masih setia terpasang di tangan kirinya. Kondisi wajah yang lesu dan rambut yang tidak terlalu tertata. Semua itu menjadi satu untuk pendeskripsianmu.
"Permisi," suara berat menyapa.
Kamu mengangguk. "Silakan masuk, Jinguji-san."
Dokter itu masuk dengan langkah sopan dan tenang menghampiri sisi ranjang rumah sakit yang sudah tertata kembali. Persalinan itu telah usai. Ia mengetahuinya, bahkan sampai kepada kelahiran prematur yang kini bayinya mendapatkan penanganan khusus dalam beberapa jangka waktu. Sampai hal detil yang mungkin akan kamu tanyakan, ia sudah mengetahuinya. Sebagai dokter, mungkin ia adalah pembicara yang baik untuk menyampaikan sesuatu yang telah terjadi.
"Selamat atas kelahiran anak pertamanya."
Kamu balas dengan senyuman kecil. "T-terimakasih," balasmu pelan malu-malu.
Percakapan yang terjadi masih sesederhana itu. Kamu masih sungkan bertanya dalam suasana kali ini, meski batin berkecamuk menahan luapan tanda tanya yang hinggap sejak lama. Semua begitu semu. Di sisi lain, Jakurai juga masih menunggu waktu yang tepat untuk berbicara. Raut wajah pria itu selalunya tenang dan misterius, tapi kali ini kegundahan sedikit nampak darinya. Kamu tahu itu dan Jakurai juga tahu kalau kamu telah mengetahuinya. Sampai kedua pasang mata bersiborok pandang, Jakurai tidak dapat menyembunyikannya lagi dalam jangka waktu yang lebih lama.
▅ ▅ ▅ ▅ ▅
Tanggal 30 Desember. Kembali kepada kejadian sebelum lahirnya anak pertama Kannonzaka Doppo. Begitu pula sebelum malam dimana butir salju pertama musim dingin di wilayah Shinjuku turun mengindahi. Begitu pria bersurai marun dengan selipan biru toska menutup ruang dimana istrinya berada, ia berjalan dengan langkah yang tak pasti di sunyinya koridor rumah sakit. Teramat berat hati untuk meninggalkannya dalam kondisi seperti itu. Walaupun dokter sudah memastikan kalau kelahiran anak pertama mereka akan terjadi esok hari dan itu adalah malam, ia masih tak kuasa. Doppo merasa bersalah berkali-kali lipat karena seharusnya ia ada di sana untuk menemani. Sekurang-kurangnya memberikan dukungan. Menyaksikan bagaimana tangis anak pertama yang selama ini telah mereka tunggu. Semua itu ... ah, Doppo bimbang di lorong kosong tatkala itu.
Ia sudah memastikan bahwa besoknya ia akan mendapat cuti, bahkan sampai tiga hari ke depan. Namun, untuk hari ini ... apakah bisa ia mengambil cuti lagi? Doppo meremas rambut. Memikirkannya hanya membuat ia semakin frustasi. Lantas ia menggeleng kuat. Memaksakan langkah kaki untuk segera berangkat ke kantor, meski di sana ia hanya akan menyerahkan beberapa berkas, lalu memaksa untuk pergi secepatnya dari tempat itu.
Hari-hari di akhir tahun masih sama seperti biasa. Ketika pagi, kereta selalu penuh berdesakan. Anak sekolah, pekerja, orang berpergian, bahkan sampai orang yang tak diketahui tujuannya turut memenuhi gerbong kereta. Membuat suasana pagi yang ceria menjadi turun drastis penuh akan kelelahan dan emosi yang datang tak sesuai dengan waktu. Meski begitu, sebagai seorang salaryman, hal ini bukan sesuatu yang asing lagi bagi Doppo.
Pintu kereta cepat itu terbuka. Beberapa orang dengan gesit langsung menyerbu dikejar waktu. Namun, sepertinya kali ini isi kereta tidak akan segila biasanya. Entah bagaimana, padahal kereta datang dalam menit yang cepat dan terus bergantian, tapi isinya tiada pernah nihil. Doppo langsung masuk dan berdiri satu meter dari pintu otomatis. Tangan dengan sigap menyentuh hand strap khusus untuk penumpang yang berdiri. Ia akhirnya benar-benar berangkat.
Setelah Doppo perkirakan, mungkin jarak dari RSU Shinjuku menuju kantor lebih dekat dibanding dari rumahnya ke kantor. Ah, tentu saja. Mengingat tadi kala fajar ia sudah menaiki taksi cukup jauh bersama [Name] dengan segala peralatan yang telah disiapkan jauh-jauh hari. Mengingat hal tersebut, Doppo kembali kepikiran untuk ke sekian kalinya.
[Name], bagaimana kondisimu?
Doppo memejamkan kelopak mata barang sejenak saja. Ia belum sempat tidur sejak kemarin. Insomnianya terasa semakin parah. Kalau begini terus, kondisinya bisa semakin memburuk. Di sisi lain, ia selalu ingat untuk tidak menyusahkanmu.
Lajunya kereta terhenti tiba-tiba. Doppo masih tidak menghiraukannya. Ia yakin kalau tempat pemberhentian yang satu ini bukanlah tujuannya. Setidaknya butuh limabelas menit lagi untuk sampai. Namun, orang-orang mulai mengeluhkan keadaan. Ketika ia membuka mata, tempat kereta yang ditumpangi banyak orang ini bukan berhenti di sebuah stasiun. Letak berhentinya ada di tengah sebuah rel, oleh karena itu keluhan akan terkejar waktu saling meriuhkan seisi kereta.
Detik-detik berikutnya terasa getaran. Kereta lain di seberang melaju dengan cepat. Semakin lama semakin jelas terdengar klakson memekak. Siapa yang menyangka bahwa kereta berlawanan arah itu datang dari satu lajur yang sama?
Bunyi hantaman keras memasuki indera pendengar, menambah kepanikan. Kereta antara gerbong saling menabrak. Benturan antar manusia yang panik mengacaukan segalanya. Mempersulit jangkauan palu darurat untuk memecah kaca jendela. Sayangnya, semua itu tidak sempat. Ledakan luar biasa telah memusnahkan segalanya.
▅ ▅ ▅ ▅ ▅
Kepada: Kannonzaka Doppo
Kutulis ini kala ia telah terlelap dalam mimpinya. Beberapa kali aku tak bisa melupakan paras sedihnya kala ia bertutur sesuatu tentangmu. Ia selalu membanggakanmu sebagai seseorang yang tiada dua. Pokoknya, kau luar biasa dalam pandangannya.
Aku tak sedewasa engkau, namun aku paham akan sesuatu. Kasih sayangmu untuk saling menguatkan di antaranya masih benar-benar berupa benang merah. Oleh karena itu, aku dapat merasakannya. Cinta itu ... nyata.
Aku tak kenal siapa dirimu. Sekedar figura fotomu tidak bisa kuanggap sebagai nyata dalam ansumsiku. Namun, ia selalu memberitahuku bahwa kau selalu berarti untuk kami.
Ya, karena itulah kutuliskan semua ini. Sekedar pelepas pelipur lara kala aku berandai-andai bahwa Tuhan masih mengizinkanmu lebih lama menetap di dunia ini.
Tidak apa, tapi terimakasih atas semuanya ....
Dari: anak tunggalmu
▅ ▅ ▅ ▅ ▅
ᴱ ᴺ ᴰ
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top