➣ kromulen
.
.
•
•
•
· · • • • ࿇ • • • · ·
Ojiro Aran
×
Reader
▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃
K r o m u l e n
Cromulent
(n.) sesuatu yang nampaknya asli padahal palsu.
· · • • • ࿇ • • • · ·
•
•
•
.
.
Berbagai piring cantik dan indah disiapkan diatas meja makan yang sudah ditata rapi sedemikian rupa.
Taplak meja putih bersih dengan motif yang nampak modern namun tetap memiliki citra tradisional yang khas terpasang dengan rapi diatas meja.
Lilin mewah dengan aroma yang khas ditaruh di tengah-tengah meja makan, tidak lupa ditaruh bunga-bunga segar yang baru saja dipetik dari kebun bunga di sekeliling lilin tersebut.
Aroma masakan tercium begitu harum dari dapur sana, aromanya bahkan menembus beberapa ruangan dirumah ini.
Terdengar suara nyanyian seorang wanita berumur 30 tahun dari dapur tersebut, memasak hidangan special untuk sang suami tercinta di malam hari yang begitu special juga.
Tiga jam berlalu sejak dirinya berdiri dan bekerja didapur tersebut. Beberapa hidangan utama sudah siap diatas meja sana, kepulan asap keluar dari makanan tersebut.
Menandakan betapa hangatnya makanan-makanan tersebut, aroma bumbu-bumbu yang khas begitu menggugah selera untuk siapapun yang sedang lewat agar segera mencicipinya.
Jam di dinding berdetak menunjukkan pukul 22:00, dua jam lagi menuju perayaan tahun baru yang ditunggu-tunggu.
"Aran pasti akan sangat bahagia malam ini," ucap [name] penuh kegembiraan.
Makanan penutup disiapkan sebagai pencuci mulut setelah makan-makanan utama nantinya.
Semuanya selesai, [name] pergi merapikan diri agar tidak terlihat begitu berantakan sesuai bekerja berjam-jam di dapur.
Telepon terus dipantau, berharap segera ada sebuah panggilan dari suaminya, Ojiro Aran.
sedikit rasa kecewa menaburi hati [name]. "Masih sibuk ya?"
Matanya memandang keluar kearah jendela dengan penuh khawatir, malam ini jalanan di kota begitu ramai dan macet karena perayaan tahun baru.
Semua begitu antusias untuk merayakan, segala macam persiapan di lakukan. Bahkan beberapa orang sudah membeli semua persediaan untuk pelaksanaan tahun baru dari jauh-jauh hari.
Masih setia [name] duduk memandang keluar sana, sambil meminum segelas coklat hangat yang baru saja selesai ia buat.
Rasa coklat yang tidak begitu manis namun tidak begitu pahit menenangkan sedikit rasa khawatirnya, hangatnya coklat meleleh sampai ke hati kecilnya.
"Apa ku telpon duluan?"
Ragu-ragu [name] ingin menekan kontak telepon Aran. Namun dibatalkan, memilih untuk menunggu sedikit lebih lama lagi.
"Ibu?" terdengar suara anak kecil dari balik pintu kamar.
"Ada apa, Hideo-kun?" jawab [name] lembut kepada anak semata wayangnya.
"Apa Ayah akan segera pulang?" Hideo menghampiri [name], memeluk ibundanya itu dengan perasaan yang sama khawatirnya.
[Name] menatap putranya itu sayu, memutuskan untuk menelpon Aran untuk menanyakan dan memastikan apakah Aran akan sampai ke rumah tepat waktu atau tidak.
Sambungan telepon pertama tidak terhubung, kedua dan ketiga juga.
Perasaan khawatir makin bertambah takarannya. [Name] menggigit bibir bawahnya, berharap tidak terjadi sesuatu yang buruk kepada pria yang berstatus sebagai suaminya itu.
Sambungan keempat diangkat, namun yang menjawab bukanlah Aran. Tapi suara dari penjawab telepon tersebut begitu tidak asing di pendengaran [name].
"Ha-halo?" terbata-bata [name] bersuara.
Jawaban dari sambungan telepon itu tidak begitu jelas, [name] kesulitan untuk memahami perkataan sang penjawab telepon.
"Ha—. Ini [name]—. Halo? apa terde—."
[Name] mencoba tenang dan kembali menjawab. "Iya, halo?"
"Sambu—. Teleponnya san—. Buruk, akan ku kirim k—. Lokasi diman—. Berada."
Sambungan telepon dimatikan secara sepihak, beberapa detik kemudian masuk notifikasi pesan. Berisikan sebuah titik lokasi, ketika [name] membukanya, dirinya mendadak menjadi panik.
Dari layar handphone miliknya, terlihat sebuah titik lokasi dari salah satu rumah sakit yang berada di Tokyo.
Tanpa pikir panjang [name] mengambil pakaian tebal dan hangat, mengganti pakaian yang sedang ia kenakan saat ini.
"Hideo-kun cepat ganti baju juga oke? kita keluar mencari Ayah."
Hideo membuat ekspresi kebingungan. "Apa Ayah menghilang?"
"Bukan begitu sayang, ganti baju dulu oke? nanti Bunda ceritakan saat perjalanan."
Hideo menggangguk, bergegas mengganti pakaian seperti perintah ibunya lalu kembali dengan kondisi sudah memakai pakaian tebal dam hangat juga.
━━━━━━━ ࿇ ━━━━━━━
K r o m u l e n
━━━━━━━━━━━━━━━
•
•
•
.
.
Perasaan begitu campur aduk, seperti sedang membuat adonan kue.
Sebisa mungkin [name] tidak bertindak gegabah agar tidak mati konyol dalam menuju perjalanan ke lokasi yang di kirimkan kepadanya.
"Ibu, Ayah akan baik-baik sajakan?"
[Name] begitu tidak tega melihat putranya terlihat begitu khawatir. "Ayah pasti baik-baik saja, Hideo-kun perbanyak berdoa ya?"
Hideo pun berdoa. [Name] kembali mencoba fokus untuk menyetir.
Jalanan sangat-sangat padat dan penuhi oleh kendaraan, dari ujung ke ujung seperti tidak ada cela untuk melambung kencang.
Keberuntungan datang setelah 30 menit berlalu, entah apa yang terjadi secara rinci tapi kini jalan sedikit merenggang.
Dengan kecepatan normal, [name] membawa mobil tersebut ke arah rumah sakit.
Setibanya disana, terburu-buru ia dan putranya itu mencari keberadaan Aran.
Lantai dasar ditelusuri baik-baik, celingak-celinguk mencari sosok yang di khawatirkan sedari tadi.
Dirasa tidak berada di lantai dasar, [name] naik ke lantai dua rumah sakit ini. Seperti tidak berkedip, tatapan mata itu begitu tajam memperhatikan setiap sudut rumah sakit.
"Hideo!" teriakan terdengar dari arah belakang.
[Name] dan Hideo berbalik mencari sosok dari suara yang mereka dengar barusan.
Ketemu, sosok pria dengan tinggi standar, memiliki warna surai beraksen hitam di bawahnya, Kita Shinsuke.
"Shinsuke! apa kau tau dimana Aran berada?"
"Tenanglah, Aran berada didalam ruangan itu." Shinsuke menunjuk ke arah pintu kamar nomor 13, samping kanan.
[Name] nampak makin-makin khawatir. "Kecelakaan?"
"Iya." Shinsuke menatap Hideo bingung. "Tenang, tidak parah. Aran yang menabrak karena tidak fokus dalam mengemudi. Dia hanya sedang bertanggung jawab atas tindakannya."
[Name] dapat bernafas lega untuk sesaat, duduk diatas bangku tunggu rumah sakit. Menunggu Aran keluar dari ruangan tersebut.
Hideo ikut duduk disamping [name], ekspresinya berubah menjadi tumpul sambil terus menatap pintu rumah kamar yang ditunjuk Shinsuke tadi.
Shinsuke mengambil posisi duduk tepat di samping Hideo. "Hideo?" tanya Shinsuke.
"Tidak apa, Kita-san." Hideo duduk ditengah, samping kirinya adalah [name] dan kanannya adalah Shinsuke.
Aran keluar dari ruangan, [name] yang terus merasa khawatir tanpa pikir panjang langsung menghampiri Aran.
"Kau membuatku khawatir," ucap [name], mencubit pelan lengan Aran.
Aran tersenyum, mencium dahi istrinya sekilas. "Maaf, tidak akan ku ulangi."
Aran melirik Hideo, garis muncul diantara alisnya. "Nak?"
Hideo menjawab dari jauh, masih duduk disamping Shinsuke. Tersenyum bahagia melihat kedua orang tuanya baik-baik saja.
Aran ikut tersenyum, [name] juga. Keduanya melambai pelan kepada anak terkasih mereka itu.
Giliran Shinsuke yang kini khawatir, tangannya menepuk-nepuk pelan pundak Hideo. "Sadarlah...."
Mata Hideo berenang dalam air mata, satu-persatu tetesan air mata mulai jatuh. "Itu indah, Kita-san."
Shinsuke menatap malang anak kecil disampingnya ini. "Ceritakan, bagaimana caranya kau bisa sampai disini?"
Hideo langsung berbalik dan memeluk tubuh Shinsuke. Terisak pelan dalam tangisnya. Shinsuke langsung saja balik memeluk tubuh anak kecil itu.
Ojiro Hideo, kini umurnya menginjak usia 8 tahun. Tahun lalu kehilangan kedua orang tuanya karena kecelakaan hebat pada malam tahun baru.
Kedua orang tuanya, Ojiro Aran dan Ojiro [name] dinyatakan meninggal dunia di rumah sakit ini, didalam kamar nomor 13 lantai 2.
Karena merasa begitu tertekan dengan kabar kematian kedua orang tuanya, Hideo menjadi depresi dan sempat mengurung diri dalam kamar selama dua minggu lamanya.
Teman-teman dekat Ayahnya datang untuk membawa Hideo ke dokter dan psikiater. Hingga Hideo dinyatakan mengidap penyakit halusinasi penglihatan (visual).
"Mereka sangat indah, Kita-san...."
Air mata terus berjatuhan, sampai membasahi baju Shinsuke. Shinsuke membiarkannya, ini hanya sekedar baju.
Pelan dan hati-hati Shinsuke menggendong tubuh Hideo. Membuatnya tenang agar dapat berhenti nenangis.
"Ceritakan padaku nanti bagaimana caranya kau bisa datang kemari ya, Hideo?"
Hideo tertidur, masuk ke dalam dunia mimpi.
━━━━━━━ ࿇ ━━━━━━━
C r o m u l e n t
━━━━━━━━━━━━━━━
•
•
•
.
.
Kupu-kupu berterbangan dengan bebasnya.
Dari ujung sana terlihat dua orang, sepasang kekasih yang terlihat sangat bahagia bersama.
Keduanya menari ditengah hamparan luas yang dihiasi rumput berwarna gradasi hijau tua dan hijau muda.
Terpaan angin sepoi-sepoi membuat suasana terasa begitu damai.
Pria tersebut membawa gadisnya kedalam sebuah pelukan, kupu-kupu menari mengelilingi mereka.
Sepasang pasangan tersebut adalah Ojiro Aran dan Ojiro [name].
Melambaikan tangan kepada Hideo yang sedang duduk dibawah pohon apel yang begitu besar.
Aran dan [name] berjalan perlahan, menghampiri putra mereka itu.
"Apa kabar, jagoan Ayah?" Aran mengepalkan tangan kanannya, bermaksud mengajak Hideo untuk tos.
[Name] memeluk tubuh Hideo, menyalurkan seluruh kasih kasih seorang ibu kepada anaknya itu.
Aran tersenyum lebar, lalu tertawa melihat keluarganya dapat berkumpul lagi bersama.
Waktunya sudah tiba, Aran dan [name] mengucapkan sebuah salam perpisahan kepada buah hati mereka.
Keduanya perlahan-lahan menghilang. Namun senyum manis pada wajah mereka seakan-akan menolak untuk ikut menghilang.
Hideo tersenyum seperti apa yang Ayah dan Ibunya lakukan. "Selamat jalan, Ayah, Ibu."
"Silahkan pilih jalur hidupmu, nak. Jika kau ingin seperti Ayah, maka lakukanlah."
"Bunda minta jangan jadi anak nakal ya? menurut kepada pengasuhmu nanti dan jangan membuatnya kerepotan."
Hideo masih tersenyum. "Iya, Ayah, Ibu."
Cahaya muncul sebelum tubuh kedua orang tuanya benar-benar menghilang. Tidak hanya itu, kupu-kupu tadi pun ikut bersinar.
"Selamat tinggal."
Satu buah apel emas jatuh ke tangan Hideo, begitu berkilau dan indah.
Pada tubuh buah apel itu, terlihat sesuatu seperti putaran sebuah video. Hideo fokus memperhatikan.
Terlihat gambaran kisah awal tumbuhnya cinta dari kedua orang tuanya. Ibunya, [name] merupakan fans berat ayahnya saat itu.
Sampai pada pernikahan dan dijuluki sebagai seorang lucky fans.
Raut dan aura yang nampak begitu bahagia terasa dari Aran pada saat pernikahan tersebut dilaksanakan.
Gambarannya terus berlanjut, Hideo kini melihat [name] mengandung dirinya selama 9 bulan. Ayahnya begitu luar biasa, selalu menyempatkan diri untuk mengurusi kehamilan sang istri ditengah kesibukan kerjanya.
"Ayah, Ibu. Terima kasih banyak. Kini aku adalah bukti dari kisah cinta kalian, bukti nyata dari hubungan yang kalian bangun bersama."
Dari atas sana, Aran menggenggam kuat tangan [name]. "Tidak sekalipun aku menyesal dapat memilikimu."
Mengambang sebuah senyuman dari wajah [name]. "Tidak pernah ku sesali keputusanku untuk menerima lamaran darimu."
Keduanya berjalan bersama, menuju tempat yang abadi.
▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃▃
K r o m u l e n
Cromulent
(n.) sesuatu yang nampaknya asli padahal palsu.
· · • • • ࿇ • • • · ·
•
•
•
.
.
Selesai.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top