🌙 - 08

Terlambat.

Satu kata yang sejak tadi menguasai pikirannya, Kou terus berjalan mondar-mandir diruang gantinya sambil mengigit kuku jarinya.

Dia tidak menyangka bahwa Teru akan mempercepat pertunangannya, Nene sendiri juga tidak banyak bicara, sepertinya gadis itu tengah memikirkan sesuatu hingga tidak sanggup bereaksi apapun soal pertunangan ini.

Ceklek

"Tok-tok, apakah Tuan muda Minamoto masih sibuk dengan pikiran sendiri~?"

Kou berbalik, mendapati Mitsuba tengah melipat tangan didepan dada sembari berdiri pada ambang pintu, tatapannya terlihat bersiap untuk mengomelinya.

"M-Mitsuba?"

"Astaga, ini tinggal beberapa menit lagi dan kau belum memutuskan apapun? Kau ini benar-benar bodoh ya?" Cibir Mitsuba, Kou menghela nafas lalu menghempaskan tubuh di sofa.

"Ini tidak semudah yang kau bilang."

"Tapi ini tidak serumit yang kau pikirkan anting norak, berhentilah memperumit masalah dengan pikiran tak berlandasanmu itu."

Kou terdiam beberapa saat.

"Haruskah aku mengalah lagi? Atau kali ini aku bisa egois?"

Mitsuba mendengus lalu berkacak pinggang sebal.

"Aku sudah bilang berkali-kali, untuk apa kau bersikap egois jika itu tidak membuatmu bahagia? Dan kau mau melakukannya untuk seumur hidup?"

"Aku tahu," Kou mengusap wajahnya kasar, "tapi rasanya dunia seperti selalu tidak adil padaku haha."

Mitsuba memegang kedua pundak Kou lalu menatapnya tajam.

"Begitulah cara kerja dunia dan kau tidak ada waktu untuk meratap tanpa melakukan apapun bodoh," Kou memalingkan wajah sedangkan Mitsuba menghela nafas, "kau tahu betul apa jawabannya, tapi kau masih sibuk dengan pikiranmu sendiri dan membuang-buang waktu."

Yang dikatakan Mistuba itu benar, dia sudah kehabisan banyak waktu karna sibuk berperang dengan pikirannya sendiri, menerka, merutuki, dan meratap tanpa melakukan apapun hingga akhirnya dia hanya berdiri di satu titik yang sama.

"Kau mencintainya atau tidak?" Tanya Mitsuba, Kou menarik nafas, bukankah jawabannya sudah jelas? Kou rela melompat dari gedung jikalau gadis itu memintanya begitu agar pertunangan ini dibatalkan.

"Bukankah jawabannya sudah jelas?"

"Jadi, seharusnya kau sudah tahu kan apa yang harus dilakukan? Tapi, kau menolak pemikiran itu."

Kou meremas tangannya sendiri lalu menghela nafas dan tersenyum kearah Mitsuba yang terlihat mulai tidak sabar menunggu jawaban Kou.

Ceklek

"Kou-nii! Teru-nii menyuruhmu segera keluar!" Ucap Tiara dari ambang pintu, Kou menghela nafas menatap adik kecilnya yang manis dengan dress bridemaid-nya.

"Sudah temukan jawabannya?"

"Yah, kurasa begitu."

Dengan langkah ragu, Kou berjalan mengikuti Tiara. Tiara yang menyadari kegundahan kakaknya pun menggenggam erat tangan Kou lalu tersenyum, mencoba menyalurkan energi positif.

"Lakukan apa yang menurut Kou-nii terbaik, Kou-nii tidak perlu selalu mengikuti ucapan Teru-nii, ini hidup Kou-nii! Dan Kou-nii sudah berusaha selalu menjadi adik yang baik buat Teru-nii." Hibur Tiara yang sesaat membuat hati Kou mencelos, benarkah dia sudah menjadi adik yang baik?

Begitu mereka mencapai Hall, terlihat Nene yang mengenakan dress pastel yang cantik dengan surai yang disanggul, menambah kesan anggun gadis itu. Pipi Kou memanas, sungguh Kou tak bisa memalingkan pandangannya sedikit pun.

"Kou-kun ...."

Kou menelan ludah, digenggam eratnya kotak berisi 2 cincin itu. Dengan gemetar, Kou berusaha menyematkan cincin itu pada jari manis Nene, manik safirnya menatap manik delima yang tengah meredup itu.

"MAAF, AKU TIDAK BISA."

Kou mengurungkan tindakannya yang ingin menyematkan cincin tersebut lalu membisikkan sesuatu pada Nene, gadis itu membulatkan matanya. Sebelum sempat bersuara, Teru dengan kasar menarik kerah Kou, berniat menahan Nene yang akan kabur namun Kou menghalangi.

"PERGILAH SENPAI! DIA MENUNGGUMU!" Teriak Kou, Nene mengangguk dan tersenyum sebagai ucapan terima kasihnya.

'Harusnya begini kan?'.

= 🌠 =

"Dia berada di rumah sakit XX , kamar 107."

Semua terjadi begitu cepat, saat ini yang ada di pikirannya hanyalah mempercepat langkahnya menuju kamar 107 sesuai petunjuk Kou.

Saat sampai disana, terlihat seorang perawat bersurai ungu keluar dari ruangannya, dengan gugup Nene  menghampiri perawat tersebut.

"P-Permisi."

"Ya?"

"Apa benar ini kamar Yugi Amane?"

Perawat itu menatap lurus Nene beberapa saat, seakan berusaha mengingat-ingat apakah dia mengenal Nene atau tidak.

"Ah, apa kau Yashiro-san?"

"Eh? Bagaimana anda tahu?"

Wanita itu tertawa kecil.

"Saya Sumire— Akane Sumire, adikku Aoi sering bercerita soalmu haha."

"Ahh pantas saja saya merasa tidak asing dengan penampilan anda, ternyata saudara Aoi, salam kenal Sumire-san!"

Mereka berjabat tangan sejenak, Sumire melipat tangan didepan dada lalu menatap Nene jail.

"Hmm, jadi ini pacar Amane-kun? Menarik juga, ya benar ini kamar Amane, silahkan masuk, dia tidak tidur kok."

Nene tersenyum dan mengangguk canggung sebelum akhirnya masuk ke dalam ruangan tersebut.

Ceklek

Begitu masuk, Nene disambut dengan suara mesin serta aroma obat yang menyengat, terlihat sesosok ringkih tengah terbaring lemah sambil menatap kosong keluar jendela.

"A-Amane-kun ...."

Tubuh ringkih itu bergetar, seraya menoleh kearah Nene dengan tatapan tidak percaya.

"Y-Yashiro?"

Tatapan itu, tatapan yang sudah lama hilang. Tatapan rindu yang tak terperikan dari sang manik amber yang kini terlihat redup.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top