7. Si Penulis Naskah

Setelah berbincang dengan Nao sejenak, Kaoru kembali melanjutkan langkahnya menuju ruang klub. Selama perjalanannya, pertanyaan tentang orang itu terus berputar di kepalanya. Tentang siapa dia sebenarnya, bagaiamana dia bisa bicara dengan Nao yang sekarang adalah hantu, apakah benar dia temannya. Terlalu banyak yang ingin Kaoru tanyakan.

Begitu pintu tiba di depan pintu ruangan, segera Kaoru membuka pintu. Di dalam ruang klub, ia melihat sang ketua klub sedang mengobrol dengan temannya. Temannya itu kemudian pergi dari ruang klub saat Kaoru melangkah mendekat.

"Oh, Kaoru. Kau cepat juga datangnya." Fumiya menyapanya dengan senyum lebar seperti biasa.

"Aku datang sesuai permintaanmu."

"Hahaha! Kau sepertinya juga bersemangat untuk proyek drama ini ya?"

Kaoru tidak membalas. Hanya diam dan menatap seniornya itu.

"Maaf jika aku membuatmu tidak bisa makan bersama teman-temanmu. Mungkin seharusnya aku membiarkanmu makan siang dulu."

"Tidak perlu minta maaf, Senpai. Aku datang membawa bekalku. Jaga-jaga kalau aku memang lapar sementara aku juga harus mengerjakan sesuatu." Kaoru menggoyangkan kotak bento di tangannya.

"Terima kasih atas partisipasimu. Aku sangat menghargainya." Fumiya menepuk pundak Kaoru dengan kuat. Untung tak ada barangnya yang jatuh.

Fumiya mulai mengangkat beberapa topik mengenai kegiatannya dan kabarnya akhir-akhir. Termasuk tentang suhu dan cuaca pagi tadi. Kaoru tahu jelas apa yang dimaksud Fumiya. Terutama ketika dia membicarakan suhu dingin yang tiba-tiba di dalam ruangan tadi. Ia tak menyangka Nao bertindak sampai segitunya.

"Kaoru, kau ingat aku pernah menyebutkan seseorang yang sepertinya cocok membantu kita untuk menuliskan naskah drama?"

Kaoru mengangguk. "Iya. Memangnya kenapa?"

"Dia setuju ingin membantu. Dia juga ingin bertemu dengan anggota klub drama lainnya."

"Kapan? Sekarang?"

"Ya! Aku sudah meminta anggota lainnya untuk datang juga kalau mereka sempat supaya mereka juga bisa mengenalnya. Seharusnya dia sudah datang tadi, tapi dia bilang mungkin akan terlambat sedikit karena suatu urusan."

Kaoru penasaran dengan siapa yang akan ditemuinya ini. Ia ingin melihat seperti apa orang yang akan menangani skenario drama kelulusan.

Tak lama kemudian, tiga anggota klub drama lainnya masuk ke dalam ruangan. Sepertinya mereka adalah orang-orang yang dihubungi oleh Fumiya tadi. Ketiganya menghampiri Fumiya dan membicarakan beberapa hal terkait si penulis naskah. Kemudian berpindah topik ke film.

Merasa tak bisa bergabung dalam percakapan, Kaoru memutuskan untuk menyimpan barang-barangnya terlebih dahulu di dinding pojokan. Ia lalu mengambil ruang kosong di samping barang-barangnya dan duduk. Kaoru kemudian mengambil kotak bekal dan mulai mengisi perutnya yang kosong.

Setelah menghabiskan bekal, Kaoru menyimpan kotak bekalnya dan bersandar di dinding ruangan. Ia melihat ke arah Fumiya yang masih sibuk berbicara dengan orang-orang tadi. Bahkan beberapa orang lainnya juga mulai berdatangan dan berbincang satu sama lain.

Suara pintu ruangan yang tiba-tiba terbuka membuat Kaoru dan orang-orang dalam ruangan menoleh ke sumber suara. Matanya terbelalak, mendapati bahwa orang baru saja datang ke ruang klub adalah orang yang bertabrakan dengannya tadi.

Kaoru mencoba mengerjap dan menggosok matanya -- mungkin saja ia salah lihat. Namun ia memang tidak salah lihat atau salah mengira. Kacamata bulat bingkai putih itu masih dipakai oleh siswa itu.

Siswa itu berjalan masuk sambil membawa beberapa buku di tangannya dan menghampiri Fumiya.

Sang ketua klub drama tersenyum lebar menyapanya. Fumiya terlihat memperkenalkan siswa itu kepada anggota klub drama yang bersama dengannya tadi. Setelah itu, Fumiya berjalan ke arahnya bersama siswa itu.

"Kaoru, aku perkenalkan padamu. Si penulis naskah drama yang akan kita mainkan nanti."

Lelaki itu membungkuk sopan. "Aku Kageyama Hitoya. Salam kenal, senpai."

Kaoru mengangguk. "Tsukiyama Kaoru. Mohon bantuannya."

"Maaf karena sempat menabrak Senpai tadi."

"Tidak apa-apa. Kau sudah minta maaf tadi."

"Oh, kalian sudah bertemu sebelumnya?" Fumiya ikut dalam pembicaraan.

Hitoya mengganguk. Ia lalu menjelaskan kejadian tadi. Fumiya mengangguk mendengar cerita Hitoya.

"Kebetulan yang tak terduga. Syukurlah kalian tidak bertengkar satu sama lain."

"Tidak ada yang terluka di antara kami. Jadi itu bukanlah masalah," ucap Kaoru.

"Senpai, aku membawa beberapa buku referensi untuk naskah dramanya." Hitoya mengangkat ransel yang ia bawa di bahu.

Ketika Fumiya mencoba mengambil tas itu, ia terkejut dan hampir melepaskannya ke lantai.

"Astaga, berat sekali! Apa isinya buku semua?" tanya Fumiya, kemudian memilih meletakkannya di lantai.

Hitoya mengangguk. "Semuanya seperti yang senpai minta. Buku-buku yang cocok untuk pentas drama yang bisa membuat orang menangis."

"Jadi, kau belum menyusunnya?" tanya Kaoru.

"Baru beberapa adegan, tapi belum kutuliskan. Fumiya-senpai minta dibawakan buku sebagai referensi."

"Senpai mau baca semua buku itu?" tunjuk Kaoru pada tas di lantai.

"Yup! Selagi kita belum diberikan banyak tugas sekolah, aku akan menghabiskan waktu dengan membaca buku," jawab Fumiya dengan semangat.

Kaoru tidak menduga bahwa seniornya adalah kutu buku. Padahal tingkah lakunya lebih seperti siswa aktif yang senang melakukan banyak aktivitas fisik daripada aktivitas dalam ruangan dan berdiam diri.

"Oh, aku juga sudah membawa buku catatanku tentang alur film dan adegan terbaik yang mungkin bisa diterapkan di dalam drama."

"Sungguh? Terima kasih, Hitoya! Kau sudah cukup banyak membantu."

"Ngomong-ngomong, Senpai, apa ada ide skenario kasar yang terpikirkan olehmu?" tanya Hitoya.

Fumiya terdiam. Ia menggosokkan pelan telunjuknya di bawah dagu. Matanya melirik ke arah lain, tampak sedang berpikir.

"Aku baik-baik saja dengan skenario apapun yang akan dimainkan nanti. Tapi kalau bisa, aku ingin tokoh utamanya perempuan."

"Fumiya-Senpai tidak mau jadi tokoh utama?" Kaoru dibuat heran.

Biasanya seniornya itu senang dengan posisi sebagai tokoh utama. Bahkan aktingnya sangat bagus dan cocok.

"Aku senang kalau bisa dapat peran tokoh utama lagi. Tapi aku ingin posisi itu untuk orang lain."

"Siapa?" Kaoru dan Hitoya bertanya hampir bersamaan.

Fumiya memberi jeda lagi. "Orang yang pantas. Siapa pun itu."

***

Di sisa waktu istirahat, Fumiya memintanya menemani Hitoya di perpustakaan. Di sana, mereka juga akan membahas tentang desain panggung dan kostum yang sekiranya mereka butuhkan. Fumiya mengirimkan daftar ide kasar drama yang dia rencanakan ke Hitoya untuk dikembangkan.

"Senpai, kembalilah ke kelas. Sebentar lagi pelajaran akan dimulai," tegur Hitoya di tengah kegiatan menulisnya.

"Kau sendiri bagaimana? Kau nggak kembali ke kelasmu?" tanya balik Kaoru sembari memperhatikan judul-judul buku di rak.

"Aku sudah minta izin ke guru untuk terlambat masuk kelas karena urusan klub dan komite OSIS."

"Kau anggota OSIS?!" Kaoru nyaris memekik, membuatnya dipelototi oleh beberapa orang yang masih di perpustakaan. Termasuk Hitoya.

"Ya. Aku anggota komite kebersihan."

Kaoru menghela napas lega. Untung saja adik kelasnya itu bukan dari komite kedisiplinan yang sangat patuh terhadap Tendo Anzu. Setidaknya anggota komite kebersihan masih ramah kepadanya.

Kaoru membaca sekilas daftar judul film yang telah ditonton oleh Hitoya. Ada seratus judul lebih yang Hitoya tandai sebagai referensi yang cocok.

"Kau nonton banyak film, ya."

Hitoya mengangguk. "Hobi."

"Membuat review film dan buku juga hobimu?"

Lelaki itu kembali mengangguk. "Aku awalnya tidak begitu suka melakukannya. Tapi, aku harus melakukannya. Dan sekarang aku terbiasa."

"Harus? Memangnya kau dipaksa?"

"Tidak. Tapi itu cara agar temanku juga tahu seperti apa film dan buku yang kubaca."

Kaoru mengernyitkan dahi. "Kenapa dengannya? Apa dia tidak bisa nonton film atau baca buku?"

"Bisa dibilang begitu."

Sementara Hitoya fokus pada naskah yang sedang ditulisnya, pikiran Kaoru mengawang ke waktu-waktu sebelumnya.

Alasan utama Fumiya memanggilnya untuk bertemu adalah untuk diperkenalkan kepada Hitoya. Kaoru yang awalnya tidak begitu peduli tentang sang penulis naskah akhirnya mulai penasaran. Terutama kejadian tadi siang.

"Saat kita bertabrakan tadi, kulihat kau turun dari tangga ke atap sekolah. Apa yang kau lakukan di sana?"

Hitoya menurunkan buku yang dibacanya ke atas meja. "Aku pergi bertemu seorang teman."

"Teman?"

"Ya. Aku sudah lama ingin bertemu dan bicara dengannya. Aku bersyukur dia tampak baik-baik saja."

Kaoru mengamati Hitoya. "Apa dia kakak kelas?"

Kali ini Hitoya balas menatapnya. "Senpai, apa kamu berteman dengannya? Namanya Hinata Nao."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top