6. Orang Lain yang Tahu
Bel istirahat akhirnya berbunyi. Seluruh murid mulai merapikan barang-barang mereka dan memasukkannya ke dalam tas. Kaoru sendiri hendak memasukkan kembali buku-bukunya. Namun alih-alih merapikan barang, lelaki itu malah meletakkan kepalanya di atas meja.
Pelajaran matematika sungguh membuat otaknya bekerja dua kali lebih keras daripada biasanya. Bahkan lebih keras daripada mengerjakan proyek drama.
"Kau sudah selelah itu?" sindir Ryota yang sibuk merapikan barangnya dalam tas.
"Diam. Aku tak minta kau bilang apa-apa. Kepalaku pusing karena matematika."
Ryota hanya berdehem. "Kau tidak mau makan siang?"
Kaoru melirik teman sebangkunya. "Kenapa kau tiba-tiba peduli dengan itu?"
"Bukannya kau selalu bersama temanmu dari kelas sebelah itu? Siapa namanya... Maika?"
Kaoru mengangkat kepalanya dan menumpukan dagunya pada kedua tangannya yang ia lipat di atas meja.
"Aku agak tidak mood."
"Kau ini... jangan terus mengikuti mood-mu. Barusan saja, Kurokawa-sensei memberikan kita tugas lagi. Dan dia tidak mau kau hanya mengerjakan ataupun tidak mengerjakan sama sekali."
Kaoru berdecak. "Komite Kedisiplinan sialan! Terutama si Tendo itu! Karena dia, aku gagal bolos dan harus mendapat ceramah dan hukuman dari Kurokawa-sensei."
Ketika sebentar lagi Kurokawa akan masuk ke kelas, Kaoru segera keluar kelas dan pergi membolos. Namun seperti mengetahui niatnya, Tendo Anzu telah bersembunyi dan menunggu ia keluar kelas. Ia sempat mencoba kabur dari seniornya itu, tetapi gagal. Berakhir dengan dirinya dilumpuhkan di atas lantai. Kaoru tidak tahu bahwa ketua Komite Kedisiplinan ternyata bisa karate.
Setelah itu, ia dibawa kembali ke ruang kelas dan dihadapkan pada Kurokawa. Gurunya itu memberikan ceramah sejenak di depan kelas, sebelum kemudian dia dibiarkan duduk kembali.
"Kalau kau ingin segera terbebas dari matematika yang membuatmu ingin mati itu, sebaiknya kau segera menyelesaikan tugasmu."
"Bantu aku."
Ryota terdiam sesaat. "Iya, iya. Nanti kubantu. Mau kerja dimana?"
"Kafe dekat sekolah itu bagaimana?" tunjuk Kaoru pada sebuah bangunan di seberang jalan dekat sekolah.
"Aku tidak masalah. Tapi apa kau bawa payung?"
"Iya. Untungnya."
"Bagus. Aku tidak ingin basah kuyup dan kedinginan. Tadi pagi saja suhunya sudah terasa seperti musim gugur," komentar Ryota.
Kaoru juga merasakannya. Suhu ruangan yang semakin dingin, seolah ada angin berembus di dalam bangun sekolah. Namun, ia merasa suhu dingin itu bukan suhu karena cuaca. Suhu dingin tadi lebih mirip karena rasa merinding.
Kaoru akan menolak mengakui bahwa ia merinding karena hantu, kalau saja ia tidak pernah bertemu dengan Hinata Nao. Hampir saja lelaki itu lupa akan sosok hantu yang sering mengobrol dengannya itu.
Teringat Nao, Kaoru jadi ingin naik ke atap dan memeriksa keadaan sang hantu. Ia penasaran apakah hantu bisa kehujanan atau tidak. Apa kira-kira yang dilakukan Nao selama hujan sejak pagi tadi.
"Kaoru-kun!"
Suara Miyano Maika. Kaoru melirik ke arah pintu kelas. Temannya itu kini melangkah masuk sambil membawa kotak bento di tangannya.
Tiba-tiba suara pesan masuk menarik atensi Kaoru. Ia melirik ke arah ponselnya di meja, di mana layar ponselnya menampilkan pesan masuk dari Asahi Fumiya. Bar notifikasinya menampilkan isi pesan Fumiya yang memintanya datang ke ruang klub.
"Kaoru-kun," panggil Maika.
Kaoru mengembalikan perhatiannya pada Maika yang berdiri di hadapannya.
"Ayo kita makan siang bersama."
"Maaf, Maika. Fumiya-senpai memintaku datang ke ruang klub."
"Sekarang? Di jam istirahat makan siang?"
Kaoru mengangguk. "Sepertinya Fumiya-senpai ingin membicarakan tentang drama kelulusan itu."
"Drama kelulusan kelas 3 itu? Bukankah terlalu cepat?" tanya Ryota.
"Fumiya-senpai ingin dramanya sempurna. Jadi harus direncanakan sebaik mungkin. Dan mungkin aku akan makan siang di ruang klub."
Maika menghela napas. "Ya sudah. Kamu harus segera menemui Fumiya-senpai. Lain kali saja kita makan siang bersama."
Kaoru tahu bahwa Maika sebenarnya merasa kesal tidak bisa makan siang bersamanya. Meski gadis itu terlihat biasa saja. Kaoru tidak ingin terlalu memikirkannya.
Kaoru segera memasukkan semua barangnya ke dalam tas, tak lupa mengambil buku sketsa dan perlengkapan lainnya. Ia juga membawa kotak bekalnya. Setelah semuanya siap, ia pamit kepada Maika dan Ryota, lalu pergi ke luar kelas.
***
Lorong kelas ramai dengan murid-murid yang sibuk mengobrol dan berjalan. Suasana yang seperti biasanya. Itu berarti kemungkinan bertemu Tendo Anzu akan sangat kecil. Kaoru tidak ingin suasana hatinya semakin buruk dengan bertemu si senior galak dan menyebalkan itu.
Kaoru teringat, lorong yang dilewatinya menuju ruang klub drama juga akan membawa ia ke tangga menuju atap. Dan sebentar lagi, ia akan berpapasan dengan tangga itu. Kaoru tidak akan naik ke atap dan mencari Nao, tapi mungkin dia akan mengecek atap ketika akan bolos nanti.
Tiba-tiba seseorang terlihat menuruni tangga dan berjalan ke arahnya. Terlambat merespon, Kaoru dan orang itu sempat bertabrakan. Untungnya tak ada yang jatuh atau terluka.
"Maaf aku tidak melihat jalan." Orang itu sedikit membungkuk sebagai permintaan maaf.
"Tidak apa-apa. Salahku juga karena terlambat bergerak menghindarimu."
Setelah saling meminta maaf, orang itu pergi. Kaoru tidak mengenali wajah itu di sekolah, sehingga ia menduga bahwa orang itu adalah adik kelasnya, kelas 1.
Atensi Kaoru lalu tertuju pada tangga menuju atap. Sangat jarang bagi orang-orang untuk pergi ke atap sekolah. Kalaupun mereka punya urusan, berarti mereka meminta kunci dari ruang guru. Setahu Kaoru, hanya dirinya sendiri yang punya duplikat kunci menuju atap.
Lelaki itu lalu melangkahkan kaki menaiki tangga. Ketika hampir mencapai pintu, Kaoru melihat Nao tengah duduk di depan pintu penghubung atap.
"Kamu sedang apa di sini?" tanya Kaoru.
Nao menengadah menatap Kaoru. "Berteduh. Yah, meski itu juga sebenarnya tidak begitu penting bagi hantu sepertiku."
"Kamu bisa masuk ke dalam gedung?"
"Tentu. Kamu benar-benar berpikir aku hanya bisa di atap? Astaga. Memangnya kamu pikir aku dikutuk?"
"Aku kan sering menemuimu di sana. Aku bahkan berpikir itu sudah seperti rumahmu."
"Kamu mau menemuiku? Tunggu, apa kamu mengkhawatirkanku?" tanya Nao.
Kaoru bergeming. Pertanyaannya itu tidak salah, tapi terkesan agak aneh bagi dirinya.
"Tidak juga. Aku hanya penasaran, apa yang terjadi denganmu kalau hujan begini. Atau apa yang kamu lakukan kalau hujan deras seperi tadi pagi." Kaoru mencoba memberi alasan, tapi sepertinya terdengar tidak berbeda dengan pertanyaan Nao tadi.
"Oh, mengakulah. Kamu khawatir padaku 'kan? Terima kasih atas perhatianmu itu. Tapi tenang, aku baik-baik saja. Tidak akan terjadi apapun pada hantu sepertiku."
Kaoru masih ingin meralat, tapi ia memilih untuk mengurungkan niat.
"Kamu mau kemana bawa barang begitu? Bukannya sekarang jam makan siang?" tanya Nao.
"Ketua klub memanggilku, ada yang ingin dia bicarakan. Aku bawa bekal untuk jaga-jaga kalau aku memang harus mengerjakan sesuatu."
"Dan kamu meninggalkan Maika makan siang sendirian?"
"Dia tidak sendirian. Dia pasti bersama Aina. Yah, dia mungkin akan kesal karena aku tidak bisa makan siang bersamanya."
Kaoru masih ingat ketika waktu masih SMP dulu, dia tidak makan bersama Maika di kantin karena harus menjalani hukuman. Dia tidak memberitahu Maika tentang kondisinya saat itu. Hal itu berakhir dengan Maika pulang duluan dan menolak berjalan bersamanya. Kaoru mentraktir temannya itu dengan es krim dan memberitahu alasanalasannya. Setelah itu, Maika jadi lebih baik.
Atensi Kaoru kembali pada hantu di depannya. "Bagaimana dengan orang tadi? Apa kau mengenalnya?"
Nao mengerjap. "Orang? Maksudmu yang baru saja turun dari tangga tadi?"
Kaoru mengangguk.
Nao diam sejenak. "Sepertinya kenalanku."
Kaoru mengernyit. "Kenapa kau terdengar tidak yakin?"
"Karena aku tidak begitu mengingatnya. Dia sudah sering mengunjungiku sejak awal tahun ajaran baru. Dia bilang aku adalah tetangganya. Dan dia mengenal orangtuaku."
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top