2. Gadis yang Melompat

Kaoru bangkit. Matanya tak lepas menatap sosok yang masih terkikik menahan tawa itu. Ia kemudian berjalan ke arah siswi misterius di hadapannya, lalu berhenti tepat ketika mereka saling berhadapan.

Gadis itu berhenti tertawa. Mendongak ke arahnya dengan ekspresi bingung.

Tsukiyama Kaoru tidak percaya hantu. Tapi karena apa yang dialaminya barusan, sekarang ia mempertanyakan kembali keyakinannya itu.

Kedua tangan Kaoru lekas meraih kedua pipi perempuan itu. Meraba, mencubit, dan menarik-nariknya.

"Ah! Lepasin! Sakit, ih!"

"Kamu manusia... atau hantu?" tanya Kaoru mengakhiri tindakannya.

Gadis itu membelalak. Kini keduanya saling bertatapan.

"Apa?"

"Kamu manusia atau hantu? Apa-apaan tadi itu?"

"Hmm, menurutmu sendiri... aku ini apa?" Gadis itu malah bertanya balik dengan senyum usil.

"Oh, nggak mau kasih tau, ya?" Kaoru memasang senyum. Segera tangannya kembali mencubit pipi makhluk di depannya. Kali ini lebih kasar dan keras.

"Ow! Ow! Iya! Iya! Aku kasih tau, deh!"

Lelaki itu kemudian menghentikan lagi aksinya. Kaoru menghela napas, sembari memejam mata. Gadis di hadapanya cukup membuat pusing karena bingung. Siapa yang masih tenang ketika menyaksikan aksi melompat dari gedung ketika baru bangun dari tidur siang?

Namun ketika Kaoru kembali membuka matanya, gadis misterius itu telah menghilang. Kaoru terdiam membelalak. Lagi-lagi ia dibuat kebingungan.

"Di sini!"

Kaoru menoleh ke belakang. Pipinya tiba-tiba dicolek dari samping oleh gadis itu.

Dia tertawa. "Kaget, ya?"

"Kamu ini!" jawab lelaki itu sambil meraih pergelangan tangan si gadis misterius. Tetapi tangan itu lolos begitu saja.

"Eits, nggak kena!" ledek si perempuan misterius.

Lelaki itu yakin telah meraih pergelangan tangan gadis aneh di hadapannya. Jarak mereka tidak jauh, perempuan itu bahkan tidak refleks menghindar. Seolah sosok yang sedang bersamanya adalah makhluk yang tak dapat disentuh. Hantu.

Masa' sih? Padahal tadi bisa dicubit.

"Oke, sekarang aku akan perkenalkan  diri dulu biar kamu nggak bingung," ucap sosok itu sembari mundur beberapa langkah. "Aku Nao. Hinata Nao. Aku adalah apa yang disebut di dunia ini sebagai "hantu"."

"Kamu... hantu?"

Nao mengangguk. "Kamu lihat tadi aku melompat, 'kan? Manusia biasa akan mati atau mengalami patah tulang dan luka-luka. Tapi aku di hadapanmu sekarang, kan?"

"Tapi tadi aku bisa menyentuhmu. Kamu bahkan merasa sakit," komentar Kaoru.

"Hantu memang bisa menghilang tiba-tiba, tembus pandang, dan merasuki orang. Tapi bukan berarti hantu bisa terus-terusan menghilang atau semacamnya."

Penjelasan Nao tentang hantu sungguh mengusiknya. Keyakinannya tentang keberadaan makhluk masih dipertanyakan akal sehatnya.

"Jadi?"

"Apanya?"

Nao diam sebentar. "Hanya itu reaksimu setelah aku mengaku sebagai hantu?"

"Memangnya kamu mau aku bereaksi seperti apa?"

"Cih, kamu nggak seru," gerutu Nao.

"Kamu sendiri yang bikin orang bingung dan kesal." Kaoru membalas. "Yah, terserah. Senang bertemu denganmu, Hinata Nao."

Nao menatap tangan yang terulur itu sebelum menjabatnya. "Kamu sendiri nggak mau perkenalan?"

Oh, benar. Dia seharusnya juga memperkenalkan diri. Hampir seluruh sekolah mengetahui nama dan wajahnya. Terima kasih berkat label "anak bermasalah" yang diberikan oleh Kurokawa-sensei dan anak-anak OSIS. Dengan itu, dia tidak perlu memperkenalkan diri terhadap siapapun. Dipikir-pikir, kapan terakhir kali dia memperkenalkan diri, ya?

"Aku Kaoru. Tsukiyama Kaoru. Kelas dua."

"Wah, berarti kamu adik kelasku!"

Dahi Kaoru mengerut. "Apa maksudmu?"

"Asal kamu tahu, aku sudah di sekolah ini sejak setahun yang lalu. Itu berarti aku adalah kakak kelasmu, dan kamu adalah adik kelasku."

"Dari mana logikanya?"

"Aku sudah jadi hantu sejak setahun lalu. Sejak waktu itu, aku sudah pakai seragam sekolah. Itu berarti, setahun yang lalu, kau masih kelas satu. Jelas aku lebih dulu. Berarti aku adalah seniormu," jelas Nao dengan bangga.

"Meski kamu lebih dulu ada di sekolah ini, bukan berarti aku akan memanggilmu 'senpai'."

Nao mendengkus. "Terserah kamu juga. Aku juga tidak berniat berteman denganmu."

Gadis itu melangkah menjauh dari Kaoru. Ia menghampiri pagar pembatas atap. Jemarinya bermain di sela pagar.

"Kamu bilang, kamu itu 'hantu', 'kan?" tanya Kaoru, tetap di tempatnya.

Nao mengangguk. "Lalu?"

"Apa kamu ingat penyebab kematianmu?"

"Entahlah. Aku tidak ingat. Mungkin, aku mati karena melompat dari atap gedung."

"Memangnya hantu bisa amnesia?" Kaoru berjalan pelan ke arah gadis hantu itu.

"Menurutmu sendiri?" Nao kemudian melayang pelan di udara. "Aku sudah mengatakan yang sebenarnya. Yah, terserah kamu mau percaya atau tidak."

Memercayai eksistensi hantu saja sulit meski bukti nyatanya adalah sesosok Hinata Nao di hadapannya. Apalagi memercayai ada hantu yang bahkan bisa lupa ingatan.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top